Denia POV
Aku sudah bulat untuk pergi dari sini aku sudah tak perduli dengan kewajiban ku walau Valerie sempat menjadi pertimbangan iya agar tetap bertahan tapi dia tak bisa terus disini, aku butuh ketenangan untuk semua ini entahlah ada rasa sedikit menyesal ketika memutuskan untuk bekerja disini tapi melihat Valerie dengan senyumnya yang luar biasa cantiknya maka rasa penyesalan itu hilang, entahlah kenapa aku sangat sayang kepada Valerie dan kenapa dia memiliki papa seperti Andre, jujur seandainya kejadian ini tak terjadi maka pekerjaan disini sangat lah meyenangkan dan sangat membantu ku.
Aku keluar kamar dan kulihat adanya nampan makanan dan plastik obat disana, akupun melewati itu semua dan masuk ke kamar Valerie sepertinya anak itu sudah tertidur, akupun duduk di sebelah Valerie dan mengusap rambut Valerie menatap anak tersebut ada rasa sedih meninggal kan anak ini namun aku tak bisa terus disini, aku butuh waktu untuk menenangkan fikiran dan ini semua terlalu cepat, terlebih aku sedang mengandung seorang bayi yang tak bersalah sama sekali dan aku tetap akan mempertahankan bayi ini, namun aku berusaha untuk memenuhi semuanya sendiri.
Setelah itu aku kedapur dan melihat mbok jah yang sepertinya sedang menata kulkas, ah mungkin saja mbok jah baru belanja kebutuhan sehari-hari, akupun menegur mbok jah dan mbok jah seperti melihat mata sembab ku setelah itu iya langsung memeluk ku, dan aku menangis dipelukannya tampa aku ceritakan apapun, entahlah apakah mbok jah tau sesuatu, setelah menangis mbok jah memberikan segelas susu coklat yang biasa aku minum setelah itu aku naik kekamar ku sendiri dan sebelum masuk aku mengambil obat itu demi anak yang dikandungan ku, setelah itu aku mulai mengemasi sedikit barang ku untuk ku bawa pergi. Aku keluar kamar dengan hanya menggunakan tas tangan yang sedang, aku keluar melewaati pintu gerbang dan sebelumnya aku sudah memesan taxi online agar mengantarku ke terminal, aku melewati pos ronda dan melihat pak hendro yang sedang menonton TV
"Neng Denia mau kemana atuh?"
"Denia mau kerumah saudara Denia pak, mau libur bentar karna mbok jah sudah datang"
"Tuan tau ?"
"Tau kok, tadi sudah izin kalo gitu Denia pamit ya pak"
"Hati – hati neng"
"Makasih pak"
Selamat tinggal semuanya, sesampainya Denia di stasiun ia langsung mencari bis menuju semarang, ntah kenapa Denia tak ingin pulang kerumah orang tuanya, sepertinya akan lebih tenang jika Denia mampir sejenak di kampung pamannya di Semarang, suasana yang lebih nyaman dibandingkan di kota orang tua Denia tinggal, dan Denia takut jika bertemu ibunya dan ibunya mengetahui keadaan Denia saat ini, dan sangat dipastikan jika Denia bertemu ibunya tak sampai 1 minggu ibunya tahu kalau iya mengandung.
Sesampainya Denia di Semarang dia langsung menuju rumah pamannya yang kebetulan jauh dari terminal, dikarnakan rumah pamannya yang masih berada diperkampungan, sesampainya disana pamannya sangat terkejut melihat denia berada di depan rumah pamannya.
"Kok bisa disini Den"
"Lagi kangen paman sama bibi, kan udah lama gak kesini, mumpung Denia dapat cuti panjang"
"Kok ga pulang kerumah?"
"Kan kangen paman sama bibi"
"Ya Tuhan anak bibi kapan nyampenya teriak bibi dari ruang tengah"
"Baru aja kok" Deniapun langsung memeluk bibinya
"Istirahat dulu ya nak, kebetulan bibi lagi masak, kamu tidur dikamar depan aja, disana bersih kok biasanya buat tamu"
"Siap kapten"
Sudah 2 minggu aku berada di semarang dan orang tua ku sudah tau namun mereka mengetahui bahwa aku mendapatkan cuti yang panjang setelah sudah lama tak mengambil cuti ku, dan aku tak tahu mengapa kandungan ku tak merasakan mual sama sekali padahal menurut artikel yang aku baca biasanya ibu hamil pada semester pertama akan merasakan mual setiap paginya bahkan hingga tidak bisa melakukan aktivitas sama sekali, sedangkan Denia masih bisa melakukan semuanya dengan normal dan napsu makan Denia meningkat hingga 2 kali lipat tapi tidak memilih makanan secara spesifik namun menerima segala jenis makanan.
Denia selalu mengkonsumsi susu ibu hamil secara diam diam, agar semuanya tak terbongkar bahkan iya rela ke kota untuk kerumah sakit yang jauh agar paman dan bibinya tidak tahu, padahal bibinya adalah pensiunan dokter kandungan dan pasti bisa memeriksakan kondisi Denia tapi Denia belum siap untuk mengakui semuanya.
Andre POV
Malam dimana Denia tak mau makan, aku melihatnya keluar kamar dan berada di dapur dengan mbok jah dan aku mendengar tangis pilu wanita itu, entahlah tidak ada rasa sakit mendengar lirihan tangis wanita itu, wanita yang sedan mengandung anak ku dan ini semua memang salah ku tapi perasaan bersalah ku hanya sebatas disesali sesaat saja, dan mungkin ini memang cara Tuhan mempertemukan aku dengan ibu baru Valerie serta anak itu walau bukan dengan awal yang baik semoga akhirnya akan baik.
Keesokan paginya aku melihat Valerie yang sedang sarapan dengan mbok jah, dan apa mungkin Denia belum mau bertemu dengan ku?
"Mbok Denia kenama? Tak mau makan?"
"Lah kata pak hendro semalam neng Denia keluar, katanya sudah izin bapak buat cuti dan dia mau kerumah saudaranya"
"Ha? Kata pak hendro Denia ngomong gitu?"
"Iya coba bapak tanya pak hendro"
Akupun keluar dan langsung menemukan pak hendrro dan sama seperti yang mbok jah katakan tapi aku tak merasa bahwa Denia berbicara dengan ku intinya Denia pergi, ada apa dengan wanita itu mengapa terlalu cepat mengambil keputusan dan akhirnya menyusahkan, bagaimanpun Denia harus ditemukan dan harus aku nikahi secepat mungkin.
"Rik aku butuh bantuan sekarang"
"Oke"
Setelah memberikan arahan kepada Erik agar cepat menemukan Denia yang kemungkinan sudah keluar dari Bali, walau aku sangat yakin bahwa Denia sudah keluar dari Bali namun setidaknya aku mencoba mencari Denia disekitaran Bali dan hasilnya tetap nihil, sesampainya aku di kantor aku tak mengerjakan apapun dan tidak bisa berkonsentrasi untuk memeriksa laporan – laporan yang ada.
Sudah 2 minggu semenjak Denia pergi dimana Valerie sudah menanyakan Denia dan aku sudah mencoba mencari pengganti sementara Denia untuk mengurus Valerie tapi seperti sebelumnya sulit sekali untuk mencari yang cocok untuk Valerie, belum adanya titik terang dari Erik untuk masalah Denia, aku tersentak ketika mendengar deringan handphone ku yang nyaring dengan malas kulirik siapa yang menghubungi aku ternyata Sania ku abaikan saja aku sedang malas meladeni dia sekarang. Handphone ku terus berdering dan sangat menggangu
"Hallo, BISA TIDAK KAU TAK MENGGANGU KU SEKARANG ?!!"
"Hallo Ndre, aku tau dia dimana?" akupun melihat nama siapa yang menelepon ternyata Erik
"Dimana dia sekarang?"
"Semarang"
Tampa basa basi akupun langsung meninggalkan kantor, awalnya aku berniat untuk langsung terbang ke Semarang tapi jika aku berangkat tidak dengan rencana yang matang bisa dipastikan aku tak dapat membawa Denia pulang, akupun pulang kerumah dan melihat Valerie yang sedang menonton televisi dengan asik, ah aku tau.
Sesampainya aku di Semarang aku langsung menemui Erik yang sudah sampai terlebih dahulu, kamipun menempuh perjalanan yang lumayan jauh dan aku tak tau seberapa lama kami di mobil hingga sampai di daerah Denia tinggal, sepertinya hari ini aku tak bisa menemui Denia dikarnakan hari sudah menjelang malam.
Keesokan harinya......
Aku pergi bersama Erik menuju rumah Denia tinggal dan jujur saja aku belum tahu siapa yang akan aku hadapi apakah kedua orang tua Denia atau orang lain, tapi aku sudah mantap untuk bertanggung jawab dengan segala yang sudah terjadi dan untuk rencana awal aku tak akan melibatkan Valerie.
Ketika kami sampai di rumah tersebut aku tak melihat keberadaan Denia sepertinya dia berada di dalam, orang pertama yang ku temui adalah ibu-ibu yang terlihat sudah cukup tua, apakah dia ibu dari Denia?
"Permisi buk? Apakah benar ini kediaman Denia?"
"Apakah adek temennya Denia?" terdengar sedikit terbata bata sepertinya ibu ini jarang menggunakan bahasa Indonesia
"Iya buk, saya calon suami Denia"
"Ya allah cah bagus, ayo masuk nanti ibu panggilin Denia" sepertinya benar iya ibunya Denia, aku dan Erik pun masuk serta menunggu diruang tamu walaupun rumah ini terkesan sederhana namun rumah ini lumayan nyaman dan adem.
"KAMU!"
KAMU SEDANG MEMBACA
A Beautiful Mistake
RomanceTak semua sesuatu yang baik harus diawali dengan langkah baik, terkadang kesalahan bisa menjadi suatu anugerah terindah di kehidupan Valerie adalah tujuan utama ku untuk hidup, hanya putrii ku yang menjadi prioritas sampai kapan pun - Andre Franklin...