Kata orang cermin adalah teman terbaikmu, tapi bagiku cermin adalah musuhku, yang terlalu jujur menilai diriku, membuat rasa percaya diri musnah dan lenyap.
Arsyana Ayu Citra, gadis yang biasa dipanggil Arsya. Ia tengah duduk di kantin bersama kedua temannya. Arsya yang sedang sibuk mengunyah bakso, tanpa peduli tatapan kagum para cowok terhadapnya. Wajahnya yang cantik, atau lebih ke imut mampu membuat cowok-cowok tertarik dan menaruh hati pada Arsya.
"Arsya ... lo diliatin cowok-cowok noh," tegur Vala, sahabat Arsya dari baru masuk ke SMA 1 Suakarta.Vala merasa risih, makannya langsung menegur Arsya.
"Iya ih, banyak fans lo tu kayaknya," timpal Anan, yang juga sudah menjadi sahabat Arsya. Vala, Anan, dan Arsya bisa dibilang adalah tiga serangkai di sekolah itu.
Arsya menatap kesekeliling, lalu kembali memandang kedua sahabatnya. "Mungkin mereka aneh ngeliat mukak gue yang nggak cantik," enteng Arsya, "Lagian mana ada orang yang suka sama cewek kaya gue?"
"Arsya, lo sadar nggak si, kalo selama ini lo sebenarnya cantik banget?" puji Vala. Sedikit heran memang, mendengar Arsya selalu bilang wajahnya tidak cantik, padahal kalau diliat Arsya itu sangat cantik dan imut.
Arsya mengedikkan bahunya. "Mungkin, karna gue cewek, udah pasti disebut cantik."
"Arsya ... lo kayaknya harus ngaca deh sekali-kali," usul Anan, yang lama-lama kesal juga menghadapi sikap sahabatnya itu.
"Gue benci cermin."
Kedua sahabatnya diam dan saling tatap. Mereka lupa kalau sahabatnya tidak menyukai sesuatu, yang seharusnya jadi salah satu barang penunjang hidup seorang wanita.
Tapi Anan tidak habis akal, iya menyerahkan ponselnya dengan kamera yang sudah menyalah. Tapi dengan kesal Arsya langsung menepisnya, membuat benda pipih itu langsung jatuh ke bawah, membentur lantai kantin yang terbuat dari keramik.
"Lo sadar nggak si, kalo gue benci cermin. Bukan berati gue suka sama kamera, yang sam-sama bisa mantulin banyangan wajah gue!" Arsya menjelaskannya dengan nada sedikit meninggi, membuat Anan langsung menunduk dan merasa bersalah.
"Ar, gue min_
"Udah lah, gue males, mau kekelas aja." Arsya terlanjur marah, membuat kedua sahabatnya hanya bisa menghela napas panjang. Penghuni kantin yang sempat bertanya-tanya tentang apa yang terjadipun kembali tidak acuh.
"Hape lo Nan," tunjuk Vala,m pada hape Anan yang masi tergeletak dibawah. Mengenaskan memang.
Anan hendak mengambilnya, tapi ternyata keduluan seseorang
yang Ana sangat kenal. Iya Zafran Fideryo. Anak silat yang telah menjuarai banyak pertandingan silat, membuat Anan juga jadi menaruh rasa kepadanya."Ini hape lo?" tanya Zafran, menyerahkan ponsel tersebut kepada Anan. Zafran juga tersenyum kecil, membuat siapa saja pasti akan terpana dengan pesona Zafran itu.
"I-iya, makasi," balas Anan sedikit gugup. Bukan apa-apa, setiap kali Anan dekat dengan Zafran selalu begini, walaupun mereka sudah biasa tertatap muka seperti sekarang.
"Hem ... iya." Zafran tersenyum ramah. "Lain kali kalian harus lebih tau sikap sahabat kalian, supaya nggak sering-sering bertengkar gitu." nasehat Zafran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ku Benci Cermin (tahap revisi)
Teen FictionSatu hal yang paling aku benci, yaitu adalah cermin, terutama orang yang ada dipantulan cermin itu. Note : Bacanya jangan sampe kebawa perasaan, entar nyesek sendiri wkwk.