Part 2

22 4 8
                                    

Diriku mungkin konyol dan bodoh,
apalagi hanya untuk menarik perhatianmu, tapi percayalah, hanya ke kamu aja kok.

"Orang emang aneh, suka ngejar yang mustahil, padahal yang udah beneran ada didepan mata malah ditinggal."

Asrya menoleh, melihat siapa orang yang berkata begitu, dan ternyata orangnya ....

.
.
.

Zafran, iya adalaha Zafran, teman  arsya mungkin. Pasalnya kalau dibilang teman, mereka jarang mengobrol bersama, hanya saja Zafran sering menghampiri Arsya dan berkata bijak, lalu pergi begitu saja. orang yang Aneh memang

"Eh cuma berdua ya?" tanya Zafran tersenyum canggung, sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia sedikikit gugup kalau sudah berdekatan dengan gadis yang sudah lama Zafran kagumi.

Arsya yang setelah menatap kesekeliling, dan tidak mendapati satupun orang ada disana mengangguk.

"Whuah, bagus dong," balas Zafran, membuat Arsya langsung memandang Zafran dengan tanda tanya. "Hehe ... cuma berdua, lo, dan gue." telunjuk Zafran bergantian menunjuk dirinya dan Arsya.

"Gue udah mau pulang," balas Arsya sedikit cuek, membaut Zafran kesetika langsung mendengkus tidak kecewa. "Yah ... kok cepet si?" rengek Zafran, tapi tidak dipedulikan oleh Arsya

"Babay."

***
Seperti yang diketahui, Arsya benci cermin, dirumahnya saja sampai tidak ada satupum cermin, termasuk dikamar kedua orang tuanya. Mereka sudah membuang benda itu jauh-jauh dari kehidupan mereka.

Rumah yang tidak berisi satupun cermin itu tampak sepi, hanya ada seorang pembantu dan nyonya si pemilik rumah. Tapi itu tidak lama, karna hari sudah siang, jadi anak dan suaminya pasti akan segera pulang.

Tepat beberapa menit makan siang siap, derap langkah suaminya dengan putrinya terdengar. Mereka sudah pulang dan menuju meja makan. Sebuah kebiasaan kalau baru pulang langsung makan siang.

Arsya yang baru pulang langsung menyalimi tangan mamahnya. Iya tidak akan pernah lupa ajaran sopan santun itu. Karena sebelum pergi iya mencium tangan mamanya untuk meminta restu, sedangkan untuk pulang, iya kembali mencium tangan mamanya untuk berterima kasi atas restu yang diberi, sehingga semua harinya lancar.

"Kayaknya Mama kamu selalu siap sedia ya," komentar Radit -- papa Arsya, yang langsung dibalas dengan senyum lebar, oleh Citra. Kebiasaan akan tetap jadi kebiasaan, dan tidak akan dilupa. Kebiasaan juga sudah dianggap sebagai kewajibab, dan tanggung jawab yang harus dijalankan, jadi bagaimana Citra bisa lupa itu.

"Mau gimanapun, aku harus selalu siapin makan siang tepat waktu dong, biar nanti kalo kamu balik kekantor, perutnya udah kenyang." Citra berbicara dengan sedikit candaan, membawa suasana ceria ditengah kelelahan. Mereka selalu begitu, baginya tidak ada duka yang terselip saat berkumpul.

"Istri idaman," goda Radit, yang membuat Citra jadi malu.

"Ekhem ... makannya kapan ini?" tanya Arsya, tanpa mau mendengar keromantisan kedua orang tuanya lebih jauh. Dirinya masi jomblo, tapi apa-apaan mereka, beromantisan di depan mata kepalanya sendiri.

"Kita makan sekarang dong," balas Radit, sedangkan Citra langsung menghidangkan makanan dipiring suami dan anaknya. Selalu begitu, dan sekali lagi, itu adalah sebuah kebiasaan.

Beberapa menit setelah mereka semua khusuk makan, dan akhirnya selesai, penutupnya pasti akan mereka lanjutkan dengan obrolan. Menambah suasana kaharmonisan dikeluarga mereka.

"Gimana hari kamu?" tanya Citra, yang membuat Arsya langsung berpikir, kejadian yang manakah menurut Arsya bagus diceritakan disekolah. Sampai terpikir, sebuah kejadian yang pastinya menarik.

Ku Benci Cermin (tahap revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang