Part 18

5 2 0
                                    

Ah ... diriku terlalu cemburu,
membuat tindakan bodoh yang
malah aku ambil.

Jam istirahat telah tiba, sesuai jam istirahat sekolah pada umumnya, yaitu siswa istirahat jam setengah sepuluh. Guru yang mengajar juga sudah keluar kelas.

Arsya yang sedang membereskan bukunya melirik Avan. Cowok itu tampak masi tenang memandang bukunya, sambil mencatat beberapa hal yang mungkin bagi dirinya penting. Wajahnya terlihat serius sampai ia selesai, dan benar-benar selesai.

"Hay ...." sapa seseorang yang membuat Fisa langsung berbalik, seorang murid lelaki dan perempuan tampak menyapa mereka. Arsya langsung berdiri dan tersenyum ramah.

"Hay juga," balas Arsya.

"Salam kenal, nama lo Arsya kan?" tanya si cowok, yang dibalas anggukan oleh Arsya. "Nama kalian?"

"Kenalin nama gue I Putu Bagus Arsana, lo bisa panggil Agus aja," Agus mengulurkan tangannya, yang langsung di jabat oleh Arsya. Mereka berjabat tangan hanya sebentar, karna setelahnya giliran teman yang satunya mengulurkan tangan.

"Nama gue Ni Kadek Devia Putri Sari, lo bisa panggil Devi aja," gadis yang bernama Devi itu tersenyum manis, wajahnya cantik walaupun bersih dari make up. Rambutnya sangat panjang melebihi pinggang, yang ia kepang dua. Sangat-Sangat khas orang Bali, dimana rambutnya dibiarkan panjang terurus dengan baik.

"Hey, kalian mau ke kantin kan, ayok bereng kita," ajak Devi melirik sahabatnya Agus.

Arsya yang sebelum mengambil keputusan melirik sebentar Avan, tapi cowok itu malah masi sibuk dengan buku-bukunya. Arsya pun tidak punya pilihan selain mengangguk. Walaupun masi agak canggung rasanya, makan bersama orang yang Arsya baru kenal.

"Oh iya, nama lo Avan kan, ayok ikut juga," Agus menghampiri Avan, pria itu tampak langsung mendongak, menatap wajah Agus yang ramah.

"Hem ... gue mau ke perfustakaan, lo bisa tunjukin jalannya?" tanya Avan langsung menolak ajakan Agus yang tadi pun langsung di ganti dengan pertanyaan. Tidak peduli kalau nanti Agus kesal akan sikapnya. Karena basa-basi bukan hal yang Avan suka.

"Sama gue aja, kebetulan gue sering ke perfutaskaan," tawar Devi, yang entah kenapa membuat Arsya langsung tidak suka, ia pun langsung minta ikut.

Avan menghela napas, ia menaruh bukunya ke dalam tas. "Kalo gitu nggak usah, gue cari tempatnya sendiri aja," putus Avan. Sangat tidak mungkin ia akan bisa jalan berdua dengan Devi ke perfutskaan, apalagi kalau di lihat Devi sangat cantik, dan mungkin populer. Bagaimana pandangan orang nanti yang jalan dengannya, orang cupu dan tidak tampan sama sekali. Kalaupun bersama Arsya, itu tambah tidak mungkin lagi. Bisa-bisa semakin jadi pusat perhatian mereka.

Avan sudah berjalan ke luar kelas, tapi langsung dihentikan oleh Agus. "Biar gue aja yang anter," balas Agus mengejar Avan keluar kelas.

Setelah mereka sampai di halaman kelas agus berbalik dan mengatakan akan menyusul, yang setelahnya baru lanjut menyusul Avan. Mereka berjalan di tengah kebun yang penuh dengan tanaman bunga, serta rumput-rumput hijau, hanya di tengahnya saja ada jalan untuk siswa lewat, agar tanaman yang ada di sana tidak terinjak. Sebenarnya di sana setiap depan kelas berisi kebun senpajang kelas mereka, setelahnya diberi selah untuk orang jalan kaki, dan biasanya tepat ada di pintu masuk kelas, lalu setelah itu baru di sambung taman lagi. Hampir semua kelar terisi, kecuali untuk kelas tinggkat, jadi mereka juga ada yang mendapat kelas di lorong.

Sekolah itu memang cukup bagus, asri dan sangat adem, jadi tidak perlu repot-repot menaruh AC di setiap kelas. Udaranya sudah sangat segar dan tidak terlalu panas.

Arsya dan Devi masi di kelas, mereka saling tatap, sampai Devi juga langsung mengajak Arsya ke kantin, lagi pula Agus katanya akan menyusul nanti.

***
Sore telah tiba, Avan dan Arsya kembali ke hotel untuk mengambil baju. Kata kepala sekolah mereka bebas tinggal di mana, karena dengan itu mereka bisa melakukan apapun yang mereka mau selama di sana nanti. Keduanya juga tidak keberatan, untuk menyewa satu apertemen yang ada sangat dekat dengan sekolah.

Kenapa bukam kos. Kalau mereka menyewa kos, mungkin tempatnya terlalu sempit, apalagi dengan mereka yang sudah terbiasa hidup dengan ruangan yang luas. Sedangkan kalau mereka menyewa apertemen, setidaknya akan ada satu dapur, ruang tamu, kamar mandi serta kamar lagi di dalamnya, dan tidak menyatu dengan ruang tamu, karna masi ada pintu untuk masuk kamar lagi.

Arsya yang sudah selesai berberes menyeret kopernya keluar kamar hotel, dengan satu tasnya ia tenteng. Barang Rasya memang cukup banyak, berbeda dengan Avan yang cukup hanya membawa satu koper.

"Kalian udah selesai dan ngggak ada yang ketinggalan kan?" tanya Pak Tono yang mengurus segala keperluan Arsya dan Avan, sampai-sampai pak Tono lah yang mencarikan mereka apartemen juga.

Arsya dan Avan mengangguk, sedangkan pak Tono langsung mengajak mereka keparkiran, untuk menuju apartemennya yang baru.

Hanya lima belas menit, mereka akhirnya sampai. Arsya dan Avan yang baru datang langsung di sambut oleh satpam yang bertugas menjaga di sana. Mereka sudah dipesankan kamar lebih dulu, jadi tinggal berjalan menuju kamarnya yang ada di lantai dua. Sebenarnya apertemem itu terdiri dari 5 lantai, dan kebetulan di lantai dua, ada 2 apertemen yang kosong, itupun bersebelahan dan sangat pas.

"Ini apertemen kalian, dan ini kuncinya." pak Tono menyerahkan masing-masing kunci yang berisi nomor tuju dan delapan. Sesuai dengan nomor yang terpasang di pintu.

"Makasi ya, Pak, karna Bapak udah banyak urus keperluan kita selama di Bali," ucap Arsya yang teramat-amat merasa beruntung, karena Pak Tono sudah banyak membantu keperluan mereka. Mungkin kalau tidak ada Pak Tono, mereka sudah kesusahan disini.

"Iya sama-sama, itu sudah jadi kewajiban saya," ucap pak Tono merendah. "Kalau begitu saya pamit," ucap Pak Tono yang langsung pamit undur diri. Meninggalkan Arsya dan Avan, yang sekarang tinggal beres-beres saja.

Arsya menghela napas dalam, membuka pintu apertemennya berlahan. Ini benar-benar waktu yang singkat, tinggal jalanin dan manfaatkan, hanya itu yang ada di benak Arsya. Memang bukan yang terbaik, tapi yakin saja.

"Nikmati waktunya, nanti pasti akan lebih baik," ucap Avan, ia membuka pintu dan masuk ke dalam.

Arsya juga hanya mengangguk, membuka pintunya lalu menyusul masuk. Ini pilihan, dan harus di pilih. Mungkin sulit, tapi jalannya sudah mengharuskan.  Jadi mau melakukan apapun untuk menghidar pasti akan gagal juga.

Kita juga tidak tau, kemana takdir akan menghempaskan, meninggalkan dititik yang tersulit. Tapi kejutan indah juga akan diselipikan, menjadi manisnya kepahitan dalam hidup

Ku Benci Cermin (tahap revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang