8 | Sipping pus

358 15 66
                                    


jika kau tanya rasanya bagaimana, maka semua opsi yang kau berikan tidak akan mendekati. Karena jelas, kau tidak pernah merasakannya.


Haerin melangkahkan kakinya pergi meninggalkan Jungkook setelah kalimat terakhir itu menguar. Rasanya tercampur aduk. Kesal, muak dan semuanya yang tak dapat ia jelaskan satu persatu. Kenapa seolah-olah hanya dirinya yang terlihat sangat bersalah disini. Cih, coba kalau diingat-ingat itu juga anak Jungkook. Iyalah anaknya, memangnya Haerin dapat membuatnya sendiri. Tentu saja tidak, kan?

Tidak tahu kenapa, mendadak jadi kesal sendiri dengan Jungkook. Menyebalkan. Mendadak ingin memasukkannya ke mesin cuci agar tidak mengesalkan. Haerin terus melangkahkan kakinya, hingga tujuannya terhenti di ruang makan. Mengambil gelas kaca tinggi itu, lantas menuangkan cairan bening tanpa rasa itu kemudian menarik salah satu kursi dan mendudukkan dirinya di sana.

Memijat pelipisnya kasar, entahlah rasanya pening. Suasana hatinya yang sudah buruk, kini semakin tambah tak karuan. Astaga, sungguh ya. Masih terheran-heran dalam diam. Jungkook itu punya komposisi pas. Menyebalkan tapi tampan. Brengsek sekali, tapi juga perhatiannya tak kalah lebih. Menggemaskan tapi juga ergh sedikit pervect! pokoknya semuanya ada. Membuat Haerin pening. Pening sekali.

Menghela napasnya kasar saat menyadari bagaimana Jungkook yang tak lama kemudian langsung menghampiri dirinya yang kini tengah menenangkan segala kecamuknya agar tidak meledak semua. Pria Ryeo menunduk, saat sudah di dekat Haerin. Tidak berani menatapnya. "Iya, Rin maaf. Aku tahu kau kesal padaku, tapi jangan di diamkan begini." ucapnya lirih, diselingi nada sedikit takut. Hampir saja kepala dengan surai hitam legam, mengkilat akibat di olesi minyak rambut itu akan mendongak, nyatanya iris amber Haerin telah lebih dulu menatap ke arahnya yang membuat pria itu akhirnya mengurungkan niatnya. Astaga, galak sekali.

Jungkook semakin meneguk salivanya kasar, kemudian menarik kursi di samping Haerin dan duduk di sampingnya. Haerin masih saja stagnan pada posisi dan kegiatannya, tanpa menoleh ke arah sang suami. Sudah ia bilang bukan kalau dirinya ini kesal sekali dengan si pria Ryeo sialan ini. Astaga, tapi mau mengabaikan juga sulit. Ya bagaimana bisa, saat dengan tidak tahu malunya, Jungkook kini malah menatapnya dengan begitu dalam dan sayu.

Damn! Ini adalah kelemahan Kyo Haerin.

Pria Ryeo kemudian memposisikan duduknya—sedikit menyamping lantas mengambil salah satu jemari Haerin, kemudian mengenggamnya samar. Dan berbicara, dengan semburat keteguhan. "Jangan berbicara dengan kalimat seperti tadi. Itu sangat menyakitkan untukku, Rin." tuturnya lembut, seakan ingin meluluhkan hati sang istri dan menepis segala kabut kekesalan itu. Tetapi bukan Haerin kalau langsung luluh. Bahkan, wanita itu saja masih terdiam, tak mengubrisnya sama sekali. Oke, ini benar-benar seperti sebuah tamparan nyata bagi Jungkook.

Haerin bungkam, meskipun birainya sudah gatal ingin mengumpati dan membela diri atas ucapan Jungkook. Kalau pun bukan pria itu duluan yang melayangkan berbagai bentakan dan kalimat yang terdengar begitu kasar, maka Haerin pasti juga tidak akan melontarkan kalimat sedemikian rupa. Padahal aslinya mereka itu sama. Sama-sama terluka tapi tidak mau ditunjukkan. Sama-sama bersalah tapi juga tidak mau mengaku. Lalu bagaimana? Ya sudah. Lebih baik, di tanggung berdua saja jika tidak mau salah satu menang, dan yang satunya mengalah.

Tangan besar itu sekilas mengelus jemari lembut Haerin tanpa tatapnya beranjak. Menatap wajah dengan bulu mata yang masih basah akibat terlalu lama menangis, dan juga kedua sisi pipi yang sudah sedikit memerah. Itu bukan karena di beri godaan mematikan seperti biasa, tapi karena terlalu lama menahan amarahnya. Jadi seperti itu. "Baiklah, kau boleh marah padaku sekarang. Setelah ini, kita harus memikirkan bersama bagaimana memilih pengobatan Hyeori."

Jungkook mengulum senyumnya sejenak, sebelum tangannya mengelus surai Haerin. Merapikan beberapa surai yang tak sengaja menutupi sebagian alis dan dahi cantiknya. "Istriku memang tetap cantik bahkan ketika menangis. Tapi aku tidak ingin melihatnya terus menerus seperti itu. Bukankah akan semakin cantik kalau tersenyum saja, hmm." ucapnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 10, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

IdyllicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang