Hari ini libur, tapi jam 7 pagi Sheena sudah ada di perpustakaan sekolah. Janji bersama Bulan membuatnya terlalu bersemangat hingga datang begitu awal. Sekolah masih sepi, walaupun ada beberapa orang yang bersiap-siap untuk pertandingan basket jam 9 nanti.
Sebetulnya Sheena sama sekali tidak mengerti tentang basket. Dan dengan kepekaannya Bulan mengirim pesan melalui akun Facebooknya semalam yang meminta Sheena untuk menunggu saja di perpustakaan. Sepertinya Bulan bukan tipe lelaki yang memaksa pacarnya untuk duduk bosan melihat pertandingan basketnya, apalagi di lapangan outdoor seperti ini bisa-bisa ia meleleh kepanasan.
Hei, pacar apanya.
Gadis itu menepuk-nepuk pipinya yang ia yakin sudah matang. Ia mengeluarkan buku dan alat tulis dari tasnya. Mencoba berkutat dengan tugas mungkin akan membuat dia melupakan rasa gugupnya.
Berhasil, waktu memang begitu singkat ketika kita melakukan suatu hal. Sheena melirik jam tangannya, hampir jam 11. Ia tersenyum senang, baru kali ini ia sesenang ini setelah menyelesaikan tugas. Ia segera membereskan barang-barangnya. Lapangan begitu ramai ketika ia keluar, tapi sepertinya pertandingan sudah berakhir. Di antara orang-orang yang memakai baju basket ia tak dapat melihat Bulan di sana.
Apa dia sudah di taman belakang?
"Afsheena!" Bulan memanggil dari arah belakang Sheena yang tengah berjalan terburu-buru. Lelaki dengan penyiram tanaman di tangannya itu tersenyum lalu berlari dengan hati-hati menghampiri Sheena.
"Mau kemana sih? Buru-buru banget jalannya." Bulan terlihat segar, rambutnya basah, wangi sabun pria menguar dari tubuhnya. Sepertinya ia mandi.
"Ka-kakak kok-"
Bulan tertawa, "Kamu tuh bisa gak sih gak gagap kalo ngomong sama aku?"
"E-enggak kok, eh, e-emang iya?" Sheena menggaruk tengkuknya kebingungan.
"Tuh kan! Hahaha.."
"Kirain kakak udah nunggu di taman."
"Aku dari tadi udah ngikutin kamu dari depan perpus, kamu sampe segitunya ya ga merhatiin sekitar."
Sheena membelalak, "Masa?!"
Bulan tersenyum. "Ayo, aku sambil mau nyiram tanaman di belakang."
Gadis itu duduk dengan nyaman di ayunan, memandangi punggung bulan yang sibuk menyirami satu persatu tanaman. Bahkan ia seratus persen yakin ekspresi di balik rambut hitam itu pasti sedang tersenyum penuh cinta seperti merawat anak sendiri.
"Jadi apa yang pertama pengen kamu tau, Sheena?" Bulan segera membuka suaranya sedetik setelah ia duduk di bangku siswa yang mungkin telah ia ambil dari laboratorium sebelumnya.
Gadis itu mengulum senyum, menahan debaran jantungnyaa yang mendadak melonjak. "Gimana pertandingan basketnya?"
Sheena mengerti Bulan tidak berbasa-basi saat ini, tapi situasi ini terlalu mengintimidasi.
Bulan tertawa ringan. "Maaf, aku terlalu to the point ya? Emm.. ya tim aku gak menang, aku rasa performaku juga kurang bagus tadi, tapi gak apa-apa kok itu cuma pertandingan persahabatan."
Sheena mengangguk mengerti. "Jadi.. kakak kemana aja selama ini? Kok ngilang?"
Bulan menarik napas dalam. "Kamu tau, banyak orang yang bilang kita gak tau hari esok bakalan kayak gimana itu benar. Aku rasain dan sadari hal itu di umurku yang baru menginjak 15 tahun saat itu.
Sehari setelah kita terakhir ketemu adalah hari terberat aku, Sheena. Kedua orangtuaku meninggal karena kecelakaan dan aku harus ngurus adik aku yang bahkan saat itu baru menginjak 6 bulan saat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
What Is The Purpose?
Teen FictionKadang aku berpikir, apakah seekor kupu-kupu terbang kesana kemari membawa secarik tujuan di sayapnya? Atau ia hanya menikmati nyamannya semilir angin yang menyentuh setiap inci tubuhnya dan melihat betapa indahnya bunga-bunga di sekitar hingga ia m...