6. Tersisip Harapan

1.5K 217 100
                                    

Bekasi tak punya julukan layaknya kota hujan seperti Bogor, ataupun kota istimewa seperti Yogyakarta, dan mungkin tak seramai Jakarta. Bekasi juga tak punya pantai seperti di pe-daerahan yang bisa di jadikan tempat wisata.

Namun kota ini cukup terbilang ramai untuk di definisikan. Tak heran kemacetan yang setiap harinya merajalela di sepanjang jalan. Membuat salah satu dari ribuan lelaki yang menetap di kota itu harus telat datang ke sekolah dan siap menerima hukuman yang berjalan sampai bel penyelamat datang.

"Sabar Cris, sabar. Dikit lagi istirahat," Cris tetap pada posisinya yang sigap hormat di bawah tiang bendera merah putih. Sesekali ia menurunkan lengannya yang pegal kalau-kalau Bu Mala lengah terhadap pengawasan, lalu menaikkannya kembali ketika guru itu memperhatikan.

"Buk." Guru itu menengok, merespon panggilan Cris dengan kedua alisnya yang terangkat.

"Aus." Cris memonyongkan bibir bawahnya bak anak kecil yang sedang merajuk.

"Besok telat lagi, 'ya," jawab Buk Mala, lalu kembali fokus pada layar handphonenya.

Cris berdecak kesal. Jika saja ia datang lebih awal, pasti tidak akan terjebak macet dan berujung pada hukuman menjemur diri seperti ini. Mana harus kena jewer lagi dengan guru BK itu. Untunglah ia mengingat satu mantra yang berhasil menghilangkan sedikit kegundahan hatinya saat ini, itung-itung jamkos, kapan lagi kan? Fikirnya menguatkan pertahanan.

Namun tak lama, wajahnya kembali tertekuk. Membenarkan sebuah pernyataan yang tersirat begitu saja didalam benaknya. Tapi gak berjemur juga!

Ia mendengus pasrah, memandang tajam guru BK yang sedang fokus terhadap layar handphonenya. Sesekali Cris mengejek Buk Mala tanpa pengetahuan siapa pun, meluapkan kekesalannya yang menggebu-gebu pada guru BK itu. Pegel lagi! Sial banget si hari ini.

Kriing!

"Ah, mantap!" Cris langsung berlari tanpa pamit, meninggalkan Buk Mala yang sontak mengangkat pandangan seraya memandangnya dengan terkejut. Ia menggeleng kecil, "tu anak, akhlaknya kemana 'sih? Heran."

-CRIS-

"Berapa kali gua bilang si hah? Gua gak ikut main hari ini." Cris mempercepat langkahnya, pandangannya sedari tadi tak berhenti menulusuri setiap ruangan kantin. Mencari seseorang.

"Terus lu mau kemana, Mau main masak-masakan ama anak cewek?"

"Gak masak-masakan juga pea!"

Davi menyetarakan langkahnya yang sempat tertinggal beberapa kaki, ia mencengkram bahu Cris agar lebih leluasa untuk bertanya pada lelaki itu. Membuat sang empu mau tidak mau memberhentikan langkah.

"Hari Minggu juga lu nolak. Sekarang nolak lagi? Lu kan kapten, pea, mesti di asa terus kemampuan lu main basket. Entar kalo nyaho gara-gara udah kelamaan gak main gimana? Lagian kenapa si? Biasanya juga elu yang ngajakin main basket, sekarang nolaaak terus. Ada apa sih lu?"

"Ck, lagian kan hari ini giliran circlenya Ilham."

Davi terbelalak mendengar perkataan Cris yang tampak sangat bersejarah dalam hidupnya itu,"SEJAK KAPAN LU MIKIR GITU?!" Teriaknya memastikan bahwa telinganya tak salah dengar.

Diferencia (Proses Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang