Plak!
Satu tamparan mendarat di motor sport berwarna biru yang tertata rapi bersama beberapa motor di sampingnya. Davi terkejut kala melihat motor yang dipukul itu adalah miliknya. “Kurang ajar lu, Cris! Gak motor gua juga kali lu timbuk!”
“Eh... maap, maap.” Cris menggaruk
tengkuknya. “Lagian, ah! Songong banget yang ngaduin! Awas aja kalo ketemu orangnya! Abis sama gua!”
Wajah tengilnya muncul lagi ketika mengingat Buk Mala menjewer sebelah kuping Davi dengan tangan
kanan dan menjewer kuping Ilham dengan tangan kiri menuju ruang BK.Guru BK itu tidak lupa meneriakkan
jampi-jampi yang sudah biasa didengar murid-murid Ravindra. “KALIAN LAGI, KALIAN LAGI!”
“Kayak baru pertama kali aja lu digituin,” komentar Alfath.“Ck! Intinya kita udah ribut kayak rakyat yang memperebutkan kemerdekaan! Eh taunya udah
keburu bel masuk. Bangke emang. Bonyok iya, main kagak.” Putra menimpali.
“Udah ah, pada dibawa ribet amat si lu pada. Gua mau balik. Kalo lu pada mau nginep di sini, silahkan. Ntar nginep sama Mpok Marni sekalian,” kata Alfath.
Davi bergidik ngeri mengingat salah satu cleaning service yang umurnya sudah memasuki kepala empat itu. Mpok Marni kerap mengedipkan
sebelah matanya jika bertemu anak-anak berparas tampan seperti mereka. “Awas lu!” usir Davi pada
Alfath yang menghalangi jalannya.Namun, tak lama setelah duduk di motor, Davi merasakan sesuatu
menindih jok belakangnya. “Jiah, Putra! Ngapain si lu?” Davi berdecak saat mendapati Putra sudah
duduk manis di belakangnya.
“Ya elah, nebeng kali. Lu kan tau motor gua masih di bengkel.”
“Ah! Ama Alfath sono! Dia kan baik hati dan tidak sombong. Gua ogah, ah!” tolak Davi.“Ama lu aja, ah! Kita kan searah, Ganteng!”
“Dih, mana ada! Lagian lu tadi berangkat naik apa?”
“Ojol,” jawab Putra enteng.
“Ya udah, naik ojol lagi, lah!”
“Duit gua abis!” Putra memasang muka tertekan.
“Ah, resek! Fath, anter nih temen—“ kalimatDavi terputus kala melihat Cris dan Alfath sudah tidak berada lagi di dekatnya.
Bruum! Alfath mengencangkan laju motornya. “Gua ama Cris duluan!” Sedangkan Cris sedikit menoleh lalu melambaikan tangannya dibarengi
dengan seringai kuda.
“Makanya gua maunya nebeng sama lu.” Putra tersenyum lebar menunjukkan deretan giginya.
“Gak setia kawan lu pada!” Setelah
mengatakan itu, Davi menancapkan gas sambil merutuk sendiri di atas motor.
“Udah, gak usah marah-marah gitu dong. Gak jauh kok jarak rumah kita, paling cuma empat kilo. Ya kan, Dav?”“Kampret!”
Mereka berjalan menembus sejuknya udara senja bak pasangan yang dapat membuat iri kaum hawa di luar sana. Hingga tak terasa sudah genap enam menit perjalanan mereka.
“Put,” panggil Davi, “lu kan ganteng nih, baik lagi kan...”
“Iya dong, pasti,” sahut Putra, tersenyum lebar sambil mengusap-usap rambutnya.
“Lu kan udah gua kasih tumpangan nih,” tambah Davi.
“Iya, terus?”
“Besok lu full-in bensin gua ya? Tekor nih. Apalagi ditambah nganterin lu.”
Seketika Putra mendengus.
***
Kedua lelaki jangkung itu memasuki bangunan bernuansa putih. Mereka memarkirkan motor masingmasing di tempat yang sudah disediakan, tentu saja setelah gelak tawa yang tercipta di perjalanan tadi. Davi dan Putra menjadi topik obrolan mereka
barusan.“Jadi lu beneran mau ikut jenguk adek gua?” Cris meredakan tawanya.
“Udah sampe sini lu masih nanya! Lagian lu taulah, ortu gua kerjaannya ke luar kota. Daripada plonga-plongo di rumah, mending ngikut elu.”
Beberapa pasang mata sempat melirik kehadiran mereka. Ada yang berbisik, ada yang melihat secara terang-terangan, ada pula yang
mencuri-curi pandang. Mereka berhenti di lantai tiga.
Cris mengarahkan tujuannya ke ruang rawat inap yang bertuliskan ‘Ruangan 207’.
Ia memutar kenop hingga pintu terbuka dan terlihatlah seorang perempuan yang berumur tidak
beda jauh dari mereka sedang tertidur pulas, membuat Cris tersenyum tipis. Alfath melirik gadis itu sebelum perhatiannya terpusat pada Cris. Seketika alisnya bertaut. Ia seperti melihat sisi lain Cristiano Charles Alexander.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diferencia (Proses Terbit)
Teen FictionFollow Instagram @ourplaceee_ Namanya, Cristiano Charles Alexander. Bermain basket di hari Minggu sudah seperti rutinitas bagi Cris. Namun, pagi itu, tidak seperti hari Minggu biasanya. Pertemuannya dengan seorang perempuan mengubah banyak hal dalam...