Part VI - When Spring Blows

762 84 50
                                    

Zenitsu meneriaki temannya yang beranting hanafuda itu dari lantai dua. Sambil melambaikan tangan, memberikan salam selamat jalan. Ditemani oleh Inosuke yang sedang menggigit yakitori yang entah ia dapat dari mana.

Besok hari minggu, jadi tidak ada kelas. Tanjiro kebetulan tidak ada kegiatan lain setelah sekolah di hari sabtu ini. Zenitsu dan Inosuke masih tertahan karena hari ini mereka giliran piket membersihkan kelas. Sangat tidak menguntungkan untuk Zenitsu yang tidak bisa mengajak Inosuke bekerjasama.

Tanjiro membalas sapaan mereka dari bawah bersama Genya yang juga sudah bebas untuk pulang duluan. Genya sudah berjanji untuk membonceng Tanjiro ke tokonya dengan motor trail miliknya.

Katanya sebagai balas budi sudah membantu mengajari mata pelajaran fisika beberapa hari yang lalu, kebetulan juga, kakaknya Genya; Sanemi, sedang ingin ohagi, sekalian saja berkunjung ke toko keluarga Kamado untuk membeli beberapa dan dibawa pulang.

Selama di perjalanan, mereka mengobrol tentang cita-cita mereka kedepannya. Genya bilang ingin masuk jurusan pertanian. Cukup unik untuk orang dengan paras bak preman seperti Genya.

Tapi Tanjiro tahu kalau Genya memang pandai berkebun. Lihat saja pohon-pohon bonsai yang cantik menghiasi taman belakang rumahnya. Ketika Genya kembali bertanya, Tanjiro menggumam.

Ia masih bingung untuk melanjutkan studi impiannya; Hukum, atau Manajemen Bisnis, hitung-hitung melanjutkan usaha toko milik keluarganya.

"Tapi untuk sekarang, aku ingin mencoba menjadi yang terbaik untuk ibu dan adik-adikku." Ucap Tanjiro dari balik helmnya yang ia pinjam dari Genya. Genya bersenandung paham. Ia dapat bersimpati pada Tanjiro.

Situasi keluarga mereka cukup mirip. Ayah tidak ada, anak ada banyak. Tetapi masih ada Sanemi dan Genya yang akan bertanggung jawab atas adik-adik mereka, seperti Tanjiro dan juga Nezuko.

Sembari menunggu lampu merah berlalu, Genya kembali teringat akan suatu hal.

"Oh ujian fisikamu waktu itu! Bagaimana hasilnya? Kau membereskannya dalam tiga puluh menit, kau gila Tanjiro! Dapat nilai berapa dengan waktu segitu?"

Tanjiro kembali mengingat-ingat. Maksud Genya ujian yang waktu itu 'kan? Yang Inosuke terlambat masuk kelas?

"Um, sebentar coba aku ingat-ingat lagi...Sembilan puluh tiga...?"

Genya berpaling ke belakang secepat kilat, membuka kaca helmnya ke atas dan memandang Tanjiro dengan mata membalak. "HAH?"

"Aku lupa untuk menurunkan satu rumus, tapi jawabanku benar. Tetap 'sih, mungkin dengan waktu yang-..." Tanjiro kembali meracau tentang ujian fisika seminggu yang lalu.

Tiga puluh menit untuk Sembilan puluh tiga poin. Tanjiro kau jenius. Omong-omong, Kanao juga waktu itu tidak mau kalah, dan mengumpulkan setelah lima belas menit Tanjiro keluar dari kelas. Kalau tidak salah, nilainya sempurna.

Duo Kamado dan Tsuyuri ini memang terkadang menakutkan.

Tapi dengan Tanjiro mengorbankan tujuh poin tersisa, Inosuke bisa mendapatkan delapan puluh. Sebuah keajaiban untuk seorang Hashibira Inosuke bisa lulus dalam ujian fisika.

Mereka selamat sampai tujuan. Biasanya, Genya sering mengebut kalau membawa motor. Tapi karena hari ini ada yang ia bonceng, bawa motornya lebih hati-hati. Salju sudah mulai melapisi trotoar. Tipis namun warnanya sangat kontras.

Tanjiro mempersilahkan Genya masuk dan beristirahat sebentar untuk menghangatkan diri sembari menunggu ohagi pesanan kakaknya dihangatkan.

"Oi Shinazugawa! Lama tak berkunjung kemari!" Pria umuran dua puluh delapan itu bersapa akrab dengan Genya. Murid SMA dengan potongan rambut Mohawk itu ber-brofist ria dengan yang bisa ia sebut 'teman sepergaulan'.

Tsukihiko Sensei ❤️ My Bread! [ MuzanxTanjiro ] Modern AUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang