Part X - What Lies Ahead

653 57 18
                                    

Tanjiro melanjutkan sekolahnya seperti biasa. Walaupun terkadang ia selalu tersipu malu ketika berpapasan dengan Tsukihiko-sensei di daerah sekolah, ketika berpapasan di lorong atau ketika beliau sedang mengajar di kelasnya.

Sulit memang untuk kembali fokus tanpa kembali teringat ke cumbuan-cumbuan manis yang mereka (sering) lakukan. Entah di ruang guru ketika kosong, atau di dalam mobil Tsukihiko-sensei. Ya, Tanjiro kerap kali pulang bersama senseinya sekarang. Teman-temannya tidak ada yang tahu, Tanjiro dan Tsukihiko-sensei mengakalinya dengan menjemputnya diluar area sekolah. Tanjiro akan melangkah keluar sekolah terlebih dahulu, setelah sampai di perimeter dimana ia tidak di daerah sekolah, Tsukihiko-sensei akan menjemputnya. Cukup backstreet memang.

Tapi Tanjiro tidak merasa berat hati dengan itu. Lagipula jika pihak sekolah tahu, Tsukihiko-sensei bisa kena masalah, ia pun bisa kena skorsing.

Hari ini Tsukihiko-sensei menjemputnya lagi di depan toko kelontong belakang SMA. Mereka berencana untuk kencan sebentar lalu Tanjiro akan diantarnya pulang. Hari ini Tanjiro yang memilih mereka akan beli apa.

Seperti biasa, datang ke toko, memesan, lalu kembali ke mobil. Mereka benar-benar tidak boleh ketahuan oleh siapapun, bayangkan jika ada siswi dari SMA berpapasan dengan mereka berkencan di café crepe tengah kota, apa sekolah tidak akan geger?

"Sensei ingin rasa apa?"

"Tsukihiko saja, kubilang. Kita hanya berdua"

Tanjiro menunduk tersipu malu. Ia belum terbiasa melepaskan titel honorifik dari nama guru fisikanya. Lagipula, Tsukihiko-sensei jauh lebih tua darinya, mungkin berbeda berapa tahun? Selupuh? Sebelas? Tanjiro lupa. Mengesampingkan pikiran tadi, Tanjiro terkekeh garing memandang gurunya sambil menggaruk pipinya yang tidak gatal.

Tsukihiko-sensei kembali bertanya ada menu apa saja di café tersebut. Tanjiro mengeluarkan ponsel pintarnya dari saku dan mulai mencari di situs internet. Ada beberapa rasa yang direkomendasikan toko seperti nutella, whipped cream dan pisang (Tanjiro mau yang itu) dan beberapa rasa yang tidak begitu manis seperti menu lain.

Contohnya crepe dengan bubuk kopi dan krim cappuccino, atau crepe coklat dan krim kopi. Tsukihiko malas berpikir panjang dan menyuruh Tanjiro memilihkan yang kelihatannya enak untuknya.

"Ini, bayar dengan kartuku."

Terlihat Tsukihiko-sensei mengambil dompetnya dari laci dashboard mobil, mengambil kartu dan memberikannya ke arah Tanjiro.

"Tapi sen- Tsukihiko-san, hari ini 'kan aku yang pilih? Aku yang bayar harusnya."

Tsukihiko mendecih, mengembalikkan dompetnya kedalam laci dashboard dan membukakan kunci pintu mobil, masih menyodorkan kartu bank berwarna hitamnya pada Tanjiro yang bersikeras menolak.

"Aku pacarmu. Sudah sana cepat beli, lalu kembali kemari."

Hari ini Tanjiro kembali mengalah. Tsukihiko-sensei tidak pernah mengizinkannya untuk membayar apapun, Tanjiro secara personal jadi merasa terbebani, rasanya ia hanya jadi benalu disini. Hubungan itu terjadi atas kerjasama dua orang 'kan? Masa yang bayar selama ini hanya boleh Tsukihiko-sensei saja?

Tanjiro pikir itu cukup tidak adil karena ia juga ingin ikut andil dalam hubungan romansa ini. Tapi setiap perkataan Tsukihiko-sensei itu selalu terdengar mutlak; Tsukihiko-sensei juga tidak suka menerima penolakkan.

Tanjiro mendesah lembut dan beranjak keluar dari mobil, melihat sekeliling, memastikan tidak ada yang mengenalinya, lalu ia lanjut berjalan menyebrang ke arah dimana café tersebut berada. Tsukihiko sedikit melonggarkan dasinya dan memiringkan senderan kursinya ke belakang sedikit untuk beristirahat.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 13, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tsukihiko Sensei ❤️ My Bread! [ MuzanxTanjiro ] Modern AUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang