Abhi duduk di kursi yang terletak si samping jendela kamarnya. Terlihat olehnya, derasnya air hujan mengguyur tanah tanpa ampun, disertai angin yang cukup kencang. Membuat beberapa tanaman bunga milik ibunya rusak. Bahkan, beberapa ranting pohon mangga dan alpukat yang ia tanam di samping rumah pun ikut patah.
Pandangan Abhi beralih pada kalung yang berada di atas telapak tangannya. Ukiran dua huruf yang terpahat indah di sana, mengingatkan ia pada wanita itu, yang ternyata bernama Faradina.
Tadi, setelah mengantar Disha pulang, Abhi mendatangi hotel tempat ia menginap semalam. Ia langsung menemui Ardi yang masih menginap di sana dan meminta tolong pada temannya itu, supaya ia diperbolehkan melihat cctv yang terpasang di koridor lantai empat di mana ia menginap semalam.
"Tolongi gue, Ar."
"Oke. Bentar ya, gue ngomong dulu sama kakak gue." Ardi menghubungi kakaknya yang merupakan pemilik hotel ini.
"Kakak gue ngijinin. Ayo kita turun!"
Abhi merutuki kebodohannya ketika ia melihat wanita itu masuk ke dalam kamar yang terletak tak jauh dari kamarnya. Pantas saja wanita itu cepat menghilang, ternyata kamarnya hanya selisih dua nomor saja dari kamar tempat ia menginap.
Berkat rekaman cctv tersebut, akhirnya Abhi tahu nama dan alamat wanita itu. Ia berniat pergi ke rumahnya malam ini juga. Tapi, hujan deras yang disertai angin kencang yang tiba-tiba turun, membuat Abhi mengurungkan niatnya. Apalagi jarum jam sudah menunjukkan angka sembilan, terlalu malam untuk bertamu.
"Makasih ya, Ar." Abhi duduk di sebelah Ardi yang sedang memangku Widi.
"Udah, Bhi?" tanya Ardi. Tadi, ia tidak bisa menemani Abhi melihat cctv karena Widi menangis. Jadi, ia menunggu di luar. "Sama-sama, Bhi. Kalau loe butuh bantuan lagi, tinggal hubungi gue."
Abhi mengangguk. Tak lupa, ia minta maaf pada Ardi karena tidak ikut bergabung dalam pesta ulang tahun Widi siang tadi. Setelah menitipkan kado untuk putra temannya itu, ia pamit pulang karena hujan juga sudah sedikit reda.
Abhi kembali memandang kalung itu. "Namanya Dina, ya." Lirih Abhi, lalu memandang jam weker kuno berwarna putih yang ada di atas nakas di samping ranjang miliknya. Jarum jam menunjukkan angka sebelas malam. Ia bangkit dari duduknya, lalu menutup tirai jendela. Menyimpan kalung milik Dina ke dalam laci meja.
Abhi menyetel jam weker tepat pukul empat. Lalu, ia merebahkan tubuhnya dan menarik selimut sebatas leher. Dalam hati ia berdo'a, semoga besok diberi kelancaran.
🍂
Dering jam weker yang cukup nyaring, membangunkan Abhi dari tidur nyenyaknya. Ia mengambil jam tersebut, lalu menggeser tombol alarm untuk menghentikan deringnya. Jam weker itu sangat berarti untuknya karena benda tersebut dibelikan oleh almarhum ayahnya dulu. Itulah sebabnya, Abhi merawat benda peninggalan ayahnya itu dengan baik dan masih memakainya sampai saat ini.
Abhi meletakkan kembali jam weker tersebut di atas nakas. Ia turun dari ranjang dan beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri sebelum melaksanakan sholat subuh.
Rencana tinggal rencana. Tadinya, setelah sholat subuh, Abhi mau langsung berangkat mencari rumah Dina. Tapi, ibunya mengajak Abhi takziah ke rumah Disha karena ayah wanita itu meninggal dunia.
Setelah selesai sarapan, Abhi mengeluarkan mobilnya dari garasi. Disusul bu Salma yang kini tengah duduk di samping putranya itu.
"Di sana sampai jam berapa, Bu?" tanya Abhi ketika mobil sudah mulai berjalan meninggalkan halaman rumahnya.
"Belum tau, Bhi. Kita lihat aja nanti. Emang kenapa?"
"Enggak pa-pa sih, Bu. Cuma aku ada urusan kerjaan," jawab Abhi sedikit berbohong pada ibunya. Untuk saat ini, ia belum bisa jujur pada ibunya tentang kejadian itu. Ia akan mencari waktu tepat untuk menceritakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Jodoh - End (Sudah Terbit - Repost )
RomanceCover by Henzsadewa 🍂 Pengkhianatan oleh kekasih dan sahabatnya membuat Abhi tak percaya lagi akan adanya cinta. Hatinya seakan mati membuat ia enggan membuka hati dan merajut kasih dengan wanita mana pun. Apakah Abhi akan tetap bertahan dengan pri...