"Kamu baru pulang, Nak?" tanya Salma ketika melihat Abhi masuk ke dalam rumah melalui pintu samping.
"Loh, Ibu belum tidur?" Abhi menghampiri Salma yang tengah duduk di kursi. Sudah hampir jam sepuluh malam, seharusnya ibunya sudah tidur.
Salma menggeleng. "Ibu nungguin kamu."
"Harusnya Ibu tidur aja, nggak usah nungguin. Kan, tadi Abhi udah kirim pesan ke Ibu, bakal terlambat pulangnya."
"Ibu khawatir, Bhi. Apalagi tadi hujan deras banget. Takut terjadi apa-apa sama kamu."
"Maafin Abhi, udah buat Ibu khawatir."
Salma tersenyum dan mengangguk. "Kamu udah makan?"
"Udah, Bu. Tapi laper lagi." Abhi tak berbohong. Ia memang sudah makan tadi, walau hanya satu bungkus roti untuk mengganjal perutnya.
"Baiklah, Ibu siapin makan buat kamu, ya."
"Nggak usah, Bu. Nanti Abhi ambil sendiri aja. Lebih baik Ibu tidur. Lagian, aku mau mandi dulu."
"Baiklah." Salma beranjak dari duduknya dan masuk ke dalam kamar, bersiap untuk tidur.
Abhi bergegas masuk ke kamarnya. Ia sudah tidak sabar ingin membersihkan tubuhnya yang terasa lengket. Walau pun hujan dan hawa terasa dingin, tapi tetap saja ia berkeringat karena harus bolak-balik mencari Dina.
Abhi duduk bersandar di kursi dekat jendela kamarnya. Ia memejamkan mata yang entah kenapa terasa berat. Baru saja terlelap, terdengar bunyi dari perutnya yang minta diisi. Ia mengusap lembut perutnya berulang kali, berharap rasa lapar itu hilang. Bukannya hilang, justru perutnya bertambah lapar dan perih. Lantas, ia membuka mata.
"Ngantuk tapi laper."
Akhirnya Abhi memutuskan beranjak dari duduknya dan keluar dari kamar dengan sedikit malas. Ia harus makan, jika tidak, pasti tidurnya pun tak akan nyenyak. Belum lagi kalau maghnya kumat. Sungguh tidak nyaman.
Sesampainya di ruang makan, ia membuka tudung saji dan menemukan masakan kesukaannya. Sup daging dengan aneka sayur yang nampak menggugah selera.
Disentuhnya mangkuk tempat sup tersebut. Dingin. Abhi membawa mangkuk tersebut ke dapur, menuangnya ke panci lalu memanaskannya sebentar. Dirasa cukup, ia kembali menuang sup tersebut ke dalam mangkuk tadi.
Abhi kembali ke ruang makan, lalu mengambil nasi beserta sup, tempe goreng dan juga sambal untuk mengisi perutnya.
🍂
"Pagi, Bu." Abhi memeluk Salma yang tengah menyiapkan sarapan di meja.
"Pagi," balas Salma sambil tersenyum. Ia menepuk lengan kekar putranya yang terbalut kemeja berwarna abu-abu.
"Pagi, Bik," sapa Abhi pada bi Ijah yang baru saja datang dari dapur membawa piring dan sendok.
"Pagi juga, Mas Abhi."
"Sudah lengkap. Ayo kita sarapan," ajak Salma pada Abhi dan bi Ijah.
Mereka memang selalu makan bersama-sama. Bagi Salma, bi Ijah bukan hanya sekedar asisten rumah tangga. Tapi, ia sudah menganggap wanita yang hidup sebatang kara itu seperti saudara sendiri.
"Oh iya, Bhi. Kamu jadi beliin kue di toko langganan Ibu nggak kemarin?" tanya Salma setelah selesai makan.
Abhi menepuk jidatnya. "Oh iya. Abhi jadi beli kemarin, Bu. Cuma lupa, masih di mobil. Abhi ambil sebentar."
Abhi beranjak dari duduknya lalu mengambil kunci mobil di dalam kamar. Setelah itu, ia bergegas membuka pintu mobil untuk mengambil kue pesanan ibunya kemarin. Lelah tubuh serta pikiran membuat ia melupakan kue tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir Jodoh - End (Sudah Terbit - Repost )
Roman d'amourCover by Henzsadewa 🍂 Pengkhianatan oleh kekasih dan sahabatnya membuat Abhi tak percaya lagi akan adanya cinta. Hatinya seakan mati membuat ia enggan membuka hati dan merajut kasih dengan wanita mana pun. Apakah Abhi akan tetap bertahan dengan pri...