Chapter One

196 36 21
                                    

Agustus 2016

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Agustus 2016

Name tag, Kemeja putih rok hitam, buku panduan serta buku catatan kecil. Persiapan PKKMB atau ospek telah kusiapkan.Sudah tengah malam tapi aku masih terjaga dalam ruangan persegi.

Hingga pukul dua malam baru bisa tertidur karena sepertinya tetangga kamar kosku terbangun. Sejujurnya aku tidak bisa tidur karena suara bisingnya.

Suara gaduh membangunkanku esoknya. Penasaran kubuka jendela. Mataku seketika membelalak. Sudah hampir pukul 7, dan aku belum mandi.

Mandi 5 menit sudah cukup membuatku segar. Kemeja putih dan rok hitam sudah siap kupakai.
Setelahnya.

Tentu saja aku berlari menuju gedung tempat PKKMB. Tidak jauh namun menguras tenaga untuk berangkat di jam-jam akhir.

06.57 dengan terengah-engah aku sampai di pintu gedung.

Aku mengecek jam tangan. Sudah terlambat. Dan aku masih belum duduk digolongan mahasiswa Fakultas Ekonomi.

Dari kejauhan terlihat kakak-kakak BEM
'Sudahlah mungkin memang waktunya dihukum.' walau pikiranku seperti itu sebenarnya aku takut.

Greb!

Seseorang tak kukenal menarik lenganku cukup keras, sampai terhuyung. Ia membaca raut wajah kagetku.

"Duduk disini aja ada Komdis."

"Tapi saya bukan jurusan ini."

"Terserah sih, dibanding kena punismen." Ujarnya sembari tertawa.

Sial. Dari tertawanya aku tahu jika dia sedang mengolokku. Secara mana mungkin aku memilih punismen.

Selama berjam-jam aku duduk disebelah pria yang sama sekali tak kukenal dan tak ada perkenalan diantara kita.

"Dah dapet nasi kotak belum By?"

Mataku membelalak. Terkejut atas ujarannya.

Lagi-lagi ia tertawa sembari memberikan nasi kotak kepadaku. Kali ini ia hanya menaikkan sebelah alisnya dengan maksud menunjuk kepada name tag.

Rasanya pada saat ini juga aku ingin lenyap dari hadapannya.

Sembari tertawa ia menepuk bahuku dan memberiku ponselnya.

Tanpa ada pertanyaan seperti sebelumnya kuputuskan untuk langsung memberikan nomer ponsel.

"Saya Aji Daya Rajendra. Terserah mau manggil apa. Dipanggil By juga gak apa-apa." Aku tahu dia mengusiliku karena perihal tadi, tak kugubris dan melanjutkan makan siangku.

Setelah istirahat kami  semua diperintahkan membuat kelompok berisi 8 orang harus terdiri dari jurusan berbeda.

Senyum Rajendra makin ketara, "Tuhkan takdir."

Kubiarkan dia berbicara sendiri. Karena sejak tadi ia sudah melakukan hal seperti itu.

Ia mencari tambahan orang dengan cekatan. Tadinya aku mau membagi, aku mencari tiga orang lagi dan dia tiga. Namun dia bersikeras jika lebih cepat dicari bersama-sama.

Setelahnya kami berdelapan serempak mengikuti instruksi Rajendra.

Diam-diam aku kagum atas jiwa kepemimpinannya. Atau memang aku perempuan tak berinisiatif. Lebih mudah mengikuti dibanding mencari jalan sendiri pikirku.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
KALA |• Park Jihoon (Short Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang