Chapter three

111 30 19
                                    

Satu bulan setengah kami mengenal kemudian satu pertanyaanku terjawab melebihi ekspetasi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Satu bulan setengah kami mengenal kemudian satu pertanyaanku terjawab melebihi ekspetasi. Tak ada alasan untuk menolak.

Kami berpacaran.

Aku si gadis kaku. Tidak seru. Tidak pintar-pintar sekali. Dan masih kalah cantik dengan para perempuan di fakultas Ekonomi.

Selalu banyak cerita menarik yang keluar dari mulutnya. Tak pernah membosankan.

Dibawah rindang pohon didepan perpustakaan kulihat ia tengah sibuk dengan headphone yang disambungkan pada laptobnya. Dahinya mengernyit matanya memejam. Didetik berikutnya mengacak rambutnya yang sudah bisa diikat.



Kuputar arah untuk ke koperasi terdekat guna membeli minuman dingin. Tak lama aku kembali ke tempat semula namun Aji aka Rajendra sudah tidak ada.

Baru akan menelpon sebuah telapak tangan bertengger dibahuku.


"Refreshing yuk by." Gerutunya lengkap dengan cebikan kesal dari mulutnya.

"Mau kemana? Kuliner? Caffe? Atau yang lain?" Tawarku sembari memberikan sebotol air dingin yang tadi kubeli kepada Rajendra.

Sesaat ia merogoh denimnya. Menyengir menunjukkan dua kertas berwarna silver.

Alisku bertaut, "Tiket?"

"Konser Pamungkas. Di kampus sebelah. Mau nemenin saya kan?"

Melihat wajah memelasnya tidak sampai hati untuk menolak. Anggukan dariku membuat Rajendra  memelukku saat itu juga. Eh maksudnya Aji. Aku belum terbiasa memanggilnya Aji.

...

Hari konser ternyata hujan cukup deras. Sebenarnya tidak berpengaruh karena konsernya didalam dorm. Hanya saja untuk menuju ke tujuan aku malas.

Seharian menyiapkan outfit yang cocok ke konser. Kemudian hari H malah hujan. Rasa malas menjalar ke seluruh tubuh. Membayangkan terkena tampias semakin membuatku tak segera beranjak dari kursi dan meja yang ada di kamar kosku.

Ji ✨
| 10 menit lagi sampai by

Sebuah notifikasi dari kekasihku seketika menghilangkan rasa malas. Aku takut dia menunggu. Rasa takut mengecewakannya selalu hadir kala kami merancanakan sesuatu. Walaupun kekhawatiran itu hanya sekadar ketakukan tanpa ada satupun yang kejadian.

10 menit cukup untukku mandi dan bersiap. Kemeja putih oversize dan celana polos mocca  serta tas selempang kecil sudah cukup untukku. Riasan tipis dengan lipstick warna nude.

Hujan sudah tidak sederas tadi, hanya rintik namun rata menyeluruh. Membuatku bingung apakah harus kusiapkan jas hujan? Aji biasanya menjemput menggunakan motor maticnya.

Ingin bertanya kepadanya tetapi belum ada kata yang tepat untuk dituliskan. Perihal seperti ini menurutku sangat beresiko. Bisa saja pertanyaanku membuat salah paham.

Ji ✨ calling~

"By saya udah didepan. Udah selesai siap-siapnya? Santai saja saya tungguin kok." Cerocos panjangnya sama seperti ibu-ibu  tak memberi jeda untukku menjawab.



"Iyaaaa Ji, saya dibelakang kamu Haha." Jawabku sembari membuka pintu gerbang.


Telepon kami matikan. Aji lagi-lagi menyambutku dengan senyumnya. Laki-laki dengan tinggi 178 cm tersebut terlihat sangat berbeda dari biasanya. Hiasan kalung dilehernya seperti  tidak seimbang degan style ku yang terlampaui polos.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mau berangkat sekarang?" Tawarnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mau berangkat sekarang?" Tawarnya.

Aku mengangguk, detik setelahnya ia membukakan pintu mobilnya.



Hari itu hari pertamaku pergi ke konser. Bersama Aji atau lebih sering tertulis Rajendra.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
KALA |• Park Jihoon (Short Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang