"Rissa... makan sendiri aja yuk, Sayang. Kasian loh Ayah kamu gak makan-makan kalau nyuapin kamu mulu," bujuk Naila pada anak mereka. Dia geleng-geleng kepala karena sang putri manja sekali pada Arven. Ya wajar memang jika mengingat baru-baru ini saja Clarissa bisa mendapatkan perhatian dari Ayah kandungnya itu.
Tadi Arven datang untuk mengantar Clarissa pada Naila saat mereka ingin memulai sarapan. Akhirnya mereka pun menawari Arven sarapan bersama karena pastinya laki-laki itu juga belum makan. Hingga sekarang ini, Clarissa malah duduk di atas pangkuan Arven dan minta disuapi makanan oleh Ayahnya itu.
"Gak papa kok. Saya bisa nanti," sahut Arven seraya menatap Naila dengan senyum di bibirnya. Dia pun kembali menyendokkan nasi beserta lauk pauknya lalu mengarahkannya ke mulut putri kecilnya itu.
"Tapi emangnya Dokter gak bakalan telat?"
"Puskesmas mulai buka jam setengah sembilan, Naila. Masih lama," sahut Arven lagi yang hanya diangguki oleh Naila.
"Ngomong-ngomong, umur Clarissa berapa tahun tepatnya?"
Arven mulai menyendokkan makanannya sendiri ke dalam mulut saat Clarissa sudah merasa kenyang. Dia bahkan tak masalah makan di satu piring yang sama dengan anaknya itu.
"2 minggu lagi genap 4.5 tahun, Dokter."
"Sebentar lagi udah bisa sekolah TK berarti," ujar Arven yang kembali diangguki Naila. Arven pun menghela napasnya sebelum dia menatap lekat ke arah Naila.
"Sekali lagi maafkan saya, Naila."
"Sudah saya bilang kalau Dokter gak perlu minta maaf."
Sekar tersenyum begitu melihat dan mendengar pembicaraan Naila bersama Arven. Dia yakin kalau mantan menantunya itu memang sudah banyak berubah. Dia hanya bisa berharap dan mendoakan kebahagiaan untuk mereka.
***
"Kamu pengen pernikahan kita yang kedua ini seperti apa?"
Wajah Naila merona ketika ditanya seperti itu oleh Arven. Dia tak pernah memiliki rencana pernikahan yang harus begini-begitu. Karena menurutnya asalkan nikahnya sah, maka itu sudah lebih dari cukup.
"Yang kayak pertama juga gak masalah."
Kening Naila mengernyit ketika melihat Arven menggelengkan kepalanya.
"Saya gak mau kayak yang pertama. Soalnya waktu itu saya nikahin kamu dengan niat yang gak benar. Kali ini saya ingin menikahi kamu dengan niat yang lebih benar. Yakni ingin mengharapkan ridha Allah dan menyempurnakan separuh iman saya."
Naila merasa terharu dengan apa yang Arven katakan. Bibirnya pun melengkungkan sebuah senyuman yang begitu manis. Dia percaya kalau akan bisa bahagia bersama Arven. Karena mantan atau bahkan calon suaminya itu sudah benar-benar berubah.
"Kali ini juga saya ingin pernikahan kita disaksikan banyak orang. Biar lebih banyak yang mendoakan kebahagiaan kita," tambah Arven lagi. "Kamu gak keberatan 'kan?"
Naila menggelengkan kepalanya. Dia ikut saja dengan rencana yang sudah Arven persiapkan. Laki-laki itu mengurus pernikahan mereka yang katanya akan siap dalam dua minggu ke depan. Urusan di KUA juga tidak begitu sulit mengingat pernikahan mereka masih tercatat secara hukum. Sehingga mereka hanya perlu menikah secara agama.
***
Arven memang tidak pernah mengumbar-umbar statusnya dengan Naila pada warga di sana. Hanya Pram dan Andien yang mengetahui kalau mereka pernah menikah. Dan mereka berdua pula yang lebih dulu tahu kalau Arven akan kembali bersama Naila. Mereka pun ikut senang begitu mendengar itu dan senantiasa membantu persiapannya. Hingga beberapa hari menjelang hari H barulah Arven mengundang para warga di sana yang tentunya sempat memunculkan rasa tak percaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Agreement
RomanceSesuatu yang diawali dengan niat tidak benar ternyata akan berakhir sia-sia. Arven sudah mengalami sendiri hal itu karena menikahi Naila dengan maksud dan tujuan tertentu. Sehingga setelah tujuan itu tercapai, pernikahan mereka pun berakhir di saat...