Versi lengkap cerita ini hanya tersedia dalam bentuk Ebook di Playstore (PDF) atau novel cetak.
Kuucapkan terima kasih buat kalian yang sudah mendukung authornya langsung dengan membeli ebook original.
Untung yang membeli secara bajakan, atau malah membagikannya secara gratis. Semoga secepatnya dapat pelajaran langsung karena sudah merugikan penulis aslinya.
Aku yakin orang yang tau caranya menghargai gak akan beli yang bajakan meski harganya lebih murah berkali-kali lipat. Jadi ayo musnahkan para pembajak dengan tidak membeli ebook bajakan pada mereka. Karena jika pembajakan semakin merajalela, hanya tinggal menunggu waktu dunia kepenulisan akan hancur. Para author tidak akan mengeluarkan ebook lagi dan hanya novel cetaknya saja. Atau bahkan malah berhenti berkarya.
Thank you.
*
**
Senyuman manis terukir di bibir Arven begitu ingat tentang Clarissa. Putri mungilnya yang cantik, pintar dan juga menggemaskan. Dia sangat berterima kasih pada Naila karena sudah merawat dan membesarkan anak mereka hingga sekarang ini.
Beberapa hari ini Arven sudah semakin dekat dengan Clarissa. Dia merasa senang ketika Clarissa bermanja padanya. Dia pun menuruti semua keinginan sang putri kecuali membelikan es cream mengingat baru-baru saja Clarissa sakit.
Semakin ke sini perasaannya semakin bimbang. Keinginan untuk bisa dekat terus-menerus dengan anaknya itu kian membuncah. Dia seolah tak rela jika harus mengantar Clarissa pulang pada Naila. Rasanya dia sangat menyayangi anak mereka hingga berat berpisah. Begitu juga dengan perasaannya pada Naila yang semakin hari terasa kian besar dan bukannya malah berkurang.
"Ya Tuhan... apa yang harus aku lakukan?" lirih Arven frustrasi. Dia sangat ingin bisa bersama Naila dan anak mereka. Namun, kekurangan yang ada padanya saat ini membuatnya merasa tak pantas. Naila berhak mendapatkan laki-laki yang lebih baik darinya.
Arven baru saja ingat tentang pembicaraannya tadi sore dengan Naila. Dia pun bangkit dari posisi tidurnya untuk mempersiapkan dokumen yang akan dia ajukan ke pengadilan untuk mengurus akta cerai mereka.
"Semoga kamu bisa berbahagia sama dia, Naila," gumam Arven pelan.
Perasaan Arven saat ini benar-benar diserang dilema yang cukup berat. Dia ingin melihat Naila bahagia meskipun tak bersamanya. Namun, tanpa bisa dicegah ada sebersit rasa tak rela jika Naila menikah dengan laki-laki lain. Dia tidak rela melihat anaknya lebih dekat dengan orang itu. Jadi apa yang sebenarnya harus dia lakukan?
***
Kening Arven mengernyit ketika mendapati laki-laki yang dia tahu sebagai calon suami Naila mencarinya hingga ke rumah seminggu kemudian. Dia pun mempersilahkan laki-laki itu masuk ke rumahnya meski masih merasa bingung.
"Kita sudah pernah bertemu beberapa kali, 'kan? Jadi gak afdhol kalau kita belum berkenalan secara langsung. Perkenalkan nama saya Adli. Saya adalah calon suami Naila," ujar Adli ketika mereka sudah duduk santai di ruang tamu rumah Arven. Dia mengulurkan tangan kanannya yang langsung disambut oleh Arven.
"Saya Arven," balas Arven.
"Ya, saya sudah tahu itu. Anda dr. Arven yang bertugas di puskesmas sini, 'kan? Dan Anda juga adalah mantan suami Naila sekaligus Ayahnya Clarissa."
"Ya, benar. Apakah kedatangan Anda ke sini untuk menanyakan tentang pengajuan perceraian saya dan Naila? Kalau masalah itu Anda gak perlu khawatir. Saya sudah memasukkan berkas-berkasnya ke pengadilan agama. Mungkin sebentar lagi akan segera di proses."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Agreement
RomantizmSesuatu yang diawali dengan niat tidak benar ternyata akan berakhir sia-sia. Arven sudah mengalami sendiri hal itu karena menikahi Naila dengan maksud dan tujuan tertentu. Sehingga setelah tujuan itu tercapai, pernikahan mereka pun berakhir di saat...