Versi lengkap cerita ini hanya tersedia dalam bentuk Ebook di Playstore (PDF) atau novel cetak.
Kuucapkan terima kasih buat kalian yang sudah mendukung authornya langsung dengan membeli ebook original.
Untung yang membeli secara bajakan, atau malah membagikannya secara gratis. Semoga secepatnya dapat pelajaran langsung karena sudah merugikan penulis aslinya.
Aku yakin orang yang tau caranya menghargai gak akan beli yang bajakan meski harganya lebih murah berkali-kali lipat. Jadi ayo musnahkan para pembajak dengan tidak membeli ebook bajakan pada mereka. Karena jika pembajakan semakin merajalela, hanya tinggal menunggu waktu dunia kepenulisan akan hancur. Para author tidak akan mengeluarkan ebook lagi dan hanya novel cetaknya saja. Atau bahkan malah berhenti berkarya.
Thank you.
***
Arven merasa tak enak pada Naila dan juga Sekar. Pasalnya Clarissa sudah tidur kembali, tapi tidak ingin dia pergi. Setiap kali Arven berniat menjauh, anaknya itu pun secara refleks memanggilnya. Padahal jam dinding sudah menunjukkan pukul setengah tiga. Masih ada beberapa jam lagi sebelum subuh.
Naila menghela napasnya lagi ketika tatapannya beradu pandang dengan Arven. Awalnya dia sempat terpesona dengan penampilan Arven yang seperti itu. Namun dia sadar kalau tidak seharusnya begini.
"Dokter temani Rissa aja dulu," ujar Naila karena ingin memberikan waktu bagi Arven untuk bersama Clarissa. "Tidurlah di sini, biar saya tidur di kamar Ibu."
"Terima kasih." Naila menganggukan kepalanya. Dia mendekat pada Clarissa lalu mengecup kening putrinya itu. Setelah itu, dia dan Sekar pun keluar dari kamar itu.
Naila menyenderkan tubuhnya di pintu setelah dia menutupnya. Dia menekan dadanya berusaha menghilangkan rasa sesak yang melanda.
"Kamu yang sabar ya, Nak."
Naila mengangguk. Dia harus mengikhlaskan semuanya yang menjadi pilihan mereka. Dia harus menerima kalau Arven memang tak ingin bersamanya lagi. Dan dia pun harus sadar kalau sekarang sudah menerima lamaran laki-laki lain.
Sementara itu di dalam kamar, Arven mengganti kompresan yang dia letakkan di dahi sang anak. Begini rupanya rasanya ketika merawat anaknya sendiri. Ada perasaan membuncah di dadanya. Tak bisa disangkal, tiba-tiba saja dia memiliki keinginan yang kuat untuk bisa bersama putrinya.
"Ayah sayang dan cinta sama kamu, Nak. Ayah juga cinta sama Bunda kamu. Tapi Ayah gak bisa ngajak Bunda balikan, karena Ayah hanya akan menyakiti Bunda. Maafkan Ayah ya, Sayang..."
Arven mengecup kening putrinya dengan penuh kasih sayang. Dia pun ikut merebahkan diri di samping Clarissa. Di tempat yang dia yakini biasa Naila tiduri. Tangannya tergerak untuk memeluk putrinya itu.
"Lekas sembuh ya, Sayang..."
***
Arven terbangun dari tidur ayamnya ketika mendengar suara adzan subuh. Dia langsung meletakkan tangannya di dahi Clarissa dan merasa lega ketika panas Clarissa sudah mulai reda. Dia pun turun dari tempat tidur dan keluar dari kamar Naila bertepatan dengan Naila yang juga keluar dari kamar Ibunya.
"Dokter mau shalat?" tanya Naila yang diangguki oleh Arven. Naila pun mengarahkan Arven ke belakangan untuk mengambil air wudhu. Dia semakin tertegun dengan perubahan Arven yang sekarang. Mantan suaminya itu terlihat benar-benar sudah berubah.
Naila baru sadar kalau sebelum menelepon tadi, Arven pasti sudah bangun dari tidurnya. Dia tebak laki-laki itu sedang melakukan shalat malam. Dan begitu diberi kabar kalau Clarissa sakit, Arven langsung bergegas datang. Hingga tak sadar dengan pakaian yang masih melekat di tubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Agreement
RomanceSesuatu yang diawali dengan niat tidak benar ternyata akan berakhir sia-sia. Arven sudah mengalami sendiri hal itu karena menikahi Naila dengan maksud dan tujuan tertentu. Sehingga setelah tujuan itu tercapai, pernikahan mereka pun berakhir di saat...