Sampailah aku di kota Jakarta.
Tak sulit mencari kontrakan di sini. Walaupun agak jauh dari tempat kuliahku, tapi kontrakan ini murah sekali. Walaupun murah tapi kontrakan ini cukup bagus. Letak nya strategis, dan yang paling aku suka, lingkungannya asri.
Aku langsung tertuju pada rumah besar di samping kontrakanku. Rumah itu mengingatkanku pada rumah orangtua ku di Bandung. Langsung tersirat di kepalaku untuk mencari pekerjaan disana. Siapa tau mereka butuh orang untuk tukang kebun, atau tukang bersih-bersih gitu. Lumayan lah.
Terlihat seorang wanita keluar dari rumah itu. aku langsung saja menghampirinya tanpa ragu.
"permisi...."
"iya, kenapa?" tanya wanita itu.
"apakah ibu pemilik rumah ini?" tanyaku.
"iya, kenapa ya?" tanya wanita itu lagi.
"perkenalkan saya Ikman, yang tinggal di kontrakan sebelah. Saya mau tanya, apa disini ada lowongan kerja bu? Atau ibu butuh orang untuk bantu-bantu?" tanya ku
"Nama saya Aini. untuk saat ini sih engga, maaf ya. Memangnya kamu ga sekolah? Atau kuliah?"
"jadi gini tante, aku butuh banget uang untuk kuliah, aku tinggal sendiri di kontrakan itu."
"kamu kuliah? Kebetulan banget saya butuh seseorang untuk menjaga anak saya. Dia juga akan kuliah, tapi saya khawatir kalo anak saya pergi kuliah sendirian. Kamu mau?"
"iya tan, aku mau"
Sebenarnya aku heran, anak udah gede juga masih aja harus di jagain. Tapi yaudah lah yang penting dapet pekerjaan dulu.
Tante itu mengajak ku masuk ke rumahnya. Aku duduk dan menunggu di ruang tamu. Beberapa menit kemudian tante Aini datang bersama seorang perempuan yang duduk di kursi roda. Dia cantik. Rambut panjang nya di gerai. Terlihat senyum kepadaku dan berkata.
"hai, kamu Ikman ya? Kenalin, aku Misa."
"Ikman, ini anak saya Misa. Jadi kerja kamu adalah jagain anak saya. Karena besok adalah hari pertama kuliah, jadi mulai besok juga kamu langsung kerja di rumah saya." Ucap tante Aini.
"jadi, saya harus ngapain tante?" tanyaku bingung.
"jadi, kamu besok dateng pagi-pagi kesini. Berangkat kuliah bareng misa. Naik mobil. Kamu bantu misa, karena kan dia gabisa jalan sendiri. Pokoknya kamu harus seperti asisten nya Misa. Oiya, tante dari pagi sampai sore kerja. kalo tante belum pulang, kamu harus temenin Misa." Jawab tante Aini.
"iya siap tante" kata ku
"oh iya, awas ya kalo Misa kenapa-kenapa. pokoknya kalo Misa mau naik atau turun mobil kamu harus gendong dia, gaboleh di biarin ngelakuin sendiri. Kalo di kampus misa mau kemana-mana kamu harus nganter misa. Dan jangan biarin misa pindah dari kursi roda nya. Apalagi sampe duduk di tempat sembarangan atau kotor. Jangan sampe kaki misa turun dari kursi roda atau nyentuh tanah sedikitpun." Kata tante Aini.
"udah deh ma, gausah lebay. Aku gabakal kenapa napa kok." Kata misa.
"mama khawatir sama kamu"
"tante tenang aja, aku gabakal biarin misa kenapa-napa" jawabku.
"oke, saya pegang kata-kata kamu. Ikman, kamu ngobrol dulu aja sama misa. Kenalan dulu, sekarang tante mau berangkat kerja lagi. Kalo butuh apa-apa kamu tinggal panggil pembantu disini." Ucap tante aini sambil meninggalkan ruang tamu.
Tinggal aku dan misa di ruang tamu itu. aku bingung harus mulai dengan bicara apa. Ternyata misa orangnya ramah banget. Misa mengajaku ke halaman belakang rumahnya. Aku mendorong kursi roda misa sementara misa mengarahkan kita sampai ke kolam renang. Misa menyuruhku duduk di kursi kayu berhadapan dengan kursi roda nya.
"kamu tinggal sendiri di Jakarta?" tanya misa.
"iya, aku kabur dari rumah, tadinya aku memang ingin kabur dari rumah karena aku gamau kuliah di amerika. Aku tau kalo aku tinggal di amerika dan serumah sama mama dan papa hidup aku bakal diatur-atur. Tapi saat itu aku masih ragu untuk hidup mandiri. Tapi kemarin, ada hal yang meyakinkanku untuk hidup mandiri, bahkan secara tidak langsung menyuruhku hidup sendiri." Jawabku.
"apa?" tanya misa sambil menatap mataku yang mulai berkaca-kaca.
"aku semakin yakin ketika mama ku bilang aku bukan anak kandungnya" jawabku sambil menahan air mata.
"aku ngerti, dan kamu sangat berani mengambil keputusan ini. kalo aku ada di posisi kamu mungkin aku ga sekuat kamu" kata misa.
"tapi aku juga belum tentu kuat ada di posisi kamu. Kamu masih mau bertahan hidup sa. Kamu hebat" jawabku pelan.
Misa tersenyum kepadaku. Aku tau, senyuman misa penuh arti. Penuh rasa sakit yang tak bisa ia ungkapkan.
"Ik, aku gapapa kok"
"sa bukannya aku..." belum selesai ikman berbicara, misa memotong pembicaraannya.
"iya, gapapa kok, kamu mau tau kan kenapa aku bisa seperti ini? kebaca tau ga" jawab misa.
"yaah ketebak, yaudah kenapa?" tanyaku.
"jadi, pas aku selesai ujian sma kemarin, aku ga di jemput sama supir aku. yaudah akhirnya aku pulang sendiri, jalan kaki. Aku apes banget sih. Ga ada taksi lewat. Mau pesen ojek online sial nya aku lupa bawa hp. Aku jalan sebentar, abis tu aku liat taksi di sebrang jalan. Bodohnya aku nyebrang jalan ga liat kiri kanan. Karena buru-buru kan. Aku ketabrak mobil" jawab misa.
"terus kaki kamu?" tanya ku lagi.
"yap,kaki aku lumpuh ik. Kata dokter kaki aku udah ga bisa di sembuhin lagi" jawab misa.
"tapi sa, kan bisa terapi. Kamu udah coba?" tanyaku
"udah, aku tetep ga bisa gerakin kaki aku sama sekali" jawab misa.
"kamu tenang aja, aku akan selalu jadi kaki kamu" ucapku sambil menatap mata misa.
"ik, aku gaperlu kamu kasihanin. Dan aku juga gamau bergantung sama siapapun. Aku cuma perlu kamu kamu supaya mama ga khawatir berlebihan sama aku" jawab misa.
Sepertinya misa kesal karena aku bicara seolah menyepelekan dia. Tapi maksudku bukan begitu. Misa pergi meninggalkan taman belakang. Aku tak tinggal diam, aku mengejar misa dan menahan kursi rodanya.
"sa, maafin aku. aku ga bermaksud...."
"ik, its okay. Aku gapapa. Kamu pulang aja, besok pagi kamu kesini lagi oke?"