AKBP Sekar menatap larasati yang masih terpekur membaca buku misteri dengan tenang. Bi Imah yang tadinya memasak makan siang kini kembali menemani Larasati.
Sekar berjongkok di depan Larasati. Wajah wanita muda itu terlihat sabar dan mengayomi. Rambut pendeknya bergerak pelan ketika mengeluarkan sesuatu dari dalam tas.
"Laras suka buku berbahasa Inggris?"
Laras terdiam. Dia memandang buku dengan judul yang sangat familier. Novel misteri kesayangannya, tapi dalam bahasa Inggris.
Dengan gerakan cepat, gadis itu menarik buku itu dari tangan Sekar dan langsung merobek plastiknya. Matanya berbinar melihat deretan huruf di dalamnya.
"Suka?"
Larasati mengangguk-angguk. .
"Bilang apa sama Bu Sekar?" Bi Imah menepuk punggung Larasati perlahan.
"Terima kasih, Buuu!" Hanya selintas kemudian gadis itu kembali menekuri bukunya.
Sekar berpamitan pada Bi Imah karena dia harus bertemu Ratna, salah seorang psikolog anak swasta yang didatangkan oleh penyidik dari Jakarta. Sekar sudah mendapat amanah untuk bisa melengkapi CP [Criminal Profiling] sebelum bisa menarik sebuah kesimpulan.
****
"Jadi menurut Mbak Ratna bagaimana Larasati ini?" Sekar membuka obrolan di kantor polisi Cimahi. Ruangan sudah disediakan khusus agar mereka bisa ngobrol dengan santai ditemani teh hangat dan gorengan.
Ratna masih membolak-balik rekam medis di tangannya. Semua data dari rumah tumbuh kembang tempat Larasati menjalani terapi. Sejenak ada helaan napas. "Tampaknya kita sama-sama tahu kalau anak ini mengalami autis. Hanya kita harus pastikan ulang tipe autisnya."
Sekar mengangguk setuju. Tidak mudah untuk menyelidiki tipe autis seseorang apalagi jika pasien tidak mau kooperatif sama sekali seperti Larasati sekarang.
"Saya sudah mencoba melakukan pendekatan secara halus padanya. Anak itu sangat menyukai buku-buku misteri."
Ratna mengangkat kacamata minusnya sedikit. "Dia membaca buku-buku pembunuhan?"
Kali ini sekar hanya bisa mengangguk. Diamati wajah terkejut dari psikolog dengan rambut panjang yang diikat ekor kuda itu. Wajahnya kini sudah kembali normal.
"Kita tidak punya waktu. Secepatnya, kita harus melakukan serangkaian tes pada Larasati." Ratna menuliskan sesuatu pada buku memo kecilnya.
Sekar setuju. "Saya rasa, dalam waktu tiga hari, kita sudah bisa memawancaranya."
Ada senyum merekah di wajah Ratna. "Mbak Sekar memang sangat berpengalaan soal profiling."
Kali ini kekehan kecil menjawab. "Tanpa bantuan Mbak Ratna, saya juga tidak akan bisa mendapat begini banyak data dalam waktu singkat." Tiba-tiba wajah Sekar menjadi sendu. "Larasati ... saya kasihan padanya. Waktu saya ke rumah ayahnya, sikap ayahnya begitu menyebalkan. Dia dibuang pihak ayahnya, bahkan neneknya. Mungkin juga dia mengalami perundungan berat hingga mengalami trauma."
Tarikan napas panjang terdengar ketika Ratna kembali menulis di dalam catatan kecilnya. "Lingkungan memang sangat berpengaruh. Kalau begitu, mari kita bagi tugas. Saya akan mewawancarai Larasati, dan Mbak Sekar yang melakukan penyidikan terhadap lingkungan Larasati."
Sekar pun langsung menyetujui. Mereka berdiskusi untuk beberapa saat sebelum akhirnya memisahkan diri ke tujuan masing-masing.
Sekar kembali merunut masa kecil Larasati. Bagaimana Larasati tumbuh dan bagaimana lingkungannya. Sekar merasa hatinya nyeri bagaimana banyak sumpah serapah dilontarkan dari tetangga Larasati. Namun, dari semuanya, perbincangannya dengan Hadi yang paling menyesakkan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Ada Lara (Tamat)
Misteri / ThrillerBermodalkan kecantikan, kecerdasan dan sikap ramah yang dimiliki membuat Gina Ayu Pradipta dapat dengan mudah memikat hati seorang laki-laki tampan, romantis dan kaya raya seperti Hadi. Sosok Hadi pula yang berhasil mewujudkan impian masa kecil Gin...