Bagian 3

15 2 0
                                    

Pagi, di sekolah
Aku dan Jenna sedang berjalan di lorong menuju ke kelas.

"Hei, Liv. Beberapa hari ini kamu dekat sama Eddy ya?" tanya Jenna memulai percakapan.
"Iya, dekat. Tapi..,"
Belum selesai aku bicara, "Jadi? Kamu ada perasaan untuk Eddy, kan? Kalian dekat lebih dari teman?" Jenna langsung memotong kalimatku.
"Dekat. Tapi, cuma sahabat," kataku tegas.

Jenna menatapku kesal, "Kamu gak lihat? Tatapan Eddy ke kamu itu beda, perlakuannya ke kamu juga beda," kata Jenna.
"Aku gak lihat, jadi, aku gak tahu. Aku gak suka kalau kamu terus jodoh-jodohin aku sama Eddy, Jen," balasku.

Dari arah berlawanan, Eddy berjalan menghampiri kami.
"Livia, aku boleh bicara sama kamu? Berdua aja?" tanya Eddy.
"Iya, boleh," balasku.
Kami berdua pergi meninggalkan Jenna, sebelum pergi, Jenna membisikkan sesuatu, "Liv, jangan-jangan Eddy mau nembak kamu, lho?"

Aku tidak terlalu menggubris perkataan Jenna, mungkin, Eddy memang mau membicarakan sesuatu yang penting.
Kami berdua pergi ke belakang sekolah. Tempat yang sepi, jarang sekali dilalui orang.

"Emm, Liv, aku mau bilang sesuatu.., sebenarnya selama ini aku..," kata Eddy.
Dia berkata begitu dengan ragu-ragu, mukanya memerah.
Aku mulai curiga, gerak-geriknya seperti orang yang mau melakukan sesuatu, yaitu..
"Aku suka kamu, Livia! Would you to be my girlfriend?" kata Eddy dengan tersipu, mukanya semakin memerah, semerah buah delima.

Hah? sepatah kata dalam hati.
Aku hanya mematung, perkataan Jenna benar-benar menjadi kenyataan!
Aku harus jawab apa? Aku gak pernah sadar kalau Eddy memang suka aku, perlakuannya ke aku memang berbeda, tapi.., bertubi-tubi pertanyaan masuk dalam pikiranku, yang semakin membuatku bingung.

"Liv?" tanya Eddy.
Aku tersadar, "Eh, haha, aku..," aku cuma ketawa gak jelas.
Aku cuma mau cepat-cepat pergi dari situasi ini! Cuma itu yang ada di pikiranku.
"Eddy, jawabannya nanti aja, ya? Aku mau pikir-pikir dulu," kataku kemudian langsung berlari meninggalkan Eddy.

Aku berlari ke kelas, begitu sampai, langsung menuju ke meja Jenna.
"Jenna!!" kataku sambil ngos-ngosan.
"Kok panik? Ah! Jangan-jangan, kamu...," kata Jenna menebak kejadian tadi.
"Iya!! Aku ditembak Eddy!! Gimana dongg??!!" kataku panik.
"Habis ditembak sama cowok, bukan senang, tapi malah panik," ejek Jenna.
"Siapa yang senang? Aku sama sekali gak suka Eddy!" balasku.

"Terus? Siapa yang kamu suka?" tanya Jenna.
"Pangeranku, Rey," jawabku.
"Liv, kamu selalu bilang begitu. Tapi kita tetap harus lihat realitanya, kamu menghayal terlalu tinggi, mengharapkan sesuatu yang mustahil kamu dapatkan!" kata Jenna.

"Kriing!" bel masuk berbunyi, aku kembali ke kursiku.
Eddy yang duduk dibelakang, hanya bisa memandangiku.
Mungkin yang dikatakan Jenna benar, aku harus bisa melihat kenyataannya, kataku dalam hati.

"Anak-anak, sebelum memulai pelajaran, bapak akan memperkenalkan siswa baru," kata Pak Brotu, wali kelas kami.
"Silahkan masuk," seorang siswa laki-laki masuk, seluruh kelas mulai heboh, terutama siswi perempuan.

Laki-laki tampan dengan postur tubuh tinggi dan berbadan atletis, kulit putih bersih, dengan mata dan rambut berwarna coklat hanzel.
"Namaku Rey. Rey Clayson. Salam kenal," katanya singkat.

Entah kenapa, ada perasaan rindu saat Rey pertama kali masuk ke kelas.
Wajahnya terasa familiar.
Tiba-tiba, aku teringat seseorang, seseorang yang mirip sekali dengannya, yang selalu ada di dalam anganku.
Itu...Rey! kataku dalam hati.

~bersambung~

Pangeran dalam AnganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang