Bagian 5

9 2 0
                                    

Besoknya, Pagi hari.
Kepalaku menoleh ke kanan dan kiri, memastikan orang itu tidak ada.
Setelah kupikir aman, aku langsung meluncur dengan cepat ke kelas.

Aku lega, kemudian segera duduk di kursi ku.
Beberapa menit kemudian, kulihat orang itu ada di ambang pintu.
Berjalan melewati ku dan duduk di belakangku.

Aku segera berdiri, dan pergi ke luar kelas.
"Aduh!" Aku menabrak Rey.
"Maaf, aku buru-buru, dah!" kataku dan langsung pergi.
Kenapa dia langsung pergi? Biasanya selalu mau nempel-nempel di dekatku, batin Rey.

"Kringg!!" setelah bel masuk, aku baru masuk ke kelas.

Istirahat.

"Liv! Ke kantin yuk?" Ajak Jenna.
Aku mengangguk, dan langsung menarik tangan Jenna melesat menuju kantin.

"Hosh..hosh" napas Jenna ngos-ngosan. "Kamu kenapa Liv?? Tadi itu capek tahu!" protes Jenna.
"Maaf. Daripada masalahin itu, kita langsung beli makanan yuk?" ajakku.

Setelah membeli semangkuk mie ayam dan teh, kami langsung menuju ke meja kantin, menikmati makanan kami.

Tiba-tiba, Rey ada di kantin, membeli makanan, dan duduk tepat di belakang kami.
"Itu Rey. Kamu gak mau samperin?" tanya Jenna.
Aku tak menghiraukannya, sambil makan, mataku terus memperhatikan seluruh penjuru kantin, memastikan kalau orang itu tidak ada di sini.

"Oi!!" sontak aku kaget.
"Kalau orang ngomong, dengerin dong!" kata Jenna.
"Maaf," balasku.
"Lagi lihatin siapa? Di belakang ada Rey, gak mau samperin??" tanya Jenna.
"Gak. Lagi sibuk makan, nanti aja" balasku.

Muka Jenna langsung heran.
Tumben si Livia, kalau soal pangeran impian nya, dia selalu semangat dan gampang nyerah, kenapa sekarang langsung nyerah begitu ditolak sekali?? batin Jenna bertanya-tanya.

Kemudian, pulang sekolah.

Begitu bel berbunyi, aku langsung melesat keluar kelas.
Jenna bingung.
Biasanya kalau pulang sekolah, Livia selalu ke Rey untuk ngajakin pulang bareng, meskipun gak bakal ditanggapi sama Rey, batin Jenna.

Jenna yang dari tadi terheran-heran dengan Livia, berinsiatif mengejar Livia.
Jenna keluar kelas, "Gawat! Livia udah di gerbang sekolah, cepet banget dia!". Akhirnya, Jenna gagal mengejar Livia.

Esoknya, Jenna sudah menunggu Livia di depan gerbang, gayanya seperti preman yang mau palak orang.

Baru saja kaki Livia melewati gerbang sekolah, Jenna langsung menghadangnya.
Livia bingung, "Kenapa Jen?? Pagi-pagi langsung palak aku. Aku miskin, gak punya uang, lebih baik palak anak lain aja," kata Livia.
"Siapa yang mau palak kamu?! Aku mau tanya, kemarin kamu kenapa Liv??" tanya Jenna mengintrogasi ku.

"Emm..cuma lagi menghindar aja, bukan masalah besar kok" balasku.
"Menghindar? Sama siapa?" tanya Jenna lagi.
"Tuhh," jari telunjuk ku menunjuk ke belakang Jenna.
Jenna langsung menoleh, ternyata Pak Budi, satpam sekolah??
Jenna bingung, begitu nengok lagi, Livia sudah hilang.
"Livia!!" teriak Jenna dan langsung ke kelas.

Di kelas, Livia juga hilang, hanya ada tasnya.
Kenapa sih anak itu?! Batin Jenna kesal.

Bel istirahat.

Jenna dan Livia pergi ke kantin.
Sekarang, Livia sedikit lebih tenang.  Gak kayak kemarin, ajak Jenna lari-lari ke kantin sampai ngos-ngosan.

"Kamu lagi menghindar dari siapa??" tanya Jenna.
"Masih bahas yang tadi?" kataku berusaha mengalihkan topik.
"Kamu gak mungkin menghindari Rey kan?" tanya Jenna lagi.
"Gak mungkin! Aku gak mungkin menghindari Rey," bantahku.
"Kalau gitu, siapa??"
"Emm..," aku agak ragu-ragu.
Tapi, mungkin aku bisa cerita ke Jenna, batinku.

"Aku.. menghindar dari Eddy," kataku sambil bisik-bisik.
"Hah? Kenapa?"
"Kamu tahu aku ditembak Eddy? Dia tuntut aku untuk langsung jawab, aku takut untuk jawab dia," balasku.
"Kamu pasti tolak, kan?" Jenna seperti memastikan sesuatu.
"Jelas. Aku suka sama Rey, jadi aku akan berusaha untuk mendapatkan Rey. Jadi, aku akan menolak Eddy."
"Kalau gitu tolak dia dong! Kamu bisa ngomong tegas begini, tapi kamu juga harus bisa tolak dia dengan tegas!"
"Tapi itu masalahnya.."
"Kamu takut tolak dia? Kalau begitu terus, dia akan salah paham, kamu harus bisa tolak dia!"
"Iya," jawabku singkat.

Kemudian, pulang sekolah.

Aku masih terus memikirkan perkataan Jenna. Aku takut Eddy akan marah kalau aku menolaknya, tapi, aku harus bisa tegas kalau memang aku gak suka dia.
"Hei," sapa Rey.
"Eh, Rey"
"Kamu kenapa bengong? Lagi ada masalah?" tanya Rey.
"Aku..mau tolak Eddy, tapi aku gak tahu harus gimana," balasku.
"Eddy? Cowok yang duduk di belakangmu ya?"
"Iya"
"Yahh.. aku gak tahu mau gimana, mungkin aku bisa bantu kamu," katanya menawarkan bantuan.
"Eh? Boleh nih? Makasih ya!" balasku.

Rey hanya mengangguk, kemudian langsung pergi.
Aku tersenyum, Rey ternyata baik juga! Kata batinku.
Pokoknya, besok aku harus bisa tolak Eddy! Aku sudah bertekad gak menghindar lagi.

Dari kejauhan, Eddy menatap ke arah seseorang, tatapan yang penuh dengan kecemburuan.

~bersambung~

Pangeran dalam AnganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang