Adya duduk menikmati pemandangan matahari terbit di pantai, sambil menyesap air kelapa yang dia petik sendiri. Semilir angin pagi, ombak bergulung tinggi, dan kicauan burung yang merdu, membantu Adya menemukan inspirasi untuk menulis buku barunya.
Saat-saat seperti ini lah yang paling disukai Adya. Sendirian ditemani keindahan alam yang tiada tara. Dia segera menuliskan ide yang dia dapat di buku kecil yang selalu dibawanya kemana-mana. Tapi suara tawa perempuan menghentikan Adya dari kegiatannya tersebut. Adya menengok ke samping dan menemukan sekelompok turis remaja yang sedang bergiliran mengambil foto di tepi pantai.
"Apa sih, sok akrab banget," gerutu Adya melihat mereka memeluk satu sama lain ketika mengambil foto. Dia segera mengemasi barang-barangnya ke dalam tas dan memutuskan untuk pulang dengan sepeda bututnya.
Dari sekian banyak hal yang dia benci, sekelompok anak perempuan termasuk salah satunya. Melihat mereka membuat Adya mengingat kembali kenangan-kenangan buruknya saat masih di Jakarta.
***
Dua hari telah berlalu setelah kejadian tidak mengenakkan yang menimpa Adya. Sekarang Adya sudah merasa lebih baik, apalagi hari ini kelas 12 melaksanakan Makrab (Malam Keakraban) di sekolah. Berarti Adya akan berada di sekolah untuk 24 jam bersama dengan teman-temannya, dan dia sangat bersemangat untuk itu. sesampainya disekolah, ternyata teman-temannya sudah berbaris. Adya langsung berbaris di belakang Dea yang datang duluan
"Eh, buset dah. Lo bawa apa aja sih De? Kok kecil banget tas lo," komen Adya melihat barang tas Dea yang sangat kecil. Dea berbalik dan menatapi Adya dari kepala sampai kaki dan bertanya balik, "Lo sendiri bawa apa aja sampe pake koper segala?"
"Minyak goreng, talenan, kompor, gas tabung, waj-"
"Sekalian aja lo pindahin dapur lo kesini," potong Dea, mereka pun tertawa terbahak-bahak sampai ditegur panitia.
Setelah upacara pembukaan makrab selesai, Adya dan teman-temannya segera memasuki ruang multimedia. Mereka harus segera mentukan tempat tidur mereka diruangan itu sebelum orang lain.
"Eli, Mora, sini bareng kita!" seru Adya Ketika melihat kedua temannya hendak menempati tempat lain.
"Bukannya sesuai kelas ya? Kelas kita berdua kan MIPA 2," jawab Eli.
"Hah? Nggak kok, Hayati aja yang MIPA 3 disini bareng kita. Udah kalian disini aja." Asta berusaha meyakinkan kedua temannya. Awalnya mereka terlihat ragu, tapi mereka pun bergabung karena ajakan Mora.
Memang benar, geng mereka tidak satu kelas. Adya, Asta, Hanum, dan Dea berada di kelas 12 MIPA 4, Eli dan Mora di kelas 12 MIPA 2, sedangkan Hayati sendirian di kelas 12 MIPA 3. Maka jarang pula mereka bermain bersama.
"Eh, acaranya apa aja sih?" tanya Hayati.
"Yang gue denger sih ada lomba makan pisang, lomba make up, lomba nyanyi, lomba futsal daster buat cowok-cowok, ada flying fox, dan yang terkhir colour party," jelas Adya sambil melihat rundown di grup angkatannya.
"Gila, tajir juga ya angkatan kita." Mora terlihat takjub.
"Tapi gak enaknya kita kenapa di sekolah sih makrabnya? Angkatan tahun lalu aja ke puncak," keluh Hanum.
"Ya, mau gimana? Sama kepala sekolah yang baru dibolehin di sekolah aja. Seenggaknya jadi bisa hemat budget buat fasilitas kita disini," jawab Dea.
"Bener tuh. Buktinya kita pake ada flying fox segala," sahut Eli.
"Kok kita belum ngapa-ngapain? Udah sejam loh kita duduk-duduk doang disini," keluh Hayati lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Downfall of Her Ice wall
ChickLitRumah dan sekolah yang disebut-sebut sebagai tempat beristirahat, berlindung, dan bersenang-senang oleh banyak orang, malah terasa bagai penjara dengan berbagai siksaan yang menantiku setiap harinya. -Shadya R. ...