Adya berbaris di belakang sepasang kekasih yang bermesraan di depan umum. Adya memaklumi sepasang turis ini, mungkin saja mereka tidak tau tata krama dan adab yang berlaku di Indonesia. Ketika sudah giliran mereka, sang istri pun izin ke toilet. Tak lama kemudian, sang suami mendapat telepon, setelah celangak-celinguk dia pun menjawab teleponnya.
"Hello sweetie, sorry I was in meetings all day with my colleagues. What's wrong?" tanya pria ini pada selingkuhan, atau mungkin istri sah nya disebrang.
Adya cengengesan Ketika menyadari kekasih pria ini keluar dari toilet. "Sir," panggil Adya sambil mencolek tangan pria itu, lalu menunjuk ke arah wanita cantik yang sedang berjalan ke arah mereka.
Dengan gelagapan, pria itu langsung menutup teleponnya lalu mengucapkan terima kasih pada Adya. membalas pria itu dengan senyum kecut merupakan keputusan yang baik menurut Adya.
Setelah mereka selesai di kasir dan berjalan menuju pintu keluar, Adya berpesan pada mereka, "All men are the same, huh?" yang membuat wanita itu terlihat kebingungan, sementara si pria langsung menariknya keluar dari sana.
Manusia seperti laki-laki itulah yang Adya benci. Laki-laki seperti mereka yang dipenuhi nafsu dan tipu daya, membuat Adya takut untuk membuka hati pada orang lain. Walaupun sudah lama berlalu, Adya tidak bisa melupakan kekecewaan yang dia rasakan dari perbuatan Kala yang sama.
***
Aku melirik jam yang sudah menunjukkan pukul 10 sambil menguncir tinggi rambut ikal sepinggangku lalu masuk kedalam mobil. Setelah melempar tasku, aku langsung membuka buku dan membaca ulang semua materi yang telah kupelajari semalaman. Aku tau, tidak baik memaksakan otak jika sedang ujian, tapi aku sangat tegang karena hari ini adalah hari pertama Ujian Nasional.
Tapi aku beruntung karena aku mendapatkan sesi ke-2. Aku jadi mendapatkan lebih banyak waktu untuk memperdalam materi, untuk istirahat, dan juga mengorek informasi tentang soal-soal yang sudah di kerjakan oleh mereka yang baru menyelesaikan sesi pertama.
"Non, udah sampai nih," kata supirku.
"Oh iya, makasih ya pak. Nanti jam 12.30 jemput saya, ya," pesanku pada supirku sebelum turun dari mobil. Kulihat koridor lantai 1 sudah ramai dengan anak-anak yang akan mengikuti ujian sesi ke-2, ada juga beberapa anak yang baru menyelesaikan ujian sesi pertama. Aku memilih untuk duduk di bangku panjang dekat ruang kesehatan, di sana sepi dan sangat cocok untuk belajar.
Baru saja aku duduk, aku melihat Elia turun dari tangga. Aku langsung menyapanya, "El, sini!"
"Eh, Mas Adi, deh dateng aja lo. Ujiannya kan baru mulai setengah jam lagi," kata Eli sambil celingukan.
"Gue gak tenang di rumah, yaudah gue kesini aja sambil belajar. By the way, lo nyari siapa sih, celingukan gitu?" tanyaku penasaran.
"Nyari Mora. Nah, itu dia! Eh gue balik dulu ya, mau lanjut belajar bareng sama Mora." Eli langsung pergi.
"Iya, hati-hati lo berdua!" kataku sambil melambaikan tangan dan tersenyum. Sekarang, aku sendiri lagi, aku pun langsung memasukkan bukuku kedalam tas. Aku memutuskan untuk mengisi perutku yang kosong di kantin.
Kulihat Kala sedang berdiri sendirian di depan penjual sate padang. Maka aku yang berniat mengagetkannya jalan mengendap-ngendap, menghindari pandangan Kala.
"Pagi, ganteng." Seorang perempuan dengan tubuh mungil merangkul lengan Kala. Sedangkan Kala, dia malah mengelus kepala perempuan itu sambil tersenyum. Ketika perempuan itu menyibak rambutnya ke belakang, ternyata dia Rani. mantan sekaligus cinta pertama Kala.
Perasaanku berkecamuk, aku bingung. Hatiku mengatakan bahwa aku kesana dan mengomeli mereka, tapi logikaku berkata masalah ini kuurus nanti saja setelah Ujian Nasional berakhir. Aku terpaku ditempat sampai bel tanda pergantian sesi berbunyi dan menyadarkanku. Aku pun langsung mengeluarkan ponsel dan memotret mereka berdua yang sedang bermesraan. Walaupun Kala salah, aku tau dia tidak akan melepasku semudah itu, tapi foto ini bisa jadi bukti kenapa aku ingin berpisah dengannya dan kenapa dia harus melepasku.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Downfall of Her Ice wall
ChickLitRumah dan sekolah yang disebut-sebut sebagai tempat beristirahat, berlindung, dan bersenang-senang oleh banyak orang, malah terasa bagai penjara dengan berbagai siksaan yang menantiku setiap harinya. -Shadya R. ...