Bab 3

16 7 36
                                    


    Setelah mendapat notifikasi lewat email bahwa uang hasil saham yang kujual sudah masuk ke rekeningku, aku tersenyum lebar. Aku menaruh ponselku diatas meja, lalu pergi ke balkon. Kuteguk segelas kopi pahit ditanganku, sambil menikmati pemandangan padang rumput yang tertiup angin sore. Di jalan depan kebunku, aku melihat tiga orang anak kecil sedang bermain, atau lebih tepatnya bertikai dengan masalah yang kekanakkan.

     Salah satu dari mereka adalah anak kepala desa, namanya Putu. Terlihat seorang anak perempuan terus mengikutinya, Putu kesal lalu memberitahu anak itu untuk tidak mengikutinya. Lalu datang seorang anak laki-laki lain, memarahi Putu karena kasar pada perempuan tadi. Bukannya berterima kasih, anak perempuan itu malah mencakar wajah anak laki-laki tadi karena telah memarahi Putu.

     Aku masuk ke kamarku lalu tertawa, lagi-lagi mereka mengingatkanku akan kenangan buruk. Aku benci manusia. Setiap melihat mereka, ada saja kenangan buruk yang kuingat. Padahal aku sudah bersusah payah mengasingkan diri, demi melupakan kejadian yang kualami.

***

     Hari ini aku tidak masuk sekolah. Bukan karena aku ingin membolos, tapi aku lupa memasang alarm, akhirnya aku terbangun jam 8 pagi. Sementara gerbang sekolah sudah ditutup dari jam 6.30 pagi. Sebenarnya bisa saja aku berangkat sekarang dan masuk dengan memanjat gerbang belakang, tapi hari ini aku merasa sedikit pusing. Maka, aku memutuskan untuk diam di rumah.

     Seperti dugaanku, teman-temanku serta Kala pasti akan mencemaskanku karena aku tidak mengabari mereka. Ada banyak text yang masuk dari teman-temanku dan juga tujuh panggilan tak terjawab dari Kala.

Asta: Mas Adiii, lo kemana? Kalo sampe jam 12 gak jawab, absen lo alfa.

Hayati: Kenapa? Adya absen lagi?

Damora: pantes tadi gue cari ke kelas lo gak ada @Shayda

Elia: Ini anak kemana, sih? @Shadya nongol gak lo!

Asta: Astaga udah siang gini, jangan bilang dia masih ngorok. @Shadya kang mas lo, si Raden Kala kalang kabut nih pacarnya kagak ada kabar.

Me: Uuuu sayang, pada nyariin abang ya? So sweet banget sih kalian <3

Me: Maaf guys, gue lagi gak enak badan. Kala barusan udah gue kabarin juga kok.

Aku merasa senang masih banyak yang peduli denganku. Walaupun dua orang temanku tidak menanyaiku sama sekali, dan aku mulai berpikir. Apakah yang dikatakan oleh Kala tempo hari itu benar, apakah Hanum dan Dea hanya memanfaatkanku. Tapi aku tidak bisa menilai mereka hanya dengan satu kejadian seperti ini, kan.

***

     Ketika sedang senggang seperti ini, aku selalu melakukan hal favoritku, yaitu streaming drama korea lewat ponselku. Kebetulan sekali ada drama bagus yang disarankan oleh temanku, tetapi karena sibuk belajar aku belum sempat menontonnya. Tepat sebelum aku membuka aplikasi untuk menonton, ada notifikasi pesan yang masuk. Aku bukan orang yang suka menunda-nunda untuk menjawab seseorang, maka aku segera membukanya.

Farhan: Adya, Dea lagi deket sama orang ya?

     Farhan adalah salah satu alumni SMAN 120 dan teman tongkrongan Kala, dia dua tahun lebih tua dari kami. Dulu dia sempat mengejar Dea saat masih bersama pacarnya, lalu setelah lulus Farhan putus dengan pacarnya dan dia mulai mendekati Dea. Namun, beberapa hari yang lalu aku melihat dia sedang Bersama dengan mantannya di pertandingan bola, di hari yang sama juga dia memintaku untuk tidak mengabarinya tentang Dea lagi. Itu berarti Farhan sudah Kembali pada mantannya, tetapi hari ini dia menanyaiku lagi tentang Dea. Haruskah kali ini aku menghentikannya, karena bukan hanya satu keburukannya saja yang kutahu. Ada rahasia lain yang hanya aku, Kala, dan Farhan yang mengetahuinya.

The Downfall of Her Ice wallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang