[06.] Rashelia yang aneh

314 49 52
                                    

Selamat membaca Bab keenam 🦋

Note: Cerita ini hanya fiksi belaka, ambil baiknya, tinggalkan buruknya. Semoga pesan baiknya selalu tersampaikan ke kalian 💭

Ramaikan, supaya aku cepat update!

•••••

6. Rashelia yang aneh

"Aku di antar ayahku hari ini, Zee. Kamu mau bareng gak?"

Hari ini Rashel kembali bersekolah. Sebenarnya Rashel masih butuh paling tidak satu hari untuk merasa lebih pulih lagi. Namun, Rashel tak ingin menghilangkan kesempatan sekolahnya lebih banyak.

"Oh ya sudah. Aku naik sepeda aja, Shel. Nanti kalau bareng kamu, pulang nya gimana kalau gak ada sepeda," sahut Zeera.

"Iya juga. Tapi nanti aku pulang sekolah nebeng kamu ya? Boleh gak?" tanya Rashel.

"Boleh dong. Tapi gak apa-apa naik sepeda? Kamu kan baru sembuh."

"Gak apa-apa, Zee. Aku bukan princess, jangan begitu ah," kata Rashel dengan sedikit cemberut.

Zeera tertawa kecil. "Bercanda. Ya udah aku balik ke rumah dulu ambil tas. Mau langsung jalan juga."

"Oke, Zee. Nanti kita ketemu di sekolah ya. Kamu hati-hati!"

"Siap, Shel! Kamu juga ya."

Zeera melambaikan tangannya lebih dulu pada Rashel, hingga setelahnya gadis berseragam putih abu itu kembali ke rumah.

🦋🦋🦋

"Kalian berangkat sekolahnya dianter ibu dulu ya, ayah masih mau istirahat soalnya," ucap Gaffar setelah kedua putrinya bersalaman.

"Iya yah gak apa-apa kok, ayah istirahat aja dulu. Aku ke sekolah sama ibu aja," balas Alena dengan senyuman manis pada Gaffar. Gaffar tersenyum gemas sembari memegang dagu Alena.

"Makasih ya sayang. Kamu semangat sekolah nya."

"Siap, ayah!"

Zeera memandang sinis kearah Gaffar dan Alena. Zeera berbohong kalau dia bilang tak cemburu, Zeera bohong jika dia bilang baik-baik saja. Dulu hanya Zeera yang bisa seperti itu pada ayahnya.

Gaffar melihat pada Zeera setelahnya. "Zee, gak apa-apa kan?"

"Iya yah."

"Kak Zee bareng aku dan ibu kan?" tanya Alena.

Zeera spontan menatap Diana lebih dulu. Wanita itu melontarkan tatapan sinis. Yang sepertinya Zeera sudah tahu apa artinya.

"Nggak, Len. Aku naik sepeda aja."

"Kenapa, Zee? Biasanya sama ibu kan? Udah sama ibu aja," lanjut perkataan Gaffar.

Biasanya? Ayah bilang biasanya? Sejauh apa ibu sudah membodohi ayah? Padahal biasanya aku memang selalu naik sepeda, batin Zeera.

Zeera tak ingin membahas nya lagi. Ini sudah cukup mepet untuk mengendarai sepedanya sampai ke sekolah. Zeera tak ingin telat.

Gadis itu lantas memegang sepedanya dan menaikan standar. "Biasanya Zeera naik sepeda. Zeera duluan ya. Assalamualaikum."

Be My Butterfly [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang