[ 𝙲𝙷𝙰𝙿𝚃𝙴𝚁 𝙾𝙽𝙴 ]

191 32 51
                                    

Atmosfir ruangan itu terasa dingin dan mencekam. Lantai parket bernuansa coklat menjadi pandangan yang tepat untuknya sekarang. Kedua tangannya bergetar dan bibirnya tertutup rapat.

"Dasar kaparat! Siapa yang memberikan mu izin untuk mendapatkan nilai A- di ujian statistikamu!?" Kata kata tersebut terlontar dari mulut seorang pria tua. Dengan kasar pria itu melempar beberapa lembar kertas ke mejanya, yang sontak membuat sang anak terkejut.

Pria itu mendudukkan tubuhnya di kursi kerja eksekutifnya yang berbalutkan bahan kulit berwarna hitam. Si pria tua itu menghelakan nafas dalam dan mengusap kasar wajahnya.

"Seo Changbin" panggil pria tersebut. Ia merasakan keraguan sementara sebelum akhirnya menaikkan kepalanya dan memandang pria yang selalu ia panggil ayah itu.

"Apa kau meminum vitaminmu dengan rutin?" Tanya sang ayah yang hanya dijawab oleh anggukan Changbin. Sekali lagi ia mengalihkan pandangannya pada kertas kertas yang terletak dimejanya, "Pergilah ke kamarmu sebelum ku tendang kepala bodohmu itu"

Changbin menelan ludahnya dengan kasar dan mengangguk. Ia berjalan menuju pintu, ia sudah bersiap untuk memutar gagang pintu. "Dan gunakan mulutmu, sialan. Kau diberikan mulut bukan hanya sekedar untuk membungkam." Suara dalam itu mengudara lagi, membuat Changbin bergidik.

"I-iya ayah" gumamnya dan segera keluar dari ruang kerja ayahnya yang selalu membuatnya merasa tercekik.
Ia menutup pintu hitam itu dan menghelakan nafas lega yang telah ia tahan sedari tadi. Ia berjalan menuju kamarnya, pandangannya terlekat pada lantai.

Sesampainya di kamar, Changbin segera menaruh tasnya sembarangan dan membantingkan tubuhnya ke ranjangnya.

Seo Changbin-- anak dari pemegang perusahaan terkenal dan juga seorang mahasiswa dengan nilai nilai tinggi, namun belum cukup tinggi untuk menyenangkan hati sang ayah.

Changbin adalah anak yang baik, namun karena orang tuanya yang selalu menekannya untuk mendapatkan nilai nilai tinggi ia sedikit stress.

ralat, sangat stress.

Jika nilai Changbin dibawah A, amarah ayahnya akan meluap dan Changbin akan dibentak. Untuk ujian itu saja Changbin sudah belajar mati matian, bahkan mahasiswa mahasiswi lain nilainya jauh lebih rendah daripada Changbin.

Tanpa sadar, manik coklat tua Changbin mengeluarkan tetesan tetesan air mata, membasahi pelipisnya. Bukannya berhenti, namun tangisannya hanya semakin menjadi jadi, membuat hal yang terdengar di kamar luas itu hanya isakannya.

Ia sudah muak dengan kehidupannya ini, mulai dari pagi hingga malam ia hanya disuruh belajar dan belajar. Terkadang handphone Changbin akan diambil, untuk memastikan ia tak menghabiskan waktu dengan hal yang tidak berguna.

Dan hal yang lebih bodohnya lagi, Changbin tak pernah membantah. Ia menerimanya begitu saja, ia membiarkan dirinya dikontrol terus menerus oleh kedua orang tuanya.

Kapan ia akan merasakan bebasnya masa masa remaja? Perasaan campur aduk saat melakukan hal hal konyol dengan teman temannya? Changbin selalu menanyakan itu pada dirinya dan akan selalu menunggu untuk jawaban dari pertanyaan pertanyaan itu datang.

Belum lama ia termenung, suara ketokan pintu mengudara di ruangan itu. "Segeralah bersihkan dirimu, makan lalu belajar" Changbin sangat tahu itu suara ayahnya. Ia segera mengganti posisinya menjadi duduk dan berdehem sebelum menjawab.

"Iya ayah" Changbin memandang pintu kamarnya, mengira ngira jika ayahnya sudah berjalan menjauh atau belum. Setelah yakin, ia membaringkan tubuhnya lagi.

"Kau harus tetap kuat, Seo Changbin"

Dan dengan begitu, Seo Changbin menjalankan sisa harinya dengan membersihkan diri, makan dan tentunya belajar. Sama seperti hari hari lain.

Hyunjin sudah kewalahan, tapi masih ada kerjaan yang menunggunya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hyunjin sudah kewalahan, tapi masih ada kerjaan yang menunggunya. Ia masih harus memaksakan tubuhnya untuk berjalan menuju minimarket tempatnya ia bekerja. Ia mendorong pintu kaca minimarket itu dan menyeret tubuhnya ke dalam.

"Selamat data- oh Hyunjin, kau sudah sampai" Sapa seorang rekan kerja sekaligus teman Hyunjin yang bernama Chan. Hyunjin melirik ke arah Chan dan menaikkan alisnya sebagai sapaan balik.

Hwang Hyunjin-- pemuda yang selalu bekerja keras, ia kuat dalam mencukupi keluarganya. Walau rasanya seperti semua tulang tulangnya akan remuk.

Hyunjin pergi ke ruang belakang untuk memasang seragam yang disiapkan minimarket itu untuk para pekerjanya. Ia berjalan keluar dari ruang sempit itu sambil menepuk nepuk baju yang melekat pada tubuhnya.

Ia melihat dus dus yang bergambarkan aneka ragam cemilan dan minuman, "Hari ini restock?" gumamnya. Ia mulai membuka dus dus itu dan menata cemilan cemilan dan minuman pada tempatnya.

Setelah selesai, Hyunjin mendekati Chan yang baru saja selesai melakukan transaksi dengan pelanggan di kasir. Hyunjin duduk dikursi yang berada di samping Chan.

"Apa orang tuamu sudah mulai mencari pekerjaan?" Tanya Pemuda dengan surai pirang. Hyunjin menggelengkan kepala dengan wajah memalas. "Mereka benar benar menyebalkan, menyuruhku untuk mencari uang mati matian seperti ini. Sedangkan mereka bersantai" Bibir Hyunjin mengerucut, membuat yang lebih tua menghela nafas.

"Kau- oh, selamat datang" Sapa Chan yang segera berdiri saat melihat seorang pemuda berkacamata masuk. Pemuda itu memberikan senyuman tipis sebelum pergi ke lorong yang tertata ramyun.

Chan sudah sangat sering melihat pemuda itu datang ke minimarket tempatnya bekerja, dia sudah hafal bahwa pemuda berkacamata itu akan membeli ramyun dan sebotol air mineral beserta jeli.

Chan mendudukkan dirinya dam mengalihkan perhatiannya kembali pada Hyunjin, "Kau bisa bisa sakit jika terus seperti ini Hyun" Chan memberikan wajah prihatin. "Aku tahu, tidak perlu mengatakannya padaku, kak" Hyunjin segera beranjak dari duduknya dan berjalan ke ruang belakang.

Dalam diri Chan, ia sungguh mengkhawatirkan kondisi Hyunjin. Tiap hari ia selalu bekerja 3-4 pekerjaan untuk mencukupi keluarganya. Dan kedua orang tua Hyunjin tidak ada niatan untuk mencari uang, tidak sedikit pun.

Mereka akan memaksa Hyunjin untuk bekerja dari pagi hingga malam, sudah jelas mereka tidak peduli pada Hyunjin dan Chan sangat membenci mereka karena itu. Mereka tidak melihat Hyunjin setelah bekerja paruh waktu setiap harinya.

Chan juga yakin, dirumah Hyunjin pasti tidak ada yang mendengarkan keluh kesahnya. Jadi Chan ingin Hyunjin untuk membiarkan beban yang berada dipundak Hyunjin untuk berkurang setidaknya sedikit karena bercerita dengannya. Dan ia telah membuat janji di dalam benaknya untuk selalu berada disamping Hyunjin.

aw hyunchan <3

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


aw hyunchan <3

𝒔𝒕𝒓𝒂𝒚 𝒐𝒏 𝒕𝒉𝒆 𝒓𝒐𝒂𝒅 -- stray kidsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang