[ 𝙲𝙷𝙰𝙿𝚃𝙴𝚁 𝙵𝙸𝚅𝙴 ]

102 22 38
                                    

TW // BULLY, DUKA KEMATIAN (?)


❝𝐒𝐞𝐣𝐮𝐣𝐮𝐫𝐧𝐲𝐚 𝐚𝐤𝐮 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐭𝐚𝐡𝐮 𝐬𝐢𝐚𝐩𝐚 𝐝𝐢𝐫𝐢𝐤𝐮❞


Hyunjin mengetuk jendela mobil yang telah berparkiran tepat didepannya dan pemilik mobil segera menurunkan kaca mobil tersebut. "Kixx ya, sampai penuh" pria yang duduk dikursi pengemudi memberikan senyum kecil yang dibalas anggukan dari Hyunjin. Hyunjin tengah menunggu bensin itu untuk menyukupi kebutuhan mobil hitam itu.

Selang menunggu, ia melihat sekilas melalui jendela semi-hitam seorang pemuda dengan bintik-bintik yang menghiasi mayoritas area mukanya.
"Tuan, ibu anda bertanya apa anda sudah makan atau belum" pria yang bertugas untuk mengemudikan mobil menyatakan dan berbalik yg untuk berbicara dalam etika sopan pada lawan bicaranya. "Sudah kok" Jawab pemuda itu singkat sembari memberikan senyuman tipis yang menunjukkan lesung pipitnya yang kecil.

Hyunjin mengedipkan matanya beberapa kali, mencoba untuk memproses pikirannya terhadap pemuda itu. Jika dilihat dari percakapan barusan ini, sepertinya hidup pemuda itu adalah segala hal yang hyunjin pernah inginkan.

Uang? lihat dari mobilnya saja sudah memastikan bahwa ia sangat berkecukupan. Orang tua yang selalu peduli? pertanyaan yang dilontarkan pria berjas tadi juga sudah menjawab pertanyaan ini. Hidup pemuda itu terlihat damai, Hyunjin sangat iri.

Saat mendengar suara dentuman kecil, Hyunjin segera mengarahkan fokus pandangnya je arah bensin yang sedang disalurkan ke dalam mobil sebelum menyelesaikan tugasnya.

Setelah membayar, mobil hitam itu mulai melaju dan menjauh dari Hyunjin, ia melepaskan nafas dalam. Entah karena rasa capeknya yang terasa di sekujur tubuh atau rasa iri yang mekar di hati kecilnya.

 Entah karena rasa capeknya yang terasa di sekujur tubuh atau rasa iri yang mekar di hati kecilnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dengan merasa terpaksa, Jisung memasuki ruangan luas yang terisi meja dan kursi serta papan tulis. Dia berjalan dengan kepala yang tertunduk, menghindari pasangan-pasangan mata yang tertuju padanya.

Ia menarik kursi dan berniat untuk mendudukkan dirinya disitu namun takdir sedang merasa jahat dan berkata lain kepada Jisung. Dengan salah satu ujung bibir yang tertekuk naik, Park Jihoon menarik kursi Jisung kebelakang tepat sebelum ia akan mendudukinya.

Yang-- tanpa ragu lagi --membuat Jisung terjatuh, dan detik itu juga Jisung sudah tahu siapa yang sedang "bermain-main" dengannya. Dan mengetahui orang itu, Jisung tambah merasa lebih gelisah.

"Woi Jisung" Jisung tidak bergerak, kepalanya tetap tertunduk dan ia memeluk lututnya sedangkan matanya mulai tertuju pada berbagai arah.

"Heh, apa kau tuli?" Jihoon berdecih, ia menjongkokkan dirinya disamping Jisung. Dalam sekejap, kegelisahan Jisung meningkat. Jari-jarinya mulai terikat ke satu sama lain, bergetar dan melakukan pergerakan-pergerakan yang menunjukkan perasaan gugup dengan jelas.

Dengan kasar Jihoon menarik rambut Jisung yang membuatnya meringis kecil, kedua tangannya segera naik menuju kepalanya. Jihoon mengeluarkan tawa kecil, "Hei, aku sudah memanggilmu berkali kali keparat. Apa kau sengaja mengabaikanku? Lihat aku" Sekali lagi Jihoon menarik rambut Jisung.

Pemuda dengan dua manik berbeda itu meringis kecil sebelum perlahan mengalihkan perhatiannya ke Jihoon. Jihoon tertawa sebelum melepaskan genggamannya di rambut Jisung. Ia berdiri dan menatap Jisung bagaikan sampah.

"Lepaskan ini" Dengan paksa Jihoon menarik tas Jisung, membuat Jisung semakin bergetar. Jihoon membuka tas milik Jisung dan membuang keluar semua barang yang ada didalamnya. Sedangkan Jisung mencoba untuk menangkap kertas kertas yang terjatuh. Sekali lagi, Jihoon dan teman-temannya tertawa, ia melemparkan tas itu ke kepala Jisung.

"Kau benar benar punya nyali yang kuat untuk menatapku dengan dua mata anehmu itu" Jihoon beserta kedua temannya tertawa. Jisung kembali tertunduk yang menambah gelak tawa ketiga manusia itu.

"Sudahlah, Junkyu, Yoshi, kita pergi saja. Tidak ada gunanya berbicara dengan sampah ini" Dan dengan begitu, Jisung ditinggalkan seorang diri dilantai.

Jeongin berjalan melewati toko swalayan dan berbagai bangunan lain dengan perasaan sedih terpahat di hatinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jeongin berjalan melewati toko swalayan dan berbagai bangunan lain dengan perasaan sedih terpahat di hatinya. Jika diperhatikan, dari ujung kepala hingga ujung kaki Jeongin mengenakan pakaian serba hitam.

Ia tidak suka memikirkan kejadian barusan, jika bisa ia ingin menghapus memorinya tentang itu. Dan pas sekali, langit pun ikut berduka dengan Jeongin hingga meneteskan butiran butiran air ke bumi.

Sedikit demi sedikit, air hujan mulai merembes bajunya dan membasahi seluruh tubuh Jeongin. Namun pemuda itu tidak menyalak bagaimana pun, ia menerimanya bagaikan hukuman.

Segala kejadian yang terjadi, ia menerimanya sebagai hukuman sekarang. Hukuman terhadap dirinya yang sebenarnya bukan salahnya, tidak sedikitpun salahnya. Hanya saja memang sudah ajal sang nenek, tidak mungkin Jeongin menyela dalam hal itu.

Bersama air hujan, Jeongin membasahi pipinya dengan air mata. Ia benar benar sedih saat ini, ia berharap tidak akan ada orang yang mengganggunya didalam kesedihannya.

Tanpa ia sadari, didepannya sudah terpapar rumah tempat ia-- biasanya --tinggal dengan neneknya. Ia membuka pintu, menilik sekitarnya. Segala perabotan dan sudut rumah itu ia perhatikan dengan seksama.

Tapi satu hal yang tidak bisa berhenti ia tatap adalah kursi yang biasa di duduki oleh neneknya. Ia berjalan kearah kursi itu dan perlahan duduk di lantai berhadapan dengan kursi itu.

Ini sangat mengingatkan dirinya ketika neneknya akan membelai surainya sedangkan ia terduduk dilantai-- tepat ditempat ia duduk sekarang --dan memainkan handphone-nya.

Perlahan, air mata membasahi pipi Jeongin lagi, ia meletakkan kedua lengannya di kursi itu dan menyenderkan kepalanya disitu. Ia rasa berduka adalah hal yang paling menyedihkan.

namun tergantung orangnya.

bener bener uda gila aku ya cuma ngasih klen satu chapter, mana rada pendek lagi, mana uda lama ga apdet bener bener maaf gaiss <33

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

bener bener uda gila aku ya cuma ngasih klen satu chapter, mana rada pendek lagi, mana uda lama ga apdet bener bener maaf gaiss <33

𝒔𝒕𝒓𝒂𝒚 𝒐𝒏 𝒕𝒉𝒆 𝒓𝒐𝒂𝒅 -- stray kidsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang