-7 | Calon Mantu

7 1 0
                                    

Mobil pak Arjunka sudah berada di depan rumahku, aku memilin tali pita di blouse ku. Heran, bingung, dan aneh. Perasaan itu tiba-tiba muncul begitu saja saat aku bertemu dengan pak Arjunka disini.

"Pak, ini beneran mau kerumah saya?" tanyaku memastikan, kali aja gitu tadi dia hanya bercanda jadi aku perlu kepastian aja. Hehe.

"Kamu udah berapa kali nanya sih?" balasnya sambil terkekeh.

"Aneh aja gitu pak," Aku menggaruk tengkuk leherku yang tidak gatal, oiya sampe lupa.. "Maaf pak, saya turun duluan ya bukain bapak gerbang."

Dari kecil aku tinggal disini, Bunda sama Ayah sama sekali nggak pernah mempekerjakan orang lain. Jadi, aku sama sekali tidak ada pembantu atau sejenisnya. Aku langsung melepas seatbealt, dan berjalan membuka gerbang.

Setelah itu membiarkan mobil pak Arjunka terparkir di garasi, sebentar.. Untungnya Ayahku belum pulang, kalau sudah haduh aku di interogasi dua kali dong. Ahh, tidak. Aku kembali menutup gerbang rumahku.

"Masuk pak," ucapku kepada pak Arjunka. Aku berjalan mendahului memasuki rumah. Cantik. Bundaku lagi duduk cantik di sofa sambil menonton drama korea yang telat banget nontonnya padahal aku udah tamat. Haha.

Melihatku masuk membawa seseorang, Bunda langsung terduduk tegap dan senyuman manisnya terpampang begitu saja seperti sudah otomatis. Gencar banget senyuman kalau udah ngeliat yang bening.

"Sore tante," sapa pak Arjunka, aku meliriknya kikuk.

"Sore, ayo duduk nak." jawab Bunda menyuruh pak Arjunka duduk. Baru saja aku ingin ikut duduk di samping Bunda. Bunda melototiku, seraya berisik, "Bikinin minum, Na." setelah itu kembali tersenyum manis ke arah pak Arjunka.

Mulutku tidak berhenti mengumpat saat kakiku sudah menapaki dapur. Aku bikin minuman seadanya, kebetulan tersedia orange juice. Setelah selesai, kemudian ku letakkan masing-masing satu persatu.

"Minum pak," suruhku, dia pun mengangguki. Aku meneguk hingga tandas. Haus banget. Secara tidak sengaja aku berdahak di depan pak Arjunka.

"Eh, maaf pak." cicitku pelan, Bunda mencubit pahaku dengan refleks aku menjerit, "Aaaaa-"

"Maaf ya nak, Kunala nggak sengaja kok. Nggak biasanya dia seperti itu. Sekali lagi maaf ya nak," pak Arjunka hanya mengangguk setelah itu terkekeh.

Aku menyeryitkan dahiku, tidak lupa dengan tanganku yang masih mengelus pahaku. Nggak sengaja? Itu memang benar, tapi kalau nggak biasanya? Itu salah. Aku sering kali berdahak seperti ini kalau lagi lapar atau haus. Jangan salah, aku suka di marahi atau ini ada kekerasan fisik dikit. Hehe.

"Bun, kenalin dia ini-" ucapanku terpotong begitu saja oleh Bunda. Tanpa melirikku melainkan melirik pak Arjunka.

"Calon mantu Bunda?"

"Bukan, Bun." elakku.

"Rencananya gitu, tante."

Aku jawab berbarengan dengan pak Arjunka, Bunda terkekeh melihat kami berdua yang berbeda jawaban. "Kalian jodoh, Bunda setuju kok,"

☑☑️☑️

Kini aku tinggal berdua saja di ruang tamu dengan pak Arjunka. Mengingat ucapannya tadi siang kami berdua di restoran, katanya dia memiliki sesuatu yang perlu di perbincangkan. Aku susah banget tadi bujuk Bunda buat masuk ke kamarnya, sampai akhirnya kini tinggal kami berdua.

"Sampe sini saya masih nggak paham maksud dan tujuan bapak mampir kerumah saya," jelasku. Aku menggigit bibir bagian bawahku.

"Kamu ini pelupa ya, apa yang tadi siang saya ucapkan. Saya juga cari calon istri." timpalnya santai.

"Terus hubungannya sama saya apa pak?"

"Ya kamu, calon istri saya."

Aku terpekik kaget, hampir saja aku teriak.

"Bapak sakit ya?" Aku menempelkan telapak tanganku di dahinya.

Pak Arjunka memegang telapak tanganku, kemudian mendaratkannya di pahanya. "Saya serius, Kun."

Aku menatap nanar wajahnya, ini gila. Sungguh, hilang akal kayaknya cuma gara-gara kata CALON.

"Kamu kan lagi cari calon suami, saya cari calon istri. Ya, buat apa susah-susah cari kalau kita sama-sama membutuhkan,"

"Tapi nggak begini caranya pak." jawabku sungut. Aku menggeram kesal dengan sikap bodohnya. "Kita bahkan belum saling kenal pak, saya takut kalau ternyata bapak ini orang jahat, pedofil, psikopat atau semacamnya."

"Jahat banget kamu ngomongnya ya,"

"Nikah itu bukan main-main pak, nikah itu masalah kita hidup sama siapa dan seumur hidup kita." tuturku, kelihatan banget nggak sih aku sok taunya? Loh, memang benar kan.

Arjunka tertawa renyah, "Saya paham, atau gini." Dia mengangguk lalu berhenti. "Kalau kamu mau kita berkenalan lebih dalam lagi, saya bisa Kun." sepertinya pak Arjunka masih kekeuh pada pendiriannya.

"Gimana caranya pak?" jawabku, aku menatap jengah lelaki gila yang berada di depanku ini.

"Banyak yang harus kita bahas, Kun. Dan saya ada ide, gimana kalau kita saling tukar informasi dalam bentuk file lalu kita pelajari sendiri-sendiri? Tentunya ada persyaratan yang kita buat juga. Kita harus tahu latar belakang masing-masing, kan? Atau kamu keberatan?"

Aku hanya bisa diam, perkataannya kali ini benar-benar membuatku tercengang. Ini gila banget, aku tahu aku dan dia sama-sama membutuhkan seseorang karena desakkan orangtua. Tapi, apakah dengan cara seperti ini adalah cara yang benar? Hmm, tapi-tapi..

Idenya menarik juga, siapa sih yang bisa menolak pesona pak Arjunka. Kalau boleh ku akui, lelaki itu tampan, cerdas, dan yang terpenting sudah.. Mapan.

"Kalau itu yang terbaik, saya setuju pak." pak Arjunka tersenyum puas begitu mendengar ucapanku.

"Bikin yang menarik, ya. Kayak surat lamaran kerja, tapi isinya kamu melamar saya,"

"Loh kenapa saya yang bikin, kan bapak yang punya ide," sungutku mendelik tajam ke wajah lelaki itu.

"Nanti saya juga bakal bikin buat kamu," pak Arjunka tertawa, meski gengsi melakukannya tapi aku menyetujui karangan gilanya.

Aneh.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 13, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KULANKA | On Going Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang