~•6. bersama Dyah Nertaja•~

964 95 6
                                    

Aloo guys!! Apa kabarnya nih??

Siapa disini yang nungguin part ini upload??

Eitsss!! Sebelum Kalian baca part ini. Jangan lupa VOTE & COMMENT GUYS!!

Tanpa menunggu berlama-lama lagii.. KUY LANGSUNG AJA BACA😻

I hope you enjoy this story

Happy Reading 🙆💞

---

Arya mencabut pedangnya, mengarahkan ujung tajamnya ke arah sembilan perempuan di hadapannya. Suasana seketika berubah tegang, aura Arya menggelap, dan tatapannya kini sedingin es.

"Jika kalian ingin kepala kalian tetap berada di tempatnya, cepat katakan siapa kalian sebenarnya!" Suaranya menggema dengan ancaman terselubung.

Sembilan perempuan itu meneguk ludah mereka. Arya yang berdiri di hadapan mereka jelas bukan Arya Lucassendra yang mereka kenal. Diam tak bersuara, mereka tahu pedang di tangannya bisa saja melukai mereka kapan saja.

Melihat situasi yang semakin memanas, Nertaja memutuskan untuk menghentikan aksi Arya, terlebih lagi orang-orang di sekitar mulai memperhatikan kejadian tersebut.

"Arya, hentikan! Turunkan pedangmu!" seru Nertaja dengan tegas.

Arya tetap pada posisinya, suaranya penuh keteguhan, "Tidak akan, Dyah."

Nertaja mengutuk dalam hati. Jika sudah seperti ini, Arya akan sulit ditenangkan. Apalagi Arya sangat setia pada janjinya untuk menjadi pengawal pribadinya.

"Ini pasti hanya kesalahpahaman. Kita bisa menyelesaikan ini dengan baik-baik. Tolong turunkan pedangmu," pinta Nertaja dengan suara lembut namun tegas.

Arya tetap diam tak bergeming.

Nertaja tahu, jika sudah seperti ini, satu-satunya jalan adalah dengan menyebutkan nama kakaknya.

"Arya Wicaksana, turunkan pedangmu! Ini perintah dari aku, adik Prabu Maharaja Sri Rajasanagara Hayam Wuruk."

Dengan enggan, Arya menurunkan pedangnya. Jika Nertaja sudah membawa nama Hayam Wuruk, Arya tak bisa membantah lagi.

Sembilan perempuan itu akhirnya bisa bernapas lega saat pedang itu diturunkan, meski tatapan Arya masih tetap dingin.

Dalam suasana yang masih tegang, Nertaja berusaha memahami maksud kedatangan mereka. Untuk meredakan ketegangan, ia mengambil keputusan cepat.

"Pengawalku, mengapa kau begitu kasar kepada tamu kerajaan kita?" suara Nertaja lembut, namun menyiratkan otoritas.

Arya terbelalak, tidak hanya Arya, sembilan perempuan itu juga terkejut mendengar pernyataan Nertaja.

"Maksudmu apa, Dyah?" Arya bertanya, kebingungan.

"Maafkan aku, aku baru ingat sekarang! Kakakku sudah pernah membicarakan ini, bahwa kita akan kedatangan tamu dari kerajaan jauh," jelas Nertaja dengan penuh alibi.

Dahi Arya semakin berkerut. "Tapi mengapa Gusti Prabu tidak menyampaikan hal ini ke petinggi keraton lainnya? Bukankah ini seharusnya diumumkan?"

"Karena tamu ini sangat istimewa dan kedatangan mereka harus dirahasiakan," lanjut Nertaja.

Arya merasakan kejanggalan dalam kata-kata Nertaja, tapi dia tidak bisa menemukan kebohongan di wajahnya. Namun, tetap saja perilaku mereka tidak mencerminkan sebagai utusan kerajaan.

"Aku minta maaf atas perilaku pengawalku tadi," ujar Nertaja akhirnya.

"Dyah, tidak seharusnya Dyah meminta maaf seperti itu," Arya mencoba menahan kesalnya.

Terlempar ke Majapahit-(Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang