6. Salam Damai

97.5K 11K 249
                                    

Btw nggak ada visual ya, silahkan berhalu ria 🥰

***

Bel tanda istirahat berdering. Dengan cepat Era dan teman-temannya bergegas ke kantin untuk menyerbu makanan. Era tidak sempat sarapan tadi karena takut jika akan terlambat upacara. Dia masih trauma dengan hukuman yang diberikan Aksa sampai membuatnya tidak tidur semalaman.

Belum sempat memesan makanan, Lala datang dan menepuk bahunya pelan. "Jangan pesen dulu. Lo dipanggil sama pak Herman."

"Pak Herman?" tanya Era bingung. "Ngapain? Kan gue nggak telat hari ini?"

"Nggak tau, cepet sana udah ditunggu."

Dengan kesal, Era berbalik ke luar kantin dan berjalan menuju ruangan konseling. Bibirnya mengerutu dengan kesal. Kenapa tidak saat pelajaran pak Herman memanggilnya? Seharusnya di waktu istirahat Era bisa menikmati makanannya dengan nyaman.

"Siang, Pak." Era mengetuk pintu sebentar sebelum masuk ke dalam ruangan. Saat sudah berada di dalam, Era paham kenapa pak Herman memanggilnya.

"Siang," sapa Aksa tersenyum melihat kedatangan Era. Namun Era tahu jika senyum itu adalah senyum mengejek. Tidak ada pak Herman di ruangan itu, hanya ada Aksa yang terlihat duduk santai dengan tangan yang terlipat di dada.

"Mana tugas kamu? Udah selesai belum?"

Bener kan? Pasti nagih tugas. Iblis emang.

"Kok sekarang sih, Pak? Saya kan mau makan," tanya Era memelas.

Aksa melirik jam tangannya sebentar. "Saya cuma ada waktu sampai jam istirahat selesai."

"Tapi saya laper." Era masih berusaha untuk bernegosiasi demi kesejahteraan perutnya.

Senyum Aksa menghilang, "Makanya, cepet bawa tugas kamu ke sini biar cepet selesai!"

Era mengerucutkan bibirnya dan berlalu untuk mengambil tugasnya. Lagi-lagi dia mengumpati tingkah Aksa yang menyebalkan. Kenapa pria itu selalu membuat Era naik darah? Sebenarnya apa salah dirinya?

Tak ingin berlama-lama, Era segera kembali ke ruangan konseling. Di sana Aksa masih sendiri dan terlihat sibuk memainkan ponselnya.

"Ini, Pak. Tugas saya." Era meletakkan tugas yang dia bawa di atas meja.

Aksa mengambil tugas Era dan melihat judulnya sebentar. Setelah itu dia membukanya dan membacanya cepat. Hal itu membuat Era sedikit was-was dan takut jika Aksa kembali mencari kesalahannya lagi.

"Gimana?" tanya Aksa tanpa mengalihkan pandangannya dari tugas Era.

"Gimana apanya, Pak?"

"Udah kapok belum?" Aksa mengangkat kepalanya dan tersenyum tipis.

"Kapok banget, Pak! Nggak lagi-lagi saya berurusan sama Pak Aksa." Era berucap membara. Dia memang merasa jera. Tugas yang diberikan Aksa cukup menguras pikiran dan waktunya.

Aksa meletakkan tugas Era di atas meja dan berbicara, "Saya lakuin ini bukan karena iseng, tapi biar kamu bisa disiplin akan peraturan yang ada."

"Saya paham kok, Pak. Tapi saya beneran nggak ada niatan buat telat atau melanggar aturan apapun itu. Kalau ditanya saya juga punya alasan kok, Pak. Buktinya pak Wijaya aja paham sama kondisi saya."

"Buat saya paham kalau gitu." Era mengangkat kepalanya dan menatap Aksa terkejut. Dia hanya asal bicara tadi agar mendapat simpati Aksa, tapi ternyata pria itu berbeda dengan pak Wijaya.

"Saya harus jaga dan urus keperluan adik-adik saya, Pak. Kalo bisa saya duluin kepentingan mereka dari pada saya sendiri. Pak Wijaya juga minta saya buat jagain adik-adik, itu pesan terakhir pak Wijaya buat saya."

Harta Tahta Kesayangan Duda (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang