Era dan Bian tampak menghitung jumlah kapal yang mereka buat. Kapal yang beraneka warna membuat Bian tersenyum senang. Dia terlihat tidak sabar untuk segera bermain di kolam renang bersama kapal-kapalnya.
"Empat belas.. lima belas! Yes!" Bian langsung berdiri dan membawa keranjang kapalnya untuk dibawa ke halaman belakang.
Era yang melihat itu langsung bergegas mengikuti Bian. Dia tidak mau jika Bian bermain di kolam renang tanpa pengawasan. Bisa-bisa Aksa membunuhnya jika terjadi apa-apa dengan Bian.
"Bian jangan lari!" Era tampak kesulitan berlari dengan rok seragamnya.
"Liat, Kak! Kapalnya ngapung." Bian bertepuk tangan senang.
Era memasukkan kakinya ke dalam kolam dan ikut bermain dengan Bian. Pandangannya mengedar dan dia kembali terkagum-kagun dengan halaman rumah Aksa. Pria itu mempunyai banyak uang tapi tidak terlihat sombong. Justru yang membuat Era kesal dengan Aksa adalah kecerewetannya.
"Kak Era, aku mau renang." Bian menatap Era dengan mata bulatnya.
Era berpikir dan mencubit pelan pipi Bian. "Habis ini makan siang, renangnya nanti aja ya?" tanya Era mencoba untuk mengubah keputusan Bian.
"Mau sekarang, Kak!" Bian terlihat merengek dan membuang kapal-kapalnya.
Era yang melihat itu menghela nafas lelah. Bian memang pintar tapi dia juga manja. Sulit untuk mengendalikan anak itu jika permintaannya tidak diturui.
"Kok dibuang?" Era bertanya dengan sedih. "Padahal Kak Era udah capek-capek bikin."
Bian terdiam. Dia menunduk sambil memainkan tangannya. Bibir mungil yang mengerucut itu membuat Era gemas. Perlahan Bian berdiri dan mengambil kapal kertas yang dia lempar. Dia mengumpulkannya menjadi satu dan memasukkannya kembali ke dalam keranjang.
"Maaf, Kak Era," ujar Bian pelan.
Era tersenyum dan mengacak pelan rambut Bian. "Bian masih mau berenang?"
Bian mengangguk cepat. Dia menatap Era dengan penuh harap. Bian ingin sekali berenang bersama kapal-kapalnya.
"Bian tunggu di sini ya, Kak Era tanya papa dulu."
Bian memilih untuk duduk di gazebo samping kolam renang sambil menunggu Era yang tengah bertanya pada ayahnya. Dia duduk tenang sesuai dengan permintaan Era. Bian juga tidak berani bermain di dekat kolam renang seorang sendiri. Dia memang bisa berenang tapi tidak dengan kolam renang yang dalam.
Era sendiri masih terlihat ragu untuk mengetuk pintu ruangan kerja Aksa. Dia sungguh malas jika pria itu akan kembali membuatnya kesal.
Akhirnya Era memilih untuk mengetuk pintu. Saat mendengar sahutan dari dalam, Era masuk dengan memasukkan kepalanya terlebih dulu.
"Pak Aksa," panggil Era pelan.
"Kenapa?" Aksa terlihat duduk di kursi kerjanya.
Era memutuskan untuk masuk dan menghampiri Aksa. "Bian minta berenang, Pak."
"Bisa kamu temenin Bian berenang?"
Era dengan cepat menggeleng. "Saya nggak bawa baju renang, Pak."
"Kamu bisa pake kaos saya." Saat akan beranjak, Era mencegah Aksa.
"Pak Aksa aja yang nemenin Bian. Udah selesai kan kerjanya?"
Aksa kembali duduk dan menatap Era lekat. "Kenapa kamu nggak mau temenin Bian berenang?"
"Saya nggak bisa berenang!" ungkap Era pada akhirnya. Tidak ada gunannya dia berbohong pada Aksa.
Sesuai dengan dugaan Era. Pria itu tertawa dengan puas. Era menatap Aksa dengan tangan yang terlipat di dada. Dia mengikuti tawa Aksa dengan kesal dan mengejek.
KAMU SEDANG MEMBACA
Harta Tahta Kesayangan Duda (SELESAI)
RomanceCoba bayangin gimana rasanya ditaksir sama duda? Iya duda. Itu yang gue rasain sekarang. Bisa-bisanya cowok kalem kayak dia suka sama cewek aneh kayak gue? Pingin banget gue lari, tapi ada buntutnya yang bikin nggak jadi. Bukannya gue nggak mau, tap...