Cepet kan updatenya 💕
Karena cepet, komennya harus banyak ya. Aku seneng kalo ngobrol sama kalian di comment 🙈
***
Bu Asih tampak berdiri di teras panti dengan khawatir. Hari sudah mulai gelap, tapi Era belum juga kembali ke rumah. Bukan obat Rafi yang dia pikirkan saat ini, tapi keberadaan Era. Menelepon pun percuma karena Era meninggalkan ponselnya di rumah. Kadang kecerobohan gadis itu membuat Bu Asih mengelus dada.
Saat akan berbalik masuk, sebuah motor terdengar memasuki halaman. Mata Bu Asih menyipit saat mendapati Era yang sudah datang. Akhirnya Bu Asih bisa menghela nafas lega, tapi itu tidak berlangsung lama saat dia melihat Era turun dari motor dengan tertatih.
"Era? Kamu kenapa, Nak?" tanya Bu Asih mendekat.
Era menatap Bu Asih dengan mata yang berkaca-kaca. Perlahan dia mendekat dengan kantung plastik yang berisikan obat Rafi. Meskipun tubuhnya terasa sakit semua, tapi dia tetap bertanggung jawab akan obat Rafi.
"Tangan kamu kenapa, Ra?" tanya Bu Asih sekali lagi.
Era merengek dan mulai menangis. "Kesenggol transformer, Buk. Badanku sakit semua."
"Transformer? Mobil maksud kamu?"
Era mengangguk sambil melihat lengan dan kakinya yang masih belum diobati.
"Pasti kamu yang nggak hati-hati. Terus gimana transformernya?"
"Penyok, Buk. Untung yang punya nggak minta ganti rugi."
Alis Bu Asih naik sebelah mendengar itu. "Bisa-bisanya dia nggak minta ganti rugi? Kalau itu Ibuk, udah pasti minta ganti rugi yang banyak. Apalagi kalau tau kamu yang rusakin."
"Ih, Ibuk! Sakit semua nih badanku."
Bu Asih tersenyum dan mengelus kepala Era sayang, "Ayo masuk, Ibuk obatin luka kamu."
***
Era menatap adiknya satu persatu yang terlihat sangat menikmati makan malam. Anggota panti memang tidak banyak dan hampir semuanya masih di bawah umur. Hanya dirinya yang sudah mempunyai KTP, maka dari itu dengan kesadaran diri dia bersedia membantu Bu Asih untuk membantu menjaga adik-adiknya. Era memang penghuni pertama di panti ini, oleh karena itu dia memiliki keistimewaan sendiri.
"Kamu nggak makan, Ra?" tanya Bu Asih menghampirinya.
"Nanti aja, Buk. Biar adik-adik makan dulu."
Bu Asih tersenyum mendengar itu. Tangannya meraih piring dan memberikannya pada Era. "Makan sekarang. Lauk masih banyak, nggak usah khawatirin adik-adikmu."
Era tersenyum dan mulai mengambil makannya. Tangan dan kakinya sudah berbalut perban dan plester setelah diobati oleh Bu Asih. Untung saja Bu Asih memiliki keahlian, jika tidak mungkin dia harus mengeluarkan uang untuk berobat ke klinik.
"Besok kamu nggak usah masuk sekolah dulu." Saran Bu asih.
Era dengan cepat menggeleng. "Nggak, Buk. Aku masuk aja besok. Penggantinya pak Wijaya serem."
"Kata siapa? Pak Aksa baik kok."
Era berbalik dengan alis yang bertaut. "Ibuk kok tau Pak Aksa?"
"Tadi kan Pak Aksa ke sini jemput Bian sama Bu Ratna."
Era menatap Bu Asih dengan was-was. Semoga apa yang dia pikirkan saat ini tidak benar adanya. "Pak Aksa dateng ke sini?"
"Iya. Dia papanya Bian."
Bagai tersengat listrik, tubuh Era mendadak berubah kaku. Dia menatap Bu Asih dengan rasa tidak percayanya. Ternyata pria yang dimusuhinya selama ini adalah anak dari pak Wijaya dan bu Ratna? Yang juga merupakan ayah Bian? Kenapa dia tidak mengetahui semuanya? Era pikir Aksa hanya orang luar yang menggantikan posisi pak Wijaya untuk mengurus sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Harta Tahta Kesayangan Duda (SELESAI)
RomanceCoba bayangin gimana rasanya ditaksir sama duda? Iya duda. Itu yang gue rasain sekarang. Bisa-bisanya cowok kalem kayak dia suka sama cewek aneh kayak gue? Pingin banget gue lari, tapi ada buntutnya yang bikin nggak jadi. Bukannya gue nggak mau, tap...