Nandemunaiya

515 73 30
                                    

Naruto punya Om Masashi Kishimoto, saya cuman pinjam, semoga Om Kishi nggak keberatan.

Warning! Jika ada kesempatan dalam cerita, itu adalah unsur ketidak sengajaan.


















Angin berhembus lembut mengayunkan helaian rambut indigo panjangnya.

Di atas jembatan yang sepi.

Air mata mengalir tanpa isakan dengan sorot mata kosong yang hampa, memandang sayup bulan purnama yang memantul di aliran sungai yang beriak, gelombangnya memecah pantulan bulan.

"Apa salah jika aku menyukainya?"

Lirih dan serak suaranya sedikit memecah kesunyian malam.

Terlahir sebagai seorang yang pengecut membuat Hinata hanya mampu memendam perasaannya. Namun entah kenapa dirinya begitu sial karena teman-temannya menemukan surat cinta yang tidak pernah ia kirim sejak setahun yang lalu itu.

Dan mereka dengan tega membuly Hinata, seakan perasaan cinta itu adalah sesuatu aib atau sampah yang membuat mereka jijik.

Hinata sadar diri, orang seperti Toneri bukanlah orang yang bisa ia raih. Ia sadar itu, surat yang di selip dalam buku yang selama setahun ini berada dalam tasnya itu tidak pernah terniat untuk di sampaikan.

Sudah seminggu ini aktivitasnya di sekolah tidak jauh dari ejekan dan makian yang harus di terima.

Hinata malu, ia bahkan tidak sanggup untuk berhadapan dengan Toneri lagi. Sebisa mungkin dirinya menjauh.

Hinata merobek surat lusuh di tangannya, merobek hingga sekecil-kecilnya. Surat cinta yang menjadi awal suram masa SMA selama tahun ajaran terakhirnya.

Apa dirinya bisa melewati tahun ajaran terakhirnya? Entahlah. Hinata sendiri tidak tahu.

Kertas yang telah di robek menjadi sepihan itu di lemparkan ke sungai, beterbangan, berputar-putar, hingga akhirnya hanyut bersama aliran air yang mengalir.

Bisakah semuanya menjadi baik-baik saja?

Bisakah melewati semua ini dengan tidak memperdulikan apa yang mereka katakan?

.

.

.

Hinata menyantap makan malamnya seperti biasa. Hanya mereka berdua dengan Hanabi yang mengisi meja makan luas yang kosong.

Ayah dan ibunya menghabiskan seluruh waktunya untuk bekerja, menumpuk harta yang tidak akan habis tujuh turunan.

Walau hidup kaya raya, tapi Hinata tidak merasa puas. Ada lubang di hati yang semakin hari semakin membesar.

Ia menginginkan sebuah keluarga yang utuh.

Tetapi semua itu tidak bisa di raih.

Keluarga ini begitu dingin, tidak ada kehangatan yang terasa di dalamnya.

Ayahnya yang menginginkan anak lelaki membuatnya tidak memperdulikan Hinata dan Hanabi. Tidak ada kehangatan sosok seorang Ayah yang seharusnya menjadi lelaki idaman, dan cinta pertama bagi seorang anak perempuan.

Hiashi bukan cinta pertama bagi Hinata. Lelaki yang bahkan tidak menegur sapa apalagi bercanda dengannya.

Hiashi bahkan lebih memilih untuk mengadopsi anak dari saudara nya yang telah meninggal dan mencurahkan perhatian pada anak lelaki yang selama ini ia idamkan. Neji.

Sedangkan Hinata dan Hanabi? Mereka bagaikan mahluk tidak kasat mata bagi Hiashi.

Lalu ibunya?

Hikari juga memilih bekerja untuk memenuhi egonya dari pada memperhatikan ke dua Puterinya. Baginya, materi yang berlimpah sudah lebih dari pada cukup.

Kumpulan One ShootTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang