Dua minggu terlewati, Jeongwoo menjalani hidup normalnya. Tanpa ada gangguan dari Haruto karena Jeongwoo mengancamnya untuk tidak perlu mengantar dan menjemputnya atau Ia tidak akan datang ke acara penting Junkyu dan Mashiho—tunangannya.
Beruntung Haruto setuju, itupun setelah Jeongwoo memberikan nomor ponselnya.
Lagipula, jika Haruto tetap mengantarnya maka gadis-gadis di dalam kelasnya akan semakin manjadi-jadi. Sungguh, Jeongwoo tidak mau hal itu terjadi. Ia hanya ingin hidup tenang.
Dan kini Jeongwoo tengah bersiap; memandang rupanya dalam pantulan cermin. Kemeja putih bersih dan dibalut oleh jas berwarna senada melekat rapih pada tubuhnya. Dahinya Ia biarkan tertutup oleh rambut coklat gelapnya.
Semalam Haruto mengirimkannya pesan, pria Jepang itu bilang, Ia akan sampai tepat pada pukul tujuh pagi. Namun sampai sekarang pukul delapan, Jeongwoo sama sekali tidak mendengar suara motor melewati rumahnya.
Mengambil ponsel dan dompet yang langsung Ia selipkan ke dalam saku jasnya. Jeongwoo keluar dari kamar dan berjalan turun untuk mengisi perut.
Bagaikan déjà vu, Jeongwoo melihat Haruto dan kedua sepupunya dalam satu meja makan. Berbedanya kini Haruto menggunakan kemeja putih dan jas hitam pekat.
Duduk di samping Mingyu lalu menatap Haruto. "Kapan sampainya?" tanya Jeongwoo.
Haruto menelan gumpalan nasi dalam mulutnya lalu menjawab, "Belum lama."
Jeongwoo menoleh pada Mingyu; meminta untuk diberitahu kebenarannya.
Mingyu tertawa pelan. "Sekitar, satu setengah jam yang lalu."
Mata Jeongwoo terbelalak. Yang benar saja, bagaimana Ia tidak sadar dengan eksistensi Haruto di rumah itu.
"Emang kalian mau kemana? Rapih banget bajunya," tanya Woojin.
"Ke acara pernikahan," jawab Haruto santai.
Berbeda dengan Woojin dan Mingyu yang terkejut setengah mati. "HAH?!"
Dan Jeongwoo hanya bisa menghela nafas malas saat sepupunya menatap meminta penjelasan. "Kenalan kita ada yang nikah, bukan kita yang nikah," jelas Jeongwoo lelah dengan kerja otak sepupunya.
Namun lagi-lagi ucapan frontal Jeongwoo membuat Haruto tersedak.
"Halah, capek."
•/•/•/•/
Pantas saja Jeongwoo tidak mendengar suara motor, itu karena Haruto yang menggunakan mobilnya. Dengan suara musik dari radio yang dinyalakan—sengaja agar suasana tidak terlalu canggung— mereka berangkat menuju gedung pernikahannya.
"Kamu gimana bisa kenal Kak Asahi?" tanya Jeongwoo tiba-tiba. Setidaknya Ia mencoba agar suasana tidak terlalu canggung.
Haruto sempatkan menoleh pada Jeongwoo yang menatap ke luar sebentar. "Tetangga, kita satu komplek sama Kak Mashiho juga."
"Kamu sendiri? Gimana kenal Kak Asahi?"
"Dari Kak Jaehyuk," jawab Jeongwoo. "Kak Asahi sering dateng ke apartemen Kak Jaehyuk, aku tinggal di sana sebelum di rumah yang sekarang," lanjutnya.
Haruto menautkan alisnya. "Kamu pernah tinggal bareng Kak Jaehyuk? Kenapa?"
Jeongwoo menggendikkan bahunya tak acuh. "Karena aku nggak punya rumah."
Bagaimana pun, Haruto tetaplah seorang asing yang belum pantas mengetahui tentang dirinya.
•/•/•/•/
Setelah memberi ucapan selamat kepada si tokoh utama, Jeongwoo mengambil prasmanan dan mencari meja untuk Ia tempati bersama Haruto—pria itu izin untuk ke kamar mandi.
Omong-omong, mereka juga bertemu dengan Jaehyuk dan Asahi. Dengan kemeja berwarna hitam membuat keduanya nampak serasi; Junkyu bahkan bergurau jika Jaehyuk dan Asahi lah yang akan melakukan pernikahan.
Keluarga Junkyu cukup kaya untuk menyewa gedung besar sebagai aula pernikahan anak tunggal mereka. Karena itu juga, Jeongwoo tampak menyedihkan karena menyantap sajian dengan lima kursi kosong menemaninya.
"Hai? Maaf ganggu, kursi ini kosong?"
Jeongwoo mendongak dan mengangguk, beberapa saat yang lalu Ia melihat sosok itu berbicara dengan Haruto. Jadi, sepertinya bukan masalah.
Pria itu mengambil tempat di samping kanan Jeongwoo. Memerhatikan Jeongwoo yang mengindahkan dirinya.
"Aku—"
"Jeongwoo! Eh, Kak Yoshi? Di sini juga?"
Si empunya nama kembali mendongak saat mendengar suara yang familiar. Bukan hanya Jeongwoo, namun pria di sampingnya pun ikut mendongak.
"Iya, cuma ada meja ini yang kosong," jawab Pria itu—Yoshi setelah Haruto menduduki kursi di samping kiri Jeongwoo.
Jeongwoo menatap ke sekelilingnya. "Kamu pulang dari kamar mandi kenapa jadi bawa rombongan?" tanyanya dan menunjuk empat orang lain yang menuju ke meja mereka dengan dagu.
Haruto tertawa renyah. "Mereka mau makan bareng."
Tak lama empat orang itu—Jaehyuk, Asahi, Junkyu, dan Mashiho tiba.
Mashiho bertanya riang saat melihat sosok Yoshi, "Eh, Yoshi! Di sini juga?" Yang ditanya hanya mengangguk sembari tersenyum tipis.
"Kursinya kurang, nih."
"Ambil aja dari meja itu, kosong satu, tuh," sahut Junkyu.
Setelah meminta izin, Jaehyuk membawa kursi kosongnya dan duduk tepat di samping Asahi yang ada di sebelah Haruto.
"Udah pada kenal semua, 'kan? Kecuali Yoshi?" Semuanya serempak mengangguk.
"Ayo dong, Jeongwoo, Jaehyuk, Yoshi, kenalan!" titah Junkyu.
Yoshi tersenyum canggung. "Kanemoto Yoshinori, tetangga Mashiho sekaligus Asahi dan Haruto."
"Yoon Jaehyuk, pacar Asahi," ucap Jaehyuk bangga.
Kini Jeongwoo yang memperkenalkan diri, "Park Jeongwoo, temen Haruto."
Haruto tersenyum masam, berbeda dengan Yoshi yang justru tersenyum lebar.
•/•/•/•/
A.N— sama kayak yang aku bilang di GAB, aku berterimakasih karena ada yang mau baca buku aku, tapii aku bakal seneng banget kalau kalian ngasih aku dukungan berupa vote :> intinya, makasih buat yang selalu dukung aku! 💗
btw, ini chapter paling panjang sejauh ini @-@
KAMU SEDANG MEMBACA
Fated ; Hajeongwoo [✓]
Fanfiction(+) 渡辺春虎 & 박정우 Diberi kemampuan khusus untuk melihat siapa takdirnya membuat Jeongwoo semakin membenci dirinya. ❝Can we change our fate?❞ [Semi-baku] [Fantasi] [Soulmate] [End]