Chapter 6: Pengkhianatan Selalu Terjadi Dalam Hidup

100 17 7
                                    

Disclaimer: OOC, typo bertebaran dan author yang tukang PHP (walau pasti diusahakan sampai selesai, kapannya gak tau :v) dan masih banyak kekurangan lainnya, harap dimaklumi.

~Don't like, don't read~

Happy reading!

***

Soraru POV

"Apa mau kalian?" Tanyaku tegas, berusaha untuk tidak menarik perhatian dengan menggiring dua orang aneh yang menghampiri kelasku saat bel istirahat baru saja berbunyi, membawa mereka ke roof top adalah pilihan pertama.

Terus terang ini membuatku kelabakan, agar tidak mengundang curiga pada Urata dan Sakata yang sebenarnya ingin mengajakku mengobrol tentang pencalonan ketua OSIS, aku terpaksa berdalih sakit perut dan harus mendekam sepanjang waktu istirahat di toilet pria, bayangkan.

Ngomong-ngomong, saat ini Mafumafu aman bersama kakaknya di kantin. Sebenarnya aku yang menyarankannya, tapi tetap saja rasa menyesal ini ada, karena aku sekarang sendirian.

"Cepat katakan maumu, dan biarkan aku pergi. Kuharap kalian tidak membuang waktuku dengan omong kosong."
"Ah, tidak perlu sekaku itu! Ahahaha!"

'Justru karena kalian terlalu santai, aku jadi membayangkan hal-hal buruk...'

Aku mulai memandangi mereka, membalas tatapan tajam dari gadis disebelahnya dan bersendekap untuk melindungi diri. Das—apalah, Seinaru Luz, kalau tidak salah ingat, terus menerus tersenyum ganjil, semakin membuat rasa ingin menonjok wajah tampan itu sekarang.

Aku menghela nafas singkat, "baiklah aku mengerti." ucapku, sebenarnya cukup frustasi, "kalian sudah tau tentang kemampuanku, lalu apa? Ingin mengatakan ini pada semua orang? Aku tidak percaya mengatakan ini, tapi bukankah kalian juga sama sepertiku? Seharusnya kalian mengerti kenapa aku menyembunyikannya!"

Aku marah, jangan tanya.

Beberapa pikiran buruk itu melayang seperti udara, sudah lama aku tidak merasa seterancam ini, karena kebanyakan aku lebih memilih melarikan diri dan mendekam di rumah, tapi entah mengapa aku bergerak untuk dorongan tak kasat mata.

'Apa aku benar-benar menganggap Urata dan Sakata sebagai teman?... Bahkan sampai rela diancam seperti ini, seharusnya aku pergi dan tidak peduli dengan apapun tanggapan mereka, tapi...'

Oh, ayolah. Waktu yang menyenangkan, seharusnya aku tau itu.

Tanpa sadar aku tersenyum tipis, wajah-wajah didepanku berganti dengan stasiun saat pagi, mengingat hari pertama yang cukup canggung, dengan teman-teman... Ya, jika sudah sampai melakukan ini, tidak salahnya aku menganggap mereka begitu, kalau tidak berpikiran sama, aku bisa melayangkan pukulan dan berjalan pergi, tidak lupa dengan jari tengah yang diacungkan pada mereka. Untunglah Sakata tidak pernah mengucapkan hak buruk padaku.

"Sebelumnya, aku berterimakasih padamu, Takeru Soraru." Luz memulai, menepuk kedua bahuku dan mendekat tanpa melepas senyum, membuatku canggung dengan posisi ini. "Tapi sebenarnya, ada satu poin yang kau lewatkan."

Kini aku mengerjap, "Apa?"

Apa aku melewatkan sesuatu?

Kalau tidak salah, ingatan pagi tadi berjalan terlalu cepat, aku bahkan lupa kereta apa yang kunaiki.

'Ehm...'

Berakhir dengan kekosongan, sudut mataku menangkap ekspresi meremehkan dari gadis bersurai merah muda itu.

Dan, setelah mendapat pertanyaan dari Luz, semua terlihat jelas.

Why Me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang