🍁 Page Three : Luka yang sama

669 106 58
                                    

Sesekali berbohong untuk meredakan rasa sakitmu. Itu hal baik, kan?❞ - Hyunjin.

Tiada salah yang tidak dapat dimaafkan. Selayaknya Tuhan yang masih memberi nafas, meski hembusan nafas hamba-Nya, tidak untuk menyebutkan nama-Nya.

Tapi, manusia bukan Tuhan.

Dan setiap luka dari sebuah salah, pasti ada bekasnya. Meski masih sama-sama bernafas, tetapi sesak saat mengingat luka, bisa membuat seseorang lupa bernafas.

Jisung salah satunya.

Setibanya ia di rumah, dadanya terasa sesak sekali. Maka cara terbaik menurutnya agar sesak yang ia rasa menghilang, adalah dengan membuat celah untuk bernafas.

Celah itu, hanya bisa ia dapat melalui lengannya.

Sret!

Sebuah sayatan membuatnya sedikit bernafas. Tetapi itu belum cukup, ia menambahkannya lagi. Maka semakin banyak celahnya untuk bernafas melalui lengannya. Pernafasannya mulai teratur setelah merasakan euphoria lama yang hampir ia lupa cara melakukannya.

Senyumnya mengembang saat sensasi bernafas kali ini, membawanya melihat seseorang yang biasanya akan menenangkannya.

"Jisung!!" Ah, dia bahkan mendengar suara itu di telinganya.

Atau memang, Hyunjin memang disana.

Benar, Hyunjin disana.

Terkejut melihat sahabatnya sudah terduduk lemas dengan tangan yang ia sayat dengan pisau silet. Dengan segera ia membuang pisau itu ke sembarang tempat.

Secepat mungkin ia mengangkat tubuh Jisung menuju kamar. Mencari kotak p3k dengan cepat untuk mengobati luka di tangan Jisung.

Kalut, dia sangat khawatir dengan keadaan Jisung. Sudah lama sekali sahabatnya ini tidak mengalami periode seperti saat ini. Dan seingatnya, ia bahkan telah membuang segala bentuk pisau dari rumah mereka. Tapi ini, Jisung bahkan memilikinya. Ia jadi ingin tau, apa yang membuat sahabatnya begini.

"Hyunjin.."

"Hm?" Hyunjin seketika menoleh kearah sahabatnya itu. Tangan Jisung yang lain kini mengusap pipinya perlahan.

"Jangan menangis, Ji gak apa-apa." Ya, Hyunjin telah menangis tanpa sadar. Baru setelah Jisung berkata begitu, ia mengetahuinya.

"Hah? Enggak kok, Hyun gak nangis kok. Ini keringat aja Ji." Elaknya dengan cepat. Meski mereka sama-sama tau kebohongan itu. Mana bisa Hyunjin tidak khawatir meski ia telah berjanji untuk melakukannya.

Perlahan setelah luka Jisung telah ia perban, Hyunjin membawanya kedalam peluk. Berharap beban yang Jisung rasa dapat runtuh lewat peluknya. Begitupun Jisung yang turut membalas pelukannya. Mencoba menyalurkan apa yang ia rasakan sekarang, tanpa lewat kata.

"Hyun.."

"Ya?"

"Ji ngantuk."

"Tidur sama Hyun, ya?" Jisung menganggukkan kepalanya pelan. Perlahan tanpa melepas pelukannya, Hyunjin berbaring dan turut membawa Jisung ikut bersamanya.

Usapan lembut di punggungnya menjadi nyanyian tanpa suara. Mencoba membawanya pada mimpi berbeda dari mimpi buruknya.

Ya, semoga.


🍁🍁🍁




Jika sudah begini, meninggalkan kasur barang sejenak pun bisa menjadi kekhawatirannya. Takut jika Jisung kembali pada traumanya. Saat ini memang baru sampai pada penyayatan. Jika lebih lama, Hyunjin tidak bisa menjamin nyawa Jisung tidak dalam bahaya.

The Maple [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang