4

1 0 0
                                    


Di lobby kantor aku mulai bengong, lagi-lagi aku kepikiran soal pintu tadi. Jujur saja aku yakin di dalam ruangan Pak Herman, tidak ada orang sama sekali. Memang, aku tidak cukup berani untuk mengecek karena memang itu sangat tidak sopan, apalagi aku masih anak baru. Tapi bagaimana mungkin pintu itu tertutup dengan sendirinya?

Aku mulai merasa aneh. Diantara tiga ruangan di divisiku, hanya ruangan Pak Herman yang berbeda. Hawa di dalamnya seakan mengintimidasiku, bukan seperti ingin aku pergi, tetapi seperti ingin mendekat. Apa Mas Damar benar-benar merasakan hal yang sama? Dia kelihatahn gelisah meskipun dia berpura-pura tidak.

kecurigaan itu terhenti ketika perutku berbunyi! aku sampai lupa bahwa aku ingin segera makan siang. Semua karena rasa paranoidku yang berlebihan. Aku melirik kembali jam di tanganku, sudah pukul 12.15. Aku menoleh mencari lokasi kantin kantor ini. Lalu dari arah toilet lobby, Mba Angel keluar dengan berjalan cepat. Bunyi gemericik gelang emas di tangannya terdengar seperti rantai. Aku jadi merasa sebal.

Dia melihatku dan menghampiriku yang terlihat seperti orang kebingungan.

"Anak baru lagi apa di lobby sendiri?" katanya, dia pasti ingin mengejekku.

"Iya Mbak, saya mau cari kantin kantor. Di mana ya?"

"Oh, kamu kamu bisa lewat sisi taman di kanan kantor, terus jalan ke belakang. Kantinnya ada di belakang kantor," mata di balik kacamata burung hantunya mengamatiku dari atas sampai bawah. Aku merasa seolah dia ingin menilaiku. "Memangnya waktu kamu ke sini untuk interview, kamu ga keliling kantornya?"

Dia ingin mengujiku.

"Sehabis saya interview, saya langsung pulang mbak," kataku berpura-pura sabar dan tersenyum.

"Gitu ya? Terus makan sama siapa? Yuk mending ikut aku sama Johan, kita mau makan ke resto jepang deket sini, dia lagi ambil mobil."

Aku langsung tahu bahwa mereka pasti pacaran. Ada kemungkinan aku akan menjadi pengalih saja. Sebagai anak baru yang belum terlalu dekat dengan teman kerjaku, aku tidak terlalu menyukai berada dalam posisi itu.

"Tidak apa mbak, saya mau makan di kantin dulu, untuk membiasakan lingkungan kantor," jawabku sesopan mungkin.

"Iya sih, lagipula mahal. Kasihan kamu belum gaji pertama udah makan di restoran ya?" katanya menyeringai, sambil melihat kembali seluruh penampilanku.

Dadaku terasa panas, tanpa perlu makan siang bersama. Jika sekarang kisahku berupa sebuah rangkaian cerita pendek atau bahkan novel, aku sudah menjadikan dia sebagai tokoh antagonis abadi. Dia adalah bawang merah dalam kisah dongeng si bawang putih, bahkan akan kujadikan dia queen of hearts film alice in wonderland.

Suara klakson mobil berbunyi di lobby depan kantor, seseorang membuka kaca dpannya dan dia adalah Mas Johan, melambai kepada Mbak Angel. Setelah dia menyadari ada aku, dia melambai lagi.

"Jhonny udah dateng, aku pergi ya, bhay Mey."

Jhonny? Apakah itu panggilan lawak? Aku merasa geli sendiri, dia berbicara dengan cukup lantang. Sampai sekuriti penjaga pintu kaca dengan sensor itu menahan tawa. Aku mulai merasa sebal dengannya, tapi memang dalam situasi aku yang menjadi karyawan baru. Aku harus terus menutupi rasa ketidak sukaanku dan mengalah. sungguh merepotkan.

Sesampainya di kantin, aku mencari tempat duduk yang kosong. Kantin ini cukup luas banyak dipenuhi karyawan-karyawan yang mengobrol dan bersenda gurau. Dengan style kemeja, dasi, sepatu pantovel, dan rambut klimis. Mereka gagah, aku merasa mendapatkan vibes yang positif.

TAMU TAK DIUNDANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang