23. Awal Yang Baru.

3.1K 303 9
                                    

"Ali.." Bibir Hena bergetar.

"Maafin Mama sayang, Mama menyesal." Hena mengatupkan bibirnya menahan agar tangisannya tak pecah kembali ketika melihat wajah dingin anaknya itu. Apa yang telah ia perbuat? Sehingga anak yang di depannya ini memiliki wajah kaku seperti itu.

"Mama ga tau, kamu tersiksa selama ini. Mama mohon maafin Mama."

"Mama janji akan menyayangi kamu seperti Zhefran,"

"Mama sungguh minta maaf." Hena terbata-bata mengucapkannya. Ali tak tega melihat wanita yang ia sayangi dan hargai selama menangis seperti itu. Dipeluknya wanita separuh baya itu. Ali ikutan menangis, bagaimana tidak? Kata-kata itulah yang Ali tunggu selama ini. Kata maaf dan penyesalan Mama nya agar sadar bahwa dirinya juga anaknya. Ali tidak pernah mengemis meminta kasih sayang seorang ibu, dia hanya ingin Hena sadar. Bahwa dirinya juga anak Hena. Hena melepaskan pelukan menatap anak lelaki nya itu yang berurai air mata.

"Jangan nangis, sayang." Hena menghapus air mata anaknya itu. Memegang rahang kokoh itu.  Penyesalan mulai berdatangan kepada Hena. Dosa apa yang telah ia buat sehingga anaknya ini memiliki wajah seperti ini?  Tatapannya sangat tajam. Tidak ada kehangatan terpancar dari wajah anak sulungnya itu. Sangat berbeda dengan Zhefran. Tanpa mereka sadari seseorang masuk ke ruangan itu. Ia sedikit terkejut melihat apa yang ia lihat saat ini. Pemandangan yang sangat langka yang pernah ia lihat selama ia hidup. Hena menoleh, terlihat gugup takut anak bungsunya itu salah paham. Zhefran tersenyum, menatap Hena dan Ali secara bergantian. Zhefran memeluk Ali dengan hangat.

"Maafin gue bang, gue salah." Ujar Zhefran dalam pelukannya.

"Saya juga minta maaf, karena tidak pernah menjadi kakak terbaik untuk kamu, Zhefran."

"Engga bang," Zhefran melepaskan pelukannya, menggelengkan kepalanya. Menyangkal apa yang diucapkan oleh Ali.

"Udah cukup bang, jangan nyiksa diri lo lagi karena gue." Ujar Zhefran dengan lembut menepuk bahu Ali beberapa kali. Ali tersenyum, baru pertama kali ini Zhefran melihat Ali tersenyum kepadanya. Begitu juga dengan Hena sangat bahagia melihat pemandangan yang jarang ia lihat ini.

"Ma, terima kasih sudah membesarkan Zhefran." Zhefran beralih memegang tangan Hena dengan hangat.

"Walaupun Mama bukan Mama kandung aku, tapi Zhefran akan selalu sayang sama Mama." Mata Zhefran terpancar kesedihan namun ia tetap tersenyum.

"Udah Zhefran, kamu anak Mama. Ali anak Mama juga. Kalian anak lelaki kebanggaan Mama. Jangan siksa Mama lagi Nak." Hena memeluk Zhefran. Zhefran malah merengkuh membawa Ali sang kakak ke dalam pelukannya. Mereka bertida berpelukan penuh rasa kebahagiaan.

"Loh Prilly, kita ga diajak pelukan nih."

"Iya nih Pa, mau juga dong Ma!" Prilly mengiyakan ucapan Adam. Mereka sebenarnya sudah menguping sedari tadi dari luar. Adam baru kembali ke rumah sakit karena ia pulang ke rumah sebentar. Sedangkan Prilly dari kamar Ali tetapi dia tidak temukan suaminya itu. Jadi dia rasa Ali berada di ruangan Hena. Ternyata betul perkiraannya.

"Sini!" Ajak Hena penuh kebahagiaan.

~Sepuluh Bulan~

Sudah 2 bulan sejak Hena pulang dari rumah sakit. Sudah 2 bulan juga Prilly tinggal di rumah mertuanya itu. Ali ingin tinggal lebih lama disini karena mengkhawatirkan kondisi sang Mama sehabis operasi itu. Sejak kejadian hari itu keluarga mereka menjadi keluarga harmonis yang penuh canda gurau. Ali yang mulai terbuka dengan Hena dan Zhefran tetapi tidak dengan wajah dinginnya. Satu itu Ali akan sangat susah mengubahnya karena sudah bawaannya selama ini.

Sepuluh BulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang