30. Memberi Kesempatan?

3.8K 377 26
                                    

Seorang wanita dengan perut besarnya berjalan kesana kemari. Dengan wajahnya yang penuh khawatir. Bagimana tidak? Salah satu anak asuhnya hilang ntah kemana. Ini semua salahnya karena terlambat menjemput gadis itu dari sekolah taman kanak-kanaknya. Aqila gadis itu entah berada dimana. Ia sedang menunggu kabar dari Lastri yang mencari gadis itu dengan supirnya.

"Gimana Buk? Udah ketemu?" Tanyanya dari sambungan telepon.

"Belum Prill," Rasanya kaki Prilly melemas mendengar jawaban Lastri.

"Ya Allah dimana Aqila.."

Tin tin.

Suara klakson mobil mengageti dirinya. Mobil itu tidak asing dimata Prilly. Siapa yang berada di dalamnya? Membuat Prilly mendekati dirinya pada mobil yang telah berhenti di halaman rumahnya.

"Bentar Buk, teleponnya Prilly matikan dulu, ada tamu."

"Iya Nak." Sambungan telepon mereka terputus.

"Bunda!" Teriak gadis berkerudung itu berlari dari mobil kearahnya. Prilly tersenyum haru, gadis nya itu untuk saja tidak apa-apa.

"Aqila! Kamu kemana aja sayang?" Tanya Prilly gemetaran mencium pucuk kepala gadis itu.

"Bunda kelamaan jemput jadinya Aqila jalan sendiri aja deh, tapi Qila lupa jalan pulang. Teus minta tolong sama Om itu!" Seorang lelaki dengan kemeja hitamnya keluar dari mobil. Prilly terkejut, begitu juga dengan lelaki itu. Wanita yang ia cari ternyata ada disini. Panti asuhan? Kenapa Prilly ada disana? Jadi Bunda yang dimaksud gadis kecil itu adalah Prilly? Wanita yang jauh-jauh dari kota membangun panti asuhan sendirian tanpa seorang suami karena sedang hamil ternyata istrinya sendiri.

Lelaki itu mendekati Prilly. Seketika Prilly bertambah lemas. Ia memundurkan kakinya ke belakang beberapa langkah.

"Om ini Bunda Qila, cantik kan?"  Tanya Aqila menatap Ali dan Prilly secara bergantian. Ali masih syok, dengan apa yang ia lihat di hadapannya. Tidak menyangka ternyata gadis kecil itu membawanya bertemu dengan berlian yang ia buang itu. Ali sangat bersyukur karena menolong Aqila, jika tidak. Mungkin ia tidak akan pernah bertemu dengan Prilly.

"Aqila, masuk Nak." Perintah Prilly.

"Tapi Bunda.."

"Masuk!" Suara Prilly meninggi membuat Aqila takut sontak berlari kecil memasuki rumah. Ketika ia rasa Aqila sudah masuk ke dalam rumah, Prilly beralih menatap tajam lelaki yang ada dihadapannya itu.

"Ngapain kamu disini? Pergi!" Usir Prilly dengan nada tinggi

"Prilly, maafkan saya."

"Kalau kamu jauh-jauh datang kesini buat minta maaf, udah lama aku maafin kamu Mas."

"Jadi tolong menjauh dari sini sekarang juga!" Lanjut Prilly dengan tegas. Ia tidak akan diam lagi. Sudah lelah ia berdrama air mata dengan lelaki itu.

"Tolong, kembali lah kepada saya." Pintanya dengan enteng, Prilly tertawa basi menatap Ali miris.

"Aku ga pantas buat kamu Mas, kamu kan sendiri yang bilang!" Ali menggelengkan kepalanya, menyesali perkataan nya dulu.

"Ingat aku wanita matre, yang bawa uang dua miliar kamu waktu itu."

"Dan ini, aku ambil uang kamu untuk ngebangun rumah sebesar ini. Maaf aku lebih memilih uang daripada mempertahankan harga diri."

"Saya sungguh menyesal." Ujar Ali tidak tau harus berkata apa selain kata menyesal dan maaf.

"Ga ada gunanya kamu menyesal sekarang, dulu kamu kemana aja? Kenapa ga pernah dengarin penjelasan aku? Kenapa!" Dada Prilly mulai sesak. Nafasnya mulai tak beraturan, dengan berat dia menahan air mata. Ia tidak akan menangisi lelaki itu lagi. Tidak akan!

Sepuluh BulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang