Penyesalan, sudah ditakdirkan selalu datang di akhir. Tidak ada penyesalan yang datang di awal. Jika itu ada, berarti itu bukan sebuah penyesalan. Terlambat memang, tetapi tidak ada kata terlambat untuk mengubah sesuatu itu kembali. Menyesali yang lalu sampai berlarut-larut tidak ada gunanya, selain mengubahnya dengan usahamu sendiri dan menjadikannya sebagai pelajaran untuk kedepannya, itulah yang dirasakan oleh lelaki yang bernama Zehanali Shafwan.
Hari ini akan ia langkahkan kakinya mengubah semuanya seperti semula, walau ia tau kaca yang retak bisa diperbaiki namun tidak bisa memancarkan pantulan yang sempurna seperti awal. Akan ia tanggung itu, asalkan Prilly kembali pada dirinya.
"Zhefran kamu tau Prilly ada dimana?"
"Soal itu gue gatau bang, sebaiknya lo usaha sendiri buat cari. Karna Sanan gamau kasih tau Prilly ada dimana." Rasa kecewa mendatangi Ali. Sanan sepertinya mengetahui kekasih hatinya itu ada berada tapi dia tidak mau memberi tahu Ali mungkin agar dirinya bisa berusaha sendiri. Sebenarnya Sanan juga tidak tahu Prilly berada dimana, karena Prilly tidak mau memberitahu Sanan sampai Sanan lelah meminta kepada Prilly agar memberitahu ia tinggal dimana.
"Gimana Li? Zhefran tau Prilly ada dimana?" Tanya Hena penuh harap kepada anak sulungnya. Ketika sambungan telepon Ali dan Zhefran terputus. Sudah 2 hari sejak pernikahan Zhefran dan Sanan. Mereka sedang menikmati bulan madu diluar negeri.
"Tidak Ma." Jawab Ali sedikit kecewa begitu juga dengan wajah Hena.
"Yaudah kamu coba cari di kampung Bik Lastri, Mama rasa dia ada disana." Saran Hena yang diangguki cepat oleh Ali. Diciumnya tangan kanan Hena untuk berpamitan. Hena sangat berharap menantunya itu agar mau memaafkan anaknya. Dan kembali lagi bersama mereka agar ia tidak merasa kesepian seperti saat ini. Adam tidak ada di rumah karena mengurus perusahaan menggantikan Ali untuk sementara karena anaknya itu ingin fokus kepada Prilly terlebih dahulu sampai waktu yang belum ditentukan. Tergantung kepada Prilly.
~Sepuluh Bulan~
Matahari siang ini sangat terik, Ali tiba di kampung halaman pembantunya itu selama menempuh perjalanan 3 jam, biasanya perjalanan ke kampung Lastri ditempuh selama 6 jam karena Ali mengemudi dengan sangat laju membuat ia bisa menempuh perjalanan separuh waktu dari biasanya. Bagaimana tidak? Yang dipikirkannya selama perjalanan hanya Prilly. Membuatnya tak sabar menemui wanita itu sehingga tidak sadar ia sedang menentang maut. Ali tidak bisa memikirkan dirinya sekarang, jika maut mendatanginya karena ia membawa mobilnya dengan sangat cepat ia rela karena Ali rasa ia pantas mempertaruhkan nyawanya untuk Prilly.
A
li berusaha mengetuk pintu rumah Lastri tapi tidak ada sahutan. Sesekali ia mengintip dari jendela yang tertutup rapat itu. Rumah itu seperti tidak ada penghuninya.
"Bik Lastri. Prilly. Ini saya. tolong izinkan saya masuk!" Teriak Ali penuh penekanan yang masih saja berusaha mengetuk pintu kayu itu. Lelah mulai menghampirinya membuat ia duduk di tangga pintu rumah itu. Apakah mereka bersembunyi? Hampir setengah jam Ali menunggu tetapi tidak ada yang membuka pintu. Sehingga seseorang wanita lewat di halaman rumah Lastri melihat Ali dan mendekatinya.
"Maaf, cari siapa ya?" Tanya wanita itu dengan sopan. Ali yang menunduk duduk di tangga itu sontak berdiri.
"Bik Lastri."
"Oh Buk Lastri, dia udah pindah Bang." Jawab wanita yang masih remaja itu.
"Pindah? Sejak kapan?"
"Kayaknya sekitaran 4 bulan yang lalu,"
"Kemana?"
"Oh soal itu saya gatau Bang, saya permisi dulu ya." Pamit wanita itu dengan sopan. Ali hanya mengangguk, Ya Tuhan! Kemana wanita itu pergi? Kemana Ali harus mencari Prilly disiang terik panas ini. Ali tidak akan menyerah, inilah yang namanya perjuangan untuk mendapatkan kembali berlian berharga yang ia buang itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepuluh Bulan
Fiksi PenggemarMenikah dengan pria yang baru dikenal? Hanya karena butuh tempat untuk bernaung. Gila memang tapi nyata adanya! Graciana Prilly gadis yang dibuang keluarganya sendiri tak mempunyai pilihan selain menerima sebuah pekerjaan menjadi seorang Istri! "S...