LNH 5 : Harapan

29 16 9
                                    

L berjalan lesuh tak tentu arah, dia hanya mengikuti arah jalur tembok yang hanya lurus saja tanpa perbelokan. Otaknya tak henti berpikir setelah kejadian debat bersama Sem. Sejujurnya dia juga merasa aneh dengan dirinya, kenapa bisa mengetahui hal-hal seperti itu sedangkan yang sederhana saja dia tidak bisa. Dia tidak tau apa mungkin saja seseorang telah mencuci otaknya agar dia tidak mengetahui apapun hingga berujung ke distrik 25.

Angin mulai berhembus kencang, kilatan di langit mulai mengeluarkan suaranya. L terdiam, dia ketakutan tapi dengan kaki gemetar yang masih terpijakan.

Seseorang dengan sigap langsung menarik pergelangan tanganya dan menyuruhnya untuk berbaring di lantai.

"A ... ada apa?" tanya L bingung melihat kelakuan Sem padanya.

"Turuti saja!" titahnya. L pun tiduran di samping dengan kedua tangan menyembunyikan wajahnya.

Setelah suara gemuruh itu menghilang mereka akhirnya terduduk sambil memandang kaku.

"Itu tadi apa?" tanya L mulai mengeluarkan suaranya.

"Itu adalah undangan untuk semesta," jelas Sem membuat kerutan bingung di dahi L.

"Setiap bulan mereka akan mengundang hujan untuk kemakmuran distrik 24, kau kan tau di sana tidak ada tumbuhan kecuali di area pembatas."

"Kenapa tumbuhan tidak bisa tumbuh di daerah itu? Sedangkan kemah pohonmu bisa." L jadi bingung sendiri.

"Kemah pohon itu adalah hasil dari fotosintesis buatan dari paman Sem, aku dan Esta. Jadi tidak heran kalau pohon itu bisa tumbuh."

"Kenapa mereka tidak mengikuti cara kalian?" L semakin penasaran dan melupakan masalahnya tadi bersama lelaki itu.

"Entah, lagian paman Sem menyuruh merahasiakan dari mereka."

"Apa paman Sem berkhianat?" Pertanyaan polos L membuat kepalan tangan Sem menguat.

"Jangan bercanda," ucapnya penuh penekanan.

"A ... aku hanya bertanya," balas L dengan suara yang perlahan mengecil.

"Tidak apa-apa, aku hanya sensitif hari ini." Sem beranjak dari pijakanya meninggalkan L yang semakin menciut.

"Maaf. Aku ... aku terlalu bodoh," cicit L merasa bersalah. Sem sempat berhenti sejenak. "Manusia memiliki bakat tersendiri, tetapi tak semua orang melihatnya dan aku yakin kau pintar di bidang lain," ucapnya dan kembali melanjutkan langkahnya.

Ada rasa lega di hati L dia tersnyum tipis dan mulai menyusul lelaki itu.

"Aku ingin bertanya, kenapa bahasa kita sama sedangkan mereka berbeda? Apa mungkin aku juga berasal dari tempat kalian?" Pertanyaan tiba-tiba L lagi-lagi menghentikan jalan Sem.

"Aku baru sadar," cicitnya. Lalu menoleh kepada L. "Apa mungkin kau tidak bodoh? Apa mungkin kau juga sama di beri neuralink di kepalamu? Apa mungkin seseorang sedang mengawasimu yang di jadikan bahan penelitian? Apa mungkin kau mata-mata dari Alpha untuk mengubah dunia?" Pertanyaan bertubi Sem membuat L meneguk ludahnya dengan susuh payah.

"Pikiranmu terlalu jauh," sambung L tidak terima.

"Kalau seandainya iya? Kau mau bilang apa?"

"Menuruku itu bodoh, lagian aku lebih senang mengetahui diriku tidak punya siapa-siapa daripada tau bahwa aku adalah bahan penelitian, aku bisa mengubah dunia tanpa harus melakukan hal gila seperti itu," banta L.

"Cara terbaik untuk memprediksi masa depan anda adalah dengan menciptakannya. Karya Abraham lincoln," sambung Sem.

"Mulai deh ngawurnya." L menggeleng-gelengkan kepalanya frustrasi, sudah cukup opini pikiranya yang hampir membuat dia gila di tambah dengan omongan tidak jelas Sem membuat L ingin menyuruh para Zolu memakan isi otaknya saja.

LNH √ Volume 1 ScifiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang