Bab 5. Mulai Ada Rasa

0 1 0
                                    

“A-Athar!” Rania kaget bukan main. Dia tidak menyangka kalau Athar berusaha mengikutinya.

Hatinya tidak bisa berbohong kalau dia sebenarnya bahagia, meskipun banyak pertanyaan yang tidak dimengerti. Mengapa Athar sampai mengikutinya?

Athar dengan santainya menghempaskan tubuh di samping Rania. Gadis itu dibuat gugup. Jantungnya kembali berdetak lebih cepat.

“Kamu ke mana?” tanya Rania sambil menatap Athar. Jarak mereka begitu dekat. Gadis itu berusaha menenangkan hatinya.

“Ikut sama kamu.” Athar melipat tangannya di dada. Dia mengalihkan pandangannya ke kursi yang berada di sebelah. 

Rania tidak bisa berkata apa-apa. Dia begitu kesal dengan cowok di sampingnya. Gadis itu hanya ingin sendiri. Namun, kalau ada yang mengikuti, otomatis mood-nya berantakan.

“Ngapain?” Rania bertanya ketus.

Cowok yang memakai kemeja biru muda dipadu celana jeans warna hitam itu malah menyapa gadis di sebelahnya. Rania jadi keki dibuatnya. Dia seperti tidak dianggap.

“Kata Dina, kamu tuh kalau ngelayap bikin susah orang. Aku kan khawatir!” tegas Athar sambil tersenyum.

Lagi-lagi Dina yang jadi biang keladinya. Rania kesal. Dia akan membuat perhitungan dengan sahabatnya itu. Seenaknya bercerita apa saja pada Athar.

Suasana hening karena bus mulai berjalan. Penumpang mulai mengambil posisi duduk yang nyaman. Namun, Rania gelisah. Dia tidak bisa bergerak bebas. Kakinya sejajar di sisi Athar. Ada sengatan yang membuatnya keluar keringat dingin. Gadis itu berusaha menenangkan perasaannya. 

“Kamu mau muntah? Jangan mabok, ya, Ran!” Mata Athar mengarah ke jendela. Otomatis, pandangan mereka kembali bertemu.

Gadis yang mengikat rambutnya asal itu mengutuk Athar dalam hati. Dia ingin segera turun saja, tetapi berpikir tiket yang sudah dibelinya cukup mahal. Rania menarik napas, lalu mengembuskannya keras.

“Sembarangan aja kalau ngomong!”

Rania mendorong kaki Athar. Dia kesal diolok seperti itu. Selama ini, dia tipe yang kuat saat bepergian. Baik itu jalur darat, laut, maupun udara. Tidak mungkin dia mabok hanya karena naik bus.

Tiba-tiba bus mengerem mendadak. Keduanya kaget. Suara jeritan penumpang terdengar hampir bersamaan. Tubuh Rania limbung ke sisi Athar. Tanpa sadar tangan mereka saling bertumpuk.

“Hah!” Rania segera menarik dirinya menjauh. Dia bersandar di dekat jendela. Wajahnya berubah warna karena malu.

Ternyata, ada tabrakan di depan dan pak sopir mendadak menginjak rem untuk menghindari kecelakaan beruntun. Rania memegang dadanya. Beruntung hari sudah menjelang malam, gadis itu bisa menyembunyikan perasaannya.

“Kamu enggak apa-apa?” tanya Athar terdengar khawatir.

“Enggak, tapi ada yang nyari kesempatan. Dasar otak mesum!” Rania asal ngomong. Dia berusaha menutupi rasa jengah karena tadi sempat menyentuh tangan Athar.

“Apa ... mesum?” Athar menunjuk dirinya. Seolah-olah tidak percaya dengan tuduhan Rania.

“Iya. Kenapa? Bener kan? Dasar mesum!”

Athar keki disebut mesum oleh Rania. Sebenarnya, tadi yang menyentuh dan jatuh ke bahu cowok itu Rania. Namun, mengapa dia jadi kambing hitam? Athar menggerutu kesal.

Rania tersenyum puas. Dia senang melihat Athar marah. Mimik wajahnya terlihat lucu dan menggemaskan. Sambil menatap jalanan yang diterangi lampu-lampu, Rania menikmati kebersamaan dengan cowok pujaannya dalam bus.

Hati Yang MengalahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang