Bab. 11. Move On, Rania!

1 1 0
                                    

"Aku benci kamu, Thar! Tapi, aku sangat sayang sama kamu. Punya dosa apa aku ke kamu? Sampai tega memperlakukan aku begitu!" gerutu Rania.

Pergolakan batin Rania terasa begitu berat, antara ingin melepaskan atau bertahan. Gadis itu sangat mencintai Athar. Sejak dekat dengan Athar, Rania berusaha untuk menjaga perasaan cowok itu. Dia tahu apa yang sedang dirasakan. Ada konsekuensi yang harus diterimanya.

Sejak awal, dia pernah berpikir akan terluka karena mencintai cowok itu. Namun, dia tidak pernah peduli. Baginya jika tulus menyayangi harus rela berkorban.

Athar memang sering menasihati Rania dalam hal apa pun. Gadis itu sebenarnya bosan dan sering menyangkal. Namun, dalam hati Rania berkeyakinan bahwa Atharlah orang yang baik dan tepat untuknya.

Akhirnya, gadis itu memilih mengadukan semua perlakuan Athar kepada Allah Swt. Hanya dengan jalan itu, tempat terbaik bagi Rania berkeluh kesah.

Menghamba kepada Tuhan adalah keputusan terbaik. Bermunajat doa pada sepertiga malam buat Rania dapat menemukan jawaban atas teka-teki dan segala rahasia. Tidakkah dia pantas untuk bahagia dan mendapatkan kepercayaan itu lagi?

Memang Rania sedang merasakan hal terbodoh sepanjang perjalanan hidupnya. Namun, bagaimana mencintai seorang hamba tanpa mencintai-Nya terlebih dahulu? Jawaban itu yang selalu dia tunggu.

Rania terus saja berjalan dengan pikiran kosong, tanpa sengaja dia menabrak laki-laki berseragam putih dengan celana jeans biru. Lamunan gadis itu seketika buyar. Dia langsung menatapnya.

"Maaf, Pak ...." Mata Rania menatap laki-laki di depannya.

"Enggak apa-apa. Lain kali jangan meleng! Kalau pikiran sedang kalut lebih baik diam dulu. Itu sangat berbahaya kalau kurang fokus," tutur laki-laki itu dengan bahasa santun.

Rania sontak kesal. Hatinya memang sedang rapuh. Namun, dia tidak suka ada orang lain yang mendiktenya. Seolah-olah tahu betul tentang kehidupannya.

"Saya baik-baik saja." Rania langsung menyangkal dengan wajah tidak suka.

"Aku tahu ... kamu baik-baik saja, tapi tidak hati kamu." Kembali laki-laki itu berbicara.

Gadis itu memperhatikan laki-laki di hadapannya. Rania tahu kalau yang sedang berbicara dengannya sosok mapan. Terlihat dari jam tangan yang dipakainya.

Laki-laki itu berjalan meninggalkan Rania sambil tersenyum. Dalam hati Rania bergumam kalau wajah itu mengingatkannya pada Athar, meskipun hanya gurat dasarnya saja. Ada aura menenangkan ketika menatap sosok itu.

***
Besoknya, Rania kembali datang ke rumah sakit. Dia tidak sanggup menjauh dari Athar. Hatinya begitu merindu. Sulit untuk menghindar. Apalagi Athar sudah diizinkan pulang ke rumah. Ini kesempatan emas untuk Rania meyakinkan cowok itu.

Saat menuju ruang perawatan Athar, Rania kembali bertemu dengan laki-laki yang kemarin ditabraknya. Rania tersenyum.

"Hai! Ada yang sakitkah?" Pertanyaan dari laki-laki itu membuat Rania menahan langkahnya.

"Iya, teman. Bapak dokter di sinikah?" tanya Rania. Dia baru menyadari kalau seragam yang dipakai laki-laki itu seperti dokter.

Laki-laki itu tersenyum. "Hmm, kurang lebih begitulah!"

Rania merasa sungkan. Dia tidak enak dengan kejadian yang kemarin. Ada sedikit sesal karena sudah berkata sedikit kurang ajar.

"Hari ini, kamu terlihat beda. Sudah tidak kusut lagi," komentar laki-laki itu.

Gadis berkemeja biru dengan celana jeans senada itu tersipu malu. Dia tidak tahu harus berkata apa. Sepertinya laki-laki di depannya sosok yang bisa melihat aura wajah.

Hati Yang MengalahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang