Si mas-mas, Rico, dan Kejutan

989 49 1
                                    

"Mas hapenya gapapa?" Tanya mas-mas dihadapanku. Aku terdiam sejenak.

Lagi-lagi. Aku disangka cowok.. Sebel siih. Tapi gak bisa nyalahin juga, sih. Rambut cepak, dan stelan cowok. Manusia mana yang bakal ngira aku cewek, coba?

"Mas, hapenya gak papa?" Tanyanya lagi. "Hah?"

"Mungkin. Mungkin gapapa, mungkin rusak....." Seruku dengan lemas sambil kembali melihat dan merakit partikel-partikel hapeku. Huwaaaa rasanya mau nangis kalo gini mah. Hape gua. Hape gua...

"Sini coba saya liat.." Tangan si mas-mas itu terulur ke arahku. "Ga usah mas.... Makasih..." jawabku masih dengan nada lemas, lesu, letih, dan lunglai. Mendengar jawabanku, si mas-mas itu mengangguk pelan. Saat kulirik, mas-mas yang ternyata masih muda itu segera beranjak, kemudian menaiki tangga yang berada di sudut ruangan. Tangga itu mengarah ke lantai dua yang bisa kita lihat dari lantai 1. Karena penghalangnya hanya sesuatu yang seperti pagar mirip-mirip kayak balkon lah...  Jadi yang di lantai satu bisa liat yang lantai dua, dan sebaliknya. Tapi tentu saja yang lebih jelas, yang di lantai dua.

Si pemuda yang entah kenapa mulai kupanggil 'si mas-mas' itu berjalan melewati beberapa orang di lantai dua yang mirip balkon itu, dan kemudian berakhir di meja paling ujung yang sudah ada beberapa orang yang berkumpul disana. Mungkin teman-temannya.

"Rav! Lu ngelamun apaan sih? Ayok buruan! Itu si Rico di sana!" Tiba-tiba suara Tania mengganggu konsentrasiku pada pemuda itu. Eh? Tunggu, ngapain aku selama ini berkonsentrasi pada tuh mas-mas, ya?

"Ravaaaa! Lo kok bengong mulu...." Tania menggoyang-goyangkan kedua bahuku dengan tangannya. "Tania! Jangan pegang-pegang gua, ah! Terakhir lo megang gua, hape gue jatoh!" Seruku meringis sambil menjauhkan tubuhku dari tangan pembawa petaka itu. "Yaelah... Bukan salah gue aja, kali. Itumah lo nya aja yang gak bener megangnya.."

Alasan....

"Udah! Urusan hape lu ntar dulu! Ayo kita ke si Rico! Tuh dia lagi duduk sama cewek barunya!" Ujar Tania dengan wajah penuh emosi. Tidak lupa cewek di sampingku itu mengangkat sebelah tangannya, dan menunjuk meja di lantai dua dengan banyak orang berkumpul di situ. Eh? Itu kan meja yang tadi di samperin tuh mas-mas! Dan tuhkan.. Tuh mas-mas ada di sana. Rico sama si mmas-mas itu temenan, ya?

Saat selesai berpikir, kusadari Tania sedang menarik tanganku kuar-kuat agar aku segera jalan dengannya. "Ayooo!" Serunya kesal.

"Iya, iya... "

Kami melewati tangga dengan sedikit hambatan. Alasannya satu. Karena musik dari DJ berubah menjadi musik yang enak banget buat joget. Dan orang-orang yang berada di lantai dua berlomba-lomba untuk turun, dan menyemarakkan lantai dansa.

Setelah berusaha keras, akhirnya kami sampai di lantai 2 yang mirip balkon , dan segera berjalan menuju meja tempat si Rico dan si mas-mas duduk.

Kami menghampiri mereka dengan pura-pura berjalan seperti pasangan. Tania mengapit tanganku, dan aku hanya pasrah untuk berjalan bergandengan dengannya yang sok genit.

"Hai Rico? Lama gak ketemu.." Seru Tania dengan nada yang sok pada pria yang duduk paling tengah.

Oh... Ini toh yang namanya Rico. Wajah tampan, berduit, dan keren. Tipe Tania banget. Pantesan si Tania patah hati pas putus.

"Lama juga, Tania sayang. Sama siapa, tuh?" Tanya Rico sambil menegak minumannya. Tidak ada tanda-tanda kesal dari raut wajahnya. Bahkan dengan santai, mantan pacar Tania itu segera menarik tubuh seorang cewek yang berada di sisi kikirnya, dan segera memeluknya mesra.

Kurasakan genggaman tangan Tania pada tanganku menguat. "Kenalin Ric, pacar baru gue. Namanya Rava. Keren, kan?" Tania kembali bersikap sok gak peduli. Nadanya tambah sok. Aku hanya diam saja. Lalu tanpa banyak nunggu, si Rico menjawabnya dengan nada yang mencemoohku. Dia bilang,"Oh, keren sih.. Tapi mungkin sedikit pendek, ya?"

Sialan.

Tinggi badanku itu sudah sangat tinggi di kalangan cewek tahu! 169 cm! Tinggi Segini tuh udah cukup buat jadi cowok, tahu! Nyebelin banget. Baru kali ini aku dibilang pendek. Sebuah penghinaan buatku. Gak bisa didiemin.

"Apa lo bilang?" Seruku sedikit menggeram. Aku sudah mengeraskan kepalan tanganku. Siap menaboknya jika dia berani mengataiku pendek lagi.

"Ho... Marah? Cuma gara-gara gua bilang lo pendek aja? Itukan fakta.." Serunya santai sambil menegak minumannya. Tiba-tiba mataku panas. "Lo berani-beraninya.."

"Tania sayang, lo bilang anak abg labil ini pacar baru lo? Cari yang dewasa dikit dong, say. Kan gua jadi kasian mutusin elo minggu lalu, kalo selera lo jadi turun gini.."

Brengsek!

Tubuhku bergetar hebat. Kemarahan yanh biasanya mudah kukendalikan menjadi sulit untuk dikontrol. Mulut si sialan itu benar-benar racun. Bikin panas! Tinjuku sudah terkepal dengan kuat. Rasanya kalau tidak segera meninjunya, emosiku takkan mereka. Tanganku siap kuangkat, saat tiba-tiba terdengat suara yang kukenal.

"Men, ada apa, nih?" seorang pria menghampiri kami.

"Oh, Zain. Ini nih. Si Tania bawa anak abg labil ke sini. Kayak gatau tempat aja.." Seru Rico pada pria itu. Kulirik si pemuda baru datang itu. Dan ternyata.... OMG itu si Jay. Kakak gue. Mati gue.

TBC

My Beautiful Handsome GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang