Di Bawah Langit Surabaya

54 9 3
                                    

HELLAAWWW AUTHOR BALEK LAGE---- //ditimpuk readers pake batako/KEMANE AJE LU THOOORR BARU AJA BALEK W KIRA LU UDAH JADI SINGKONG THOORRR

huhuhuuu maapin author yakk--- //MAAP MAAP ENTENG BENER LU NGOMONG w timpuk lagi lu ye kalo ngilang lagi

EETETETTTT UDAH UDAHHHH KITA LANGSUNG LANJOT AJA YYEEEEE

Betewe makasii banyak yaa buat like dan komennya, lopyu sekebooonn readers dan siders QWUUUU~ (*QwQ)/

.
.
.

10 November 1945

.
.
.

Pada pagi yang hangat di Surabaya, awan-awan putih bergerak lambat, seolah tak peduli pada dentuman meriam dan bunyi tembakan yang menggema di bawahnya. Indonesia duduk di tepi sebuah sungai kecil, menyandarkan punggungnya pada pohon kelapa yang tinggi menjulang. Napasnya berat, tubuhnya penuh luka dan peluh, namun sorot matanya masih penuh perlawanan. Bendera merah putih yang tersemat di lengannya bergetar lembut tertiup angin.

Masih kuat bertahan?” Suara berat terdengar dari arah belakangnya. Indonesia menoleh dan melihat sosok Netherlands mendekat dengan langkah mantap. Senyumnya tipis, namun pandangannya tajam, penuh perhitungan.

Ini tanahku, tentu aku kuat,” jawab Indonesia tegas, meskipun ada rasa sakit di dadanya. Pikirannya melayang pada ribuan pemuda yang telah gugur, para wanita dan anak-anak yang kini bersembunyi di balik reruntuhan.

Netherlands berhenti beberapa meter darinya, tangannya dimasukkan ke dalam saku jas coklat tuanya. Mata birunya menatap Indonesia dengan perasaan campur aduk. Di dalam dirinya, ada perasaan aneh yang tak sepenuhnya bisa ia jelaskan. Ini bukan sekadar pertempuran antara dua bangsa. Ini jauh lebih personal.

Ini sudah berakhir, kamu tahu itu. Dunia tak akan membantumu,” ucap Netherlands dengan nada rendah, tapi penuh keyakinan. “Kamu bisa bertahan, tapi apa gunanya kalau hanya menambah penderitaan rakyatmu?

Indonesia bangkit, meskipun kakinya bergetar sedikit karena kelelahan. Matanya menatap langsung ke mata Netherlands.

Netherlands teringat kembali momen pertama kali ia bertemu dengan Indonesia di pelabuhan. Masih lekat dalam ingatannya sosok wanita anggun berkebaya dengan hiasan melati yang indah di rambutnya. Ia ingat betul tatapan indah nan lembut dari mata hazelnut yang dapat merembes masuk mengisi setiap sudut dalam relung hatinya.

Sekarang, gadis yang sama berdiri di depannya. Namun gadis itu nampak lusuh dengan pakaian yang koyak dan luka di mana-mana. Cahaya matanya redup namun tatapannya tajam seolah menusuk jiwa Netherlands.

Dulu, mungkin aku diam dan mengalah. Tapi sekarang, tidak lagi. Aku sudah merasakan manisnya kebebasan, dan aku tidak akan menyerahkannya kembali padamu,” kata Indonesia tegas.

Netherlands menarik napas dalam. “Aku tidak ingin ini menjadi lebih buruk dari yang sudah terjadi. Kamu pernah menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar, dari kerajaan yang aku bangun. Kenapa kamu tidak bisa menerima kembali posisi itu?

Indonesia tertawa pahit. “Posisi apa? Menjadi jajahanmu lagi? Kau bicara seolah-olah kau memberiku kemakmuran, tapi kau tahu betul, itu semua hanya untuk keuntunganmu. Kami berjuang dari nol, dari keterpurukan, untuk mendapatkan kemerdekaan ini. Aku tidak akan kembali.

Netherlands menggertakkan giginya. Ada kemarahan, tapi juga ada kelelahan. “Ini bukan soal perasaan, Indonesia. Ini soal kekuasaan dan kendali. Aku datang untuk mengambil kembali yang memang milikku.”

Milikmu?” Indonesia mendekat, jaraknya kini hanya beberapa langkah dari Netherlands. “Ini bukan milikmu. Ini tanah kami. Ini milik rakyatku. Setiap tetes darah yang jatuh di sini, setiap jengkal tanah yang kami pertahankan, adalah bukti bahwa kami tidak akan menyerahkan diri lagi. Dan aku akan melawan sampai titik darah penghabisan.

Netherlands terdiam. Sejenak, ada kilatan di matanya yang mengisyaratkan bahwa ia mengerti, namun keangkuhan dan egonya menutupi semuanya.

Kalau begitu, kita tidak akan pernah sepaham,” kata Netherlands, nadanya kini dingin. “Aku akan terus datang. Dengan lebih banyak pasukan, lebih banyak senjata. Ini belum berakhir.”

Datangkanlah sebanyak anyak yang kau mau,” balas Indonesia dengan ketegasan yang menggetarkan. “Aku dan rakyatku akan terus melawan. Kau mungkin bisa menang dalam pertempuran ini, tapi dalam jangka panjang, kita yang akan menang.”

Netherlands melihat darah yang mengalir diujung bibir Indonesia. Entah mengapa hatinya terasa ngilu, dan sejenak tatapannya melembut. Ia ingin sekali menyeka darah itu dan mengobati semua luka yang mendera tubuh Indonesia. Sejenak, tatapannya melembut. Namun egonya terlalu besar untuk melakukan itu.

Netherlands tak lagi membalas kata-kata Indonesia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Netherlands tak lagi membalas kata-kata Indonesia. Ia berbalik, melangkah kembali ke arah tank-tank dan bergabung bersama England yang telah menunggunya di kejauhan. Indonesia menatapnya pergi, merasakan tekad yang semakin membara di dalam dirinya.

Langit Surabaya yang tadinya tenang kini bergemuruh lagi oleh deru pesawat tempur. Namun Indonesia tetap berdiri tegak, tangannya mengepal di samping tubuhnya.

Perang belum selesai. Namun satu hal yang pasti, kemerdekaan tidak bisa ditawar lagi.

Di bawah langit yang sama, Indonesia berjanji, ia tidak akan pernah menyerah.

Indonesia dan Netherland dulu memang sempat hidup bersama dalam harmoni. Saling berbagi cerita, impian, dan kebudayaan. Netherlands juga sangat menyukai masakan Indonesia yang penuh dengan cita rasa. Masakannya selalu enak dan tidak pernah gagal membahagiakan lidah pria Tulip itu. Namun suatu hari, Netherland mulai berubah, ia menjadi lebih dingin dan angkuh. Indonesia mencoba mengerti hal itu terjadi karena besarnya ego dan ambisi Netherland agar nampak lebih unggul dari negara Eropa lainnya. Namun tanpa sadar, Netherland telah jatuh ke dalam lubang yang lebih dalam sehingga memisahkannya lebih jauh dan jauh lagi dari Indonesia.

.
.
.

KILAS BALIK SEJARAH:
Pertempuran di Surabaya merupakan  serangan balasan yang dilakukan oleh England akibat terbunuhnya Jenderal AWS. (Aubertin Walter Sothern) Mallaby. Pada 10 November 1945 dengan bantuan pesawat tempur, Pertempuran ini menyebabkan ribuan rakyat gugur sehingga tanggal 10 November diperingati bangsa Indonesia sebagai Hari Pahlawan.

Hetalia Indonesia [BAHASA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang