6. Playboy amatir

101 19 0
                                    

Jangan lupa untuk vote dan komen biar author next terus, soalnya berasa nggak semangat aja nulis tapi nggak ada yang baca apalagi komen

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Jangan lupa untuk vote dan komen biar author next terus, soalnya berasa nggak semangat aja nulis tapi nggak ada yang baca apalagi komen. Oke, next gays!💥💥

Pagi ini terasa sangat tidak menyenangkan bagi Jia, ia baru ingat kalau ada PR Biologi yang harus ia kumpulkan sebelum jam istirahat nanti. Dan karena Lian sialan itu ia jadi tidak mengerjakannya.

"Gue kayaknya emang berjodoh sama yang namanya sial," gerutu Jia.

Saat Jia melewati tangga menuju lantai dua dimana kelasnya berada, ia tak sengaja melihat Lian dan teman-temannya yang sedang menggoda para siswi-siswi yang ingin menaiki tangga. Jia jadi semakin merasa malas untuk sekolah hari ini.

Jia baru menyadari satu hal, yaitu fakta bahwa Lian belum sama sekali membayarnya. Apa jangan-jangan lelaki itu pura-pura lupa.

"Lian, gue mau bicara sama Lo," ucap Jia tak menghiraukan tatapan aneh dari teman-teman Lian.

"Di sini aja,"

"BERDUA!" Jia menekankan perkataannya.

"Oke, di kantin aja. Sekalian gue mau makan." Lian menarik tangan Jia menuju kantin. Tanpa menghiraukan tatapan siswi-siswi yang sedang terbakar api cemburu.

"Mang bakso dua!" teriak Lian pada penjual bakso itu.

"Sejak kapan Lo suka bakso?" Jia merasa ada yang aneh pada lelaki dihadapannya ini, ia masih ingat betul semalam Lian menolak memakan baksonya.

"Sejak Lo nyuapin gue," balas Lian cepat.

"Aneh banget lo."

"Nggak ada sejarahnya cowok setampan gue jadi aneh, yang ada itu cewek jelek kayak Lo yang aneh!" Jia benar-benar tidak berniat untuk membalasnya.

Akhirnya Jia merasa kenyang dan agak sedikit kembung juga karena terlalu banyak minum air. Ia ingin membayar tetapi lagi dalam keadaan malas sekali. Jia melirik Lian yang juga menatapnya.

Lian tidak terlalu bodoh untuk menyadari tatapan itu. Ia hanya merasa sedikit aneh melihat gadis itu.

"Ngapain liat gue gitu, mau gue colok tu mata?" Ujar Lian.

"Gue kayaknya terlalu banyak minum nih, bayarin dulu ya. Gue malas banget berdiri ke sana, gue mau langsung ke kelas."

"Oh itu masalahnya." Jia merasa senang dengan respon Lian, ia pikir lelaki ini hanya bisa membuatnya sengsara saja.

"Iya, Lo mau kan bayarin dulu?"

"NGGAK AKAN!" tegas Lian membuat Jia menganga lebar.

Apa-apaan ini, Jia bahkan baru saja memujinya dan lelaki ini langsung membuatnya kesal kembali.

"Sekalian bayarin bakso gue," ucap Lian dan pergi meninggalkan Jia yang semakin tidak habis pikir dengan lelaki itu.

"Ah ela! niatnya mau nagih duit malah keluar duit, bocor keuangan gue kalau gini."

Dengan sangat amat terpaksa Jia membayar baksonya dan pacar sialan itu. Beruntung hanya pura-pura, kalau benar ia pacaran dengan Lian sudah dipastikan ia akan makan hati setiap harinya.

Guru biologi itu benar-benar tidak tau yang namanya toleransi ternyata. Padahal Jia sudah memberikan alasan terbaiknya agar tidak dihukum, tetapi hasilnya malah semakin buruk.

Jia terpaksa harus membersihkan lapangan luas itu sendirian. Apalagi saat ini matahari sedang sangat terik sekali.

"Aduhh! Nih sampah kok banyak banget kalau gue yang kena hukuman. Kayaknya alam juga marah sama gue." Pikiran Jia melayang entah mebayangkan apa.

Karena Lian dkk yang memang sudah tabiatnya tidak akan masuk saat jam pelajaran, mereka yang sedang berjalan menuju kantin tidak sengaja melihat Jia yang sedang berdiri dengan tatapan kosong.

"Eh ngapain tuh pacar lo, udah kayak orang gila aja." Lian langsung saja menatap Jery horor mendengar ucapannya itu.

Tapi yang dikatakan oleh Jery memang benar adanya. Jia memang terlihat seperti orang gila dengan rambut yang sudah berantakan dan bengong pula.

Lian yang penasaran Dengan gadis itu langsung berjalan menghampirinya dan tentunya diikuti oleh kacungnya.

"Lagi ngapain nih pacar gue," uajr Lian tiba-tiba sehingga membuat Jia kaget.

"Ah elah! Gue kira lo setan!" bentak Jia.

"Cakep dong kalau setannya gue."

"JELEK LO!" tegas Jia kemudian langsung melanjutkan hukumannya untuk membersihkan lapangan.

"Malu banget gue punya pacar kayak Lo, udah kayak orang gila aja," ucap Lian kemudian berlalu pergi.

Jia sontak saja menatap punggung lelaki itu, bagaimana bisa kata katanya itu begitu membuat hati Jia nyilu.

"Kok gue sakit ya dengar omongan Lian kayak gitu." Jia menatap tangannya yang sedang memegang dedaunan.

Jujur saja, saat ini hati Jia seperti sudah menerima Lian sebagai pacarnya. Bahkan ia sudah mulai ada rasa.

Padahal untuk pertama kalinya Jia jatuh cinta pada lelaki selain ayahnya. Ia berusaha untuk menepis pikirannya, ia sadar status mereka memang palsu. Tetapi salahkah jika Jia benar-benar tulus pada rasa.

Jam istirahat menandakan hukuman Jia sudah berakhir sekarang. Sebaiknya ia segera ke kantin daripada mati kehausan. Lagian ia sedikit malu dengan penampilannya sekarang ini.

"Ih gue haus pake banget, mana uang tinggal seribu lagi." Jia mengeluarkan uang yang berada di sakunya.

"Beralih haluan deh, yaudah kelas aja deh." Ia memutuskan untuk pergi saja dari Kantin dan berjalan santai menuju kelasnya.

Jia berjalan santai di koridor sekolahnya, sampai suara gaduh membuatnya berhenti.

"Lo hebat banget sih Bos! Baru aja masuk ke sekolah ini udah dapet lima cewek Lo," ujar Dimas dengan semangat.

"Iya nih, bagi dong peletnya," sontak saja perkataan Jery membuat mereka tertawa.

"Apaan sih Lo, gue mah emang keren!" Lian dengan sombongnya mengangkat angkat kedua alisnya.

Sedangkan Bima hanya dia saja, ia memang tidak terlalu tertarik untuk membahas soal Lian dan peletnya itu. Sampai ia bertatapan dengan mata seorang gadis yang sejak tadi mengintip mereka.

Bima yang sadar gadis itu adalah Jia langsung saja menyenggol Lian dan menunjuk ke arah Jia. Tentu saja dengan cepat Jia langsung pergi, walaupun ia sudah tertangkap basah.

"Jia." ucap Bima.

"Oh," singkat Lian dengan mata yang masih fokus ke tempat gadis itu tadi berada.

"Kejar dong bos, cewek mah kalau lari artinya mau dikejar."

"Benar tuh kata Jery," sambung Dimas.

"Ngapain gue harus ngejar segala, bodoh amat lah."

Sementara Jia yang malu sekaligus nyesek masih berlari menuju kelasnya. Kenapa juga ia harus menguping pembicaraan makhluk menyebalkan itu.

Jangan lupa follow, komen juga ya ya ya❤️

Follow me on Instagram:
@re_lestari8

TULUS (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang