Lino melemparkan bola basket terakhirnya. Suara Naren yang terus menerus meneriakinya dari pinggir lapangan membuatnya tidak mood bermain basket lagi.
"BANGKOT LU! SEISI AUDIT NUNGGUIN LO SAT! LO GILA BIKIN ACARA KITA MOLOR 30 MENIT? NGGAK WARAS LU?"
Lino berlari menghampiri Naren kemudian membekap mulutnya dengan tangannya yang berkeringat.
"Berisik lo."
Naren menggigit telapak tangan Lino yang membekap mulutnya. Lino menyumpah.
"Lo nggak waras. Lo mau bikin acara kita kena semprit sama dekan?"
"Ya sori. Tahu sendiri gua nggak suka acara2 maba kayak gitu. Isinya bocah semua anjer."
"Kita sama mereka juga cuma beda setahun sat. Gosah sok dewasa lu."
Lino mengindahkan perkataan Naren dan beranjak pergi.
"Males banget. Mending gua kabur lagi aja."
Naren mengikuti Lino dari belakang. Perhatiaannya sekarang teralihkan dan Lino sudah lari duluan sebelum Naren menyadarinya.
•••
Naren sampai di auditorium fakultasnya dengan muka merah. Antara amarah dan lelah. Chandra menghampirinya.
"Lino mana?"
"Setan. Lino itu setan. Dia kabur lagi sat! Udahlah Dra, lu aja yang ngisi bagiannya Lino. Kelamaan kalo gua harus nyari dia lagi."
Chandra mengangguk dan langsung pergi ke podium. Mengambil alih materi yang seharusnya dibawakan Lino dalam penyambutan Mahasiswa baru prodi mereka.
Naren melangkahkan kakinya keluar audit. Ingin sekali rasanya dia menghajar Lino habis-habisan.
"Anjing emang. Gua juga kenapa sih bisa-bisanya temenan sama dia?"
Naren berjalan menyusuri koridor dengan kasar. Mulutnya masih menyumpahi Lino dengan pelan.
Kemudian dari arah berlawanan, Lino berjalan. Bisa-bisanya masih ada senyum yang terukir diwajah menjengkelkannya itu.
Naren membuang muka, Lino merangkul sahabatnya itu.
"Gimana acaranya kak?"
"Kak kak, pala lu. Bangsat lu mah."
"Diisi si Chandra, kan?"
"Lo pasti sengaja, kan?"
"Udah tahu itu nggak usah nanya."
Tiba-tiba ada seseorang yang menabrak bahu Lino dengan keras. Seseorang dengan kacamata dan tas selempang kecil. Terlihat seperti mangsa empuk untuk meluapkan emosi Naren saat ini.
"Lo, anak baru?" Tanya Naren.
Orang itu mengangguk.
"Lo kalo jalan liat-liat dong." Lino menyenggol balik bahu orang itu dengan tangannya.
Orang itu masih terdiam.
"Lo punya mulut nggak bisa ngomong?"
"Lo udah telat, berani diem doang pas kakak tingkat nanya. Mau mati..."
Brak.
Seseorang menabrak Naren dengan keras. Naren mengaduh karenanya.
"Aduh, maaf ya kak. Maaf. Aduh. Gua lagi buru-buru kekamar mandi sampe nggak liat jalan. Duh maaf ya kak."
Mata Naren sudah sangat siap untuk membunuh orang yang menabraknya tadi. Seseorang dengan kacamata bulat dan pierching kecil ditelinga kanannya.
"Heh, lo nggak baca peraturan kampus ini? Cowok itu nggak boleh..."
"Aduh. Ternyata lo disini? Katanya mau kekamar mandi bareng gua? Lo kesasarkan? Mampus. Makanya kalo gua bilang tunggu ya tungguin ngapa. Yaudah yuk kekamar mandinya bareng gua aja. Permisi ya kakak-kakak..."
Dan dua orang itu berlalu begitu saja. Meninggalkan Lino dan Naren yang saling pandang, masih berusaha memahami kejadian barusan.
•••
Felix menatap kampus swasta megah dihadapannya. Pintu gerbangnya saja sudah terlihat sangat megah.
Pria disampingnya tampak tidak terkesan. Dia hanya melipat kedua tangan didepan dada.
"Lu berencana morotin bokap kita?"
"Lo tau sendiri gua kuliah disini pakek duit gua sendiri."
Pria itu mendecih. Memasang airpods dikedua telinganya kemudian meninggalkan Felix sendirian didepan gerbang.
"Sialan. Kenapa dia harus disini sih?"
201128
KAMU SEDANG MEMBACA
in to The Ice Land [WRITING STOPPED]
FanficKetika dua pangeran es bertemu, semakin dingin dan beku. Mungkinkah kedua pangeran es ini menciptakan musim semi tanpa salju? ❄StrayKids, Lee Know and Felix ❄Start: 201121 ❄End: 🔒