Orang Asing dan Permainan Sihirnya

98 8 1
                                    

Jarum jam menunjukkan angka sebelas lewat tiga puluh menit. Usai perkenalan yang membuat seisi kelas heboh, Alvaro dengan santainya mengatakan bahwa ia hanya sedang bercanda. Namun, tanpa lelaki usil itu sadari ada jari jemari yang sejak tadi ingin mencabik-cabik anggota tubuhnya, melempar dan menjadikannya santapan buaya muara.

Dosen Cantik itu lebih memilih menarik napas berat, kemudian melanjutkan materi kuliah  Mengabaikan tindakan konyol rekannya yang cukup mengganggu itu.

Sesuai kesepakatan, untuk pertemuan kali ini Putri yang tetap mengambil alih. Lelaki itu juga sepertinya tidak berniat meninggalkan kelas setelah membuat onar. Ia duduk mengambil tempat sembari ikut menyimak apa yang Putri sampaikan. 

Putri memberikan penjelasan yang lugas. Sesekali pemilik iris cokelat itu berjalan ke arah mahasiswa, kemudian kembali ke mejanya. Berulangkali ujung matanya menangkap Alvaro menatapnya dengan serius.

Pandangan mata mereka mulai terbiasa bertemu, lelaki itu pun tak henti  melempar senyuman. Berhasil mengantarkan desiran kuat di hati Putri. Putri menghela napas meminimalisir rasa gugup yang tiba-tiba saja menyerang. 

Profesional, Putri sedang berusaha mengendalikan diri, menjaga kewarasan yang ada dengan tetap fokus di saat mahasiswa sedang menyimak. Terbukti dengan mata yang terus-menerus mengikuti ke mana arah Putri bergerak, serta pertanyaan-pertanyaan yang membersamai perkuliahan hari ini. 

Ada perasaan bangga ketika apa yang Putri sampaikan dapat diterima dengan baik. Mahasiswa paham, ia puas.

Di usianya yang ke dua puluh lima tahun, Putri memiliki segudang prestasi di dunia pendidikan. 

Putri bukanlah seorang wanita yang dengan mudah menerima pujian begitu saja, terlebih dari seorang lelaki. Jika layak pujilah. Prinsip yang cukup adil, 'kan?

Tanpa terasa waktu terus beranjak, suara
gesekan lantai dengan kursi dari Alvaro mengalihkan atensinya. Lelaki itu tersenyum menyebalkan, lalu menunjuk singkat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Putri yang paham akan itu, mengangguk. 

"Baiklah adik-adik sekalian. Berhubung waktu sudah habis, materi yang belum sempat kita diskusikan, InsyaAllah kita akan  lanjutkan. Dan jangan lupa! Pelajari dan pahami yang sudah saya sampaikan. Selamat siang!"

"Siang, Buuu," balas mereka kompak menutup perkuliahan hari ini.

***

Suara azan yang tengah dikumandangkan mengiringi langkah kedua orang yang berjalan tanpa bersuara menuju tempat ibadah.

Sesampainya di depan mesjid, Alvaro lebih dulu beranjak. "Saya wudu duluan, Bu."

Putri membalas dengan anggukan. Lagipula ia heran, kenapa lelaki itu harus ijin segala.

Bahunya terangkat, merasa bodoh memikirkan hal yang tidak penting. Ia pun berbalik arah berjalan ke tempat wudu yang dikhususkan untuk wanita.

Putri kemudian bergabung dengan barisan  wanita yang didominasi oleh mahasiswa dari berbagai fakultas. Tak lupa juga ia mengerjakan salat Sunah dua rakaat. Saat mengakhiri doa tanpa sengaja matanya melihat sosok yang baru saja melangkah masuk ke mesjid. Dosen itu dibuat tak berkedip se-per sekian detik, wajah yang telah dibasuh air wudu terlihat berseri-seri kembali  menimbulkan debaran dalam dada Putri. Entah datang dari mana dentuman yang kini ia  rasakan. Hanya memandang laki-laki itu saja, wanita itu jadi seperti ini. 

Segera Putri menggeleng, menepis segala pikiran yang akhir-akhir ini mengusiknya. Wanita yang mengenakan pakaian salat itu mengucap kalimat pengampunan dalam hati, lalu beranjak menunaikan salat wajib.

Putri melipat kembali mukena ke dalam tas. Lantas bergerak, mengayunkan langkah keluar dari tempat itu. Saat kakinya akan memijak ujung tangga bawah masjid, ia dikagetkan dengan suara Pak Bara.

Dosen CantikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang