Kafe UP

96 9 6
                                    


Putri mengerjap berulang kali sembari meregangkan leher dan kedua tangan yang terasa pegal. Langit masih gelap, hawa dingin mengepung dari segala arah. Putri mengedarkan pandangan ke sekitar, kosong. Mendadak ia menjadi tak tenang. Teringat jelas semalam sebelum rasa ngantuk membawanya terlelap dalam buaian mimpi, Alvaro membelai rambutnya.

Jam Casio miliknya sudah menunjukkan pukul 03.00 WITA.

"Ke mana perginya orang itu?"

Hujan telah reda, Putri lantas memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi. Hatinya was-was, takut hal buruk menimpah Alvaro. Namun, segera ia menggeleng menepis itu semua.

Putri bergegas mengambil ponsel yang sudah sekarat lantas menghidupkannya, tak lupa ia menyetel senter. Ragu, gadis itu membuka pintu mobil, dan betapa leganya saat matanya menangkap pergerakan Alvaro yang tengah cekatan mengganti ban dengan bantuan penerangan senter seadanya.

Dahi dan tangannya menghitam karena oli dan Putri tersenyum geli karenanya. Dengan niat membantu, Putri mengambil botol air di job mobil, lalu mendekat sembari menyoroti langkah kecilnya mendekati Alvaro.

Lelaki itu tampak serius sampai tak mengindahkan wanita yang berdiri di sampingnya.

"Di sini dingin, Bu, kembalilah ke mobil!"

Sontak saja Putri terlonjak kaget mendengar ucapan itu. "Astaga, Pak! Terkejut saya."

Bukannya merasa bersalah, lelaki ini justru terbahak melihat reaksi Putri.

Putri mencebik dengan mata garang.
"Pak, pelankan suaramu!"

Alvaro hanya mengangkat bahu dan kembali melanjutkan pekerjaannya. Sementara Putri ikut memperhatikan. Sesekali ia tersenyum, melihat ekspresi yang ditampilkan lelaki jangkung itu ya.  Namun, tanpa wanita itu sadari, Alvaro begitu menikmati setiap momen yang ia habiskan dengan wanita itu. 

Setelah bekerja keras ditemani dinginnya malam dan seorang wanita cantik, Alvaro menarik napas panjang.

"Selesai!" ucapnya kemudian dengan kepala mendongak disertai satu kerlingan. Mata Putri membulat melihat keusilan lelaki itu.

"Nih!" Putri menyodorkan botol air ke Alvaro.

"Buat apa?" tanya lelaki itu, pura-puta tak tahu.

"Buat membersihkan tangan lah, Pak."

"Tapikan tangan saya kotor, Bu. Gimana caranya saya memegang botol itu "

Putri memutar bola matanya, tak ingin mendebat lagi, Putri meminta Alvaro mengulurkan tangannya ke depan. Setelah itu ia menyiramkan air ke tangan lelaki yang sedang tersenyum penuh kemenangan.

***

Hampir sejam mereka terjebak kemacetan. Akibat hujan deras disertai angin kencang sepanjang malam, pohon yang tumbuh di dinding bukit tergerus, tumbang, dan menimpa badan jalan.

Putri jadi meringis mengingat kejadian semalam. Ia merasa ada hikmah di balik ban bocor, setelah melihat kondisi di depan mata saat ini. Medan jalan yang berbukit di kelilingi pohon besar, tentu saja nyawa jadi taruhan jika mereka nekad melakukan perjalanan.

Pesan yang diterima dari Pak Bara sejam lalu, membuat mereka memutar arah. Tepatnya, mereka harus kembali pulang. Sebab tidak memungkinkan untuk sampai di tujuan dengan kondisi jalan yang tertimbun longsor di beberapa titik.

Sekitar pukul 12.23 WITA, Putri tiba dengan selamat setelah menempuh perjalanan yang cukup melelahkan dan diantar langsung oleh lelaki yang sejak tadi mesam-mesem tidak jelas.

"Terima kasih, Pak," ucap Putri saat akan menutup pintu setelah turun dari mobil.

"Sama-sama, Bu."

Putri mengangguk sembari tersenyum.

Dosen CantikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang