Siang Itu

10 3 0
                                    

#kisah_di_bulan_November

Siang itu di hari Minggu yang cerah seperti biasanya, seorang pemuda 16 tahun bernama Ali, sedang dikerumuni oleh beberapa preman bertato di sebuah gang sempit dekat pusat perbelanjaan.

Mereka tengah menagih hutang pada Ali. Hutang yang cukup besar untuk anak seusianya. Ali berhutang bukan karena keinginannya. Bukan untuk gaya hidup. Bukan untuk judi atau beli miras. Tapi untuk menyambung hidup dia dan kedua adik kecilnya. Sejak kepergian ibunya, Ali berubah status menjadi orang tua. Bapaknya pergi tanpa kabar sekian tahun lamanya. Meninggalkan kesengsaraan yang tak berkesudahan.

Dan seperti biasanya pula Ali belum bisa membayar kewajibannya dengan bunga yang semakin mencekik. Preman itu kesal luar biasa. Salah satu dari mereka menjotos wajah Ali yang polos. Meninju perutnya berkali-kali hingga pemuda yang seharusnya duduk di bangku SMA itu jatuh tersungkur.

Rasa nyeri langsung terasa. Di wajah dan sekujur tubuhnya. Ali lemas dan pasrah. Tak bisa melawan dengan tubuh kurusnya. Tahu kesalahannya meminjam pada lintah darat itu seperti bunuh diri. Tapi tak ada pilihan lain. Tak ada sanak saudara ataupun tetangga yang bisa dimintai tolong. Ia terpaksa.

"Udah gue tebak. Pasti elo gak bisa bayar lagi," bentak si preman berambut gondrong.

"Maaf bang. Ali bener-bener belum ada uang bang. Jualan lagi sepi," rintihnya.

"Makanya jangan jualan. Ngemis kek. Nyopet kek. Nipu orang kek. Biar cepet dapat hasilnya."

"Ali gak mau bang. Itu dosa bang."

Preman-preman itu tertawa ngakak. "Dosa?! Tau dosa juga lo?! Lo pikir pinjem duit ke bos gue kagak dosa juga?"

"Ya Ali terpaksa bang."

"Nah itu Lo tau jawabannya. Sekarang juga sikonnya memaksa elo buat nyopet."

"Tapi bang. Ali gak mau jadi kriminal."

"Ah... Masa bodoh. Pokoknya elo harus bisa bayar utang lo. Kalau enggak adik cewek Lo gue ambil buat di jual jadi...."

"Jangan bang! Jangan...." Ali memohon sambil menyembah di kaki si preman gondrong. "Oke bang. Ali mau nyopet. Tapi adik Ali jangan di apa-apain ya."

Itu semua tergantung hasil yang elo dapat.

"Ali janji bakal bayar hutang bang. Sedikit demi sedikit."

"Nah gitu dong dari tadi."

Preman itu menyeringai dengan keputusannya. Ali disuruh berdiri segera dan segera melaksanakan rencananya siang itu juga. Mencopet.

Tak ada pilihan lain. Ali didorong cepat agar pergi ke tempat lain mencari mangsa. Sementara mereka mengawasi dan menunggu.

Rupanya tak butuh waktu lama calon mangsa datang. Seorang gadis muda tengah berjalan sendirian di trotoar. Tas kecilnya di bahu kanan. Keadaan sedang lengang. Aneh. Biasanya selalu ramai disana. Apakah keadaan sedang mendukungnya untuk berbuat dzalim?

Tanpa berpikir dua kali, Ali langsung mendekatinya seperti pejalan kaki. Begitu sudah dekat secepatnya tangan Ali menarik paksa tas kecil itu. Gadis itu terkesiap. Ali berlari kencang sekuat tenaga ke arah sebaliknya.

Saat sadar tasnya baru saja dicopet. Gadis itu berteriak histeris meminta pertolongan. Orang-orang disekitarnya langsung menoleh ke arahnya. Ada sebagian yang menghampiri. Ada sebagian yang langsung mengejar Ali.

Panik bakal dikejar banyak orang. Ali berlari makin kencang. Semua orang didepannya ia tabrak. Hingga akhirnya berada di persimpangan jalan raya yang ramai. Ia hendak menyebrang tapi lalu lintas terlalu padat.

Semangkuk SaladTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang